Aguk Irawan MN memang jago dalam menulis novel biografi. Setelah Penakluk Badai novel biografi KH Hasyim Asy'ari menjadi buku best seller, ia kembali sukses dengan menulis Peci Miring novel biografi KH Abdurrahman Wahid. Berikutnya ia juga menulis biografi Mahfud MD yang kini menjadi Menko Polhukam dengan judul Cahayamu Tak Bisa Kutawar.
Salah satu bagian isi dari novel biografi ini kita diajak mengenang masa remaja Mahfud MD semasa belajar di SGHI (Sekolah Guru dan Hakim Islam) yang kemudian berubah nama menjadi PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di sana ia tinggal di kos-kosan murah di dekat kali Code. Sebuah bangunan yang dindingnya terbuat dari bambu, kos gedek, ukuran 3x4 meter persegi. Kos ini tidak ada listriknya. Untuk penerangan di malam hari ia pakai lampu teplok. (Cahayamu Tak Bisa Kutawar, halaman 176).
Selama itu pula, Mahfud MD mengajar ngaji Alquran di sekitar kosannya yang umumnya orang tua mereka berprofesi sebagai dosen. Di sisi lain, ia sangat senang belajar di sana. Terutama dari cara mengajar gurunya tentang ilmu dasar hukum yang membuat Mahfud MD terpesona. Para guru yang menerangkan hukum itu enak, menjelaskan hukum tidak sekadar teori-teori, melainkan juga memberikan contoh materi kasus yang konkret yang mudah dipahami.
Hukum menyadarkan Mahfud bahwa dalam masyarakat itu ada aturan yang berlaku. Murid-murid diajari cara pembuktian dan cara memutuskan suatu perkara. Menjelaskan bahwa hukum itu dibagi dua, yaitu hukum publik dan hukum privat. Mahfud juga menyukai cara mengajar Ustaz Bachron Idris yang mengajar pelajaran fiqih. Ustaz Bachron enak cara mengajarnya. Mahfud jadi menguasai dalil-dalil fiqih di luar kepala.
Di sekolah ini Mahfud diajarkan bagaimana peran penting hukum dan hakim dalam masyarakat dan negara. Hakim menegakkan hukum dan mengembalikan hak-hak masyarakat secara kolektif maupun hak perorangan. Di situlah muncul keinginan Mahfud untuk menjadi hakim. Tiada lain karena tugasnya yang mulia.
Di sekolah itu juga Mahfud bertemu dengan seorang gadis bernama Zaizatun Nihayati, biasa dipanggil Yatie, asal Jember Jawa Timur, yang kini telah menjadi teman hidupnya. Dalam pandangan Mahfud, Yatie memiliki kepribadian yang berbeda dengan yang lain. Ia memiliki aura, kepercayaan diri yang tinggi dan positif dalam menatap masa depan.
Baca Juga
-
Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Program Makan Gratis jika Penerapannya Tidak Efektif
-
Ferry Irwandi Ungkap Jumlah Orang Hilang pada Tragedi 25 Agustus yang hingga Kini Belum Ditemukan
-
Nadya Almira Dituding Tak Tanggung Jawab Usai Tabrak Orang 13 Tahun yang Lalu
-
Vivo V60 Resmi Rilis, Andalkan Kamera Telefoto ZEISS dan Snapdragon 7 Gen 4
-
Review Buku Indonesia Merdeka, Akhir Agustus 2025 Benarkah Sudah Merdeka?
Artikel Terkait
-
Salahkan Stadion, Jokowi Memang Sengaja Lindungi Polisi di Tragedi Kanjuruhan? Mahfud MD Sigap Pasang Badan
-
Menyoal Kesalahan Berbahasa Indonesia di Sekitar Kita
-
Tragedi Kanjuruhan: Mahfud MD Bilang Penembak Gas Air Mata Jadi Tersangka, Panpel Arema FC Minta Periksa CCTV
-
Mengkritisi Ruang Tabu dalam Keluarga, Ulasan Buku Aku Bukan Gay!
-
Ingin Jadi Penerjemah Novel? Ini 5 Bekal yang Mesti Kamu Miliki
Ulasan
-
Years Gone By: Ketika Cinta Tumbuh dari Kepura-puraan
-
Ulasan Buku My Olive Tree: Menguak Makna Pohon Zaitun bagi Rakyat Palestina
-
Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!
-
Ulasan Novel Terusir: Diskriminasi Wanita dari Kacamata Budaya dan Sosial
-
Review Film Tukar Takdir: Kisah Penyintas yang Menyayat Hati!
Terkini
-
Tepuk Sakinah Viral, Tapi Sudahkah Kita Paham Maknanya?
-
Tak Hanya Lolos, Indonesia Bisa Panen Poin Besar Jika Menang di Ronde Empat
-
Saat Medsos Jadi Cermin Kepribadian: Siapa Paling Rentan Stres Digital?
-
Minimalis Tapi On Point! 4 Daily OOTD Classy ala Moon Ga Young
-
Bukan Cuma Drakor, 4 Drama China Tema Time Travel Ini Wajib Masuk Watchlist