Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | zahir zahir
Mitsubishi Ki-51 Indonesia (jetphotos.com)

Pascaproklamasi kemerdekaan, tentara Indonesia pada periode 1954-1949 melakukan beragam kegiatan perlawanan baik perlawanan bersenjata maupun diplomasi dengan pihak Belanda. Di masa ini, para pejuang Indonesia menggunakan beragam senjata yang merupakan rampasan atau senjata yang ditinggalkan oleh pihak Jepang selepas kalah dalam perang dunia ke-2.

Salah satu alutsista yang cukup banyak ditinggalkan oleh Jepang adalah berbagai jenis pesawat tempur baik dalam kondisi kurang layak terbang maupun yang masih mumpuni diterbangkan oleh tentara Indonesia. Satu dari sekian banyak pesawat yang diketahui ditinggalkan oleh pihak Jepang dan kemudian dipergunakan oleh tentara Indonesia pada masa revolusi adalah Mitsubishi Ki-51 atau yang dikenal dengan nama “Guntei”.

Bagaimakah sejarah penggunaan pesawat tersebut di masa revolusi? Simak ulasan ringkasnya berikut ini.

1. Didapatkan Pasca Mundurnya Jepang dari Indonesia

Ilustrasi Pesawat Ki-51 "Guntei" yang ditinggalkan Jepang (wikipedia)

Pesawat Mitsubishi Ki-51 sejatinya merupakan pesawat yang mulai diproduksi pada dekade akhir 1930-an. Pesawat ini menjadi salah satu kekuatan utama divisi penerbangan angkatan laut Jepang di kawasan pasifik pada masa perang dunia ke-2 dengan total produksi diyakini mencapai lebih dari 2.000 unit.

Dilansir oleh artikel yang ditulis oleh Jos Heyman yang berjudul “Indonesian Aviation 1945-1950”, pesawat Ki-51 atau yang dikenal dengan nama “Guntei” tersebut didapatkan pada kurun tahun 1945-1946 di pulau Jawa. Total pesawat yang diperoleh saat itu dan layak untuk terbang berjumlah 9 unit.

BACA JUGA: Beredar Video Dikta Kesakitan Diduga Alat Vitalnya Diremas Penonton Usai Manggung

Bersama dengan pesawat lain semacam Nakajima Ki-43 “Hayabusa”, Yokosuka K5Y “Cureng” dan Pembom berat Kawasaki Ki-48. Pesawat ini menjadi kekuatan udara Indonesia pada masa awal revolusi. Meskipun sejatinya banyak pesawat-pesawat bekas Jepang yang juga ditemukan oleh tentara Indonesia kala itu, akan tetapi mayoritas pesawat lainnya dalam kondisi rusak atau tidak layak terbang.

2.  Menjadi Saksi Serangan Udara Pertama Tentara Indonesia

Ki-51 "Guntei" (wikipedia)

Pesawat Ki-51 “Guntei” memiliki peran yang cukup sentral dalam sejarah dirgantara Indonesia di masa revolusi. Dilansir dari situs tni-au.mil.id, pesawat ini menjadi salah satu dari 3 unit pesawat yang melakukan serangan terhadap tangsi-tangsi Belanda pada tanggal 29 Juli 1947. Sejatinya ada 4 unit pesawat yang terdiri dari 1 pesawat bomber tukik Ki-51, 2 unit pesawat latih K5Y “Cureng” dan satu pesawat tempur “Hayabusa” yang akan melakukan serangan tersebut.

Akan tetapi, pesawat tempur Hayabusa yang dimiliki oleh Indonesia batal ikut dalam serangan karena terkendala teknis, sehingga serangan hanya dilakukan dengan 3 unit pesawat saja. Saat itu, pesawat “Guntei” hanya dipasangi bom seberat 200 kg pada sayapnya ketika melakukan serangan.

BACA JUGA: Nikita Willy dan Indra Priawan Ogah Ajak Anak Main Jetski, Ria Ricis Kena Sindir: Beda Kelas!

Serangan tersebut berangkat dari Lapangan udara Maguwo, Yogyakarta dan menargetkan markas-markas Belanda yang berada di Semarang, Salatiga dan Ambarawa.

Serangan tersebut meskipun tidak sampai menghancurkan total markas Belanda, namum memberikan sinyal terhadap Belanda bahwa kekuatan udara tentara Indonesia masih ada dan mampu melakukan serangan. Peristiwa bersejarah tersebut kemudian dikenal dengan nama “Hari Bakti TNI-AU” yang diperingati setiap tanggal 29 Juli.

3. Menjadi Koleksi di Museum Dirgantara, Yogyakarta

Pesawat "Guntei" di Museum Dirgantara, Yogyakarta (wikipedia)

Pesawat Mitsubishi Ki-51 “Guntei” menjadi sebuah pesawat yang memiliki nilai historis dalam sejarah penerbangan militer di Indonesia. Meskipun banyak pesawat yang dihancurkan dalam serangan balasan Belanda di fase-fase berikutnya, akan tetapi pesawat tersebut kini masih dapat dilihat bentuk aslinya di Museum Dirgantara, Yogyakarta.

Dilansir dari situs tni-au.mil.id, pesawat yang menjadi koleksi tersebut sejatinya merupakan sisa-sisa pesawat yang ditemukan di Papua yang kemudian direstorasi dan menjadi koleksi di museum pada tahun 1987.

Namun, tentunya hal ini tidak melunturkan nilai-nilai historis pada pesawat tersebut yang memang menjadi simbol sejarah perlawanan tentara Indonesai di masa revolusi. Tentunya diharapkan banyak generasi muda di era sekarang dapat belajar dari pesawat tersebut dalam memaknai arti berjuang untuk bangsa dan negara. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

zahir zahir