Dikatakan lucu ya memang lucu, tapi mengena. Sesuai zaman dan topik yang masih saja hangat hingga kini. Melalui cerpen-cerpen dalam kumpulan buku Iblis Ngambek ini, pembaca akan disajikan cerita yang tak pernah disangka. Semisal, iblis yang mengajukan pensiun dini untuk menggoda manusia, serta patung pahlawan yang ngobrol asyik dengan sesama patung mengenai kekecewaan mereka terhadap kelakuan para pemimpin sekarang.
Dalam cerpen Iblis Ngambek, makhluk laknat ini menyatakan demikian, "Saya, atas nama Iblis, dengan ini menyatakan: mengundurkan diri sebagai penghasut dan penggoda manusia untuk berbuat dosa. Keputusan ini saya ambil dengan sesadar-sadarnya, tanpa tekanan atau intimidasi, apalagi disuap oleh bangsa manusia."
Iblis juga menegaskan bahwa dirinya tidak mengenal suap atau pun korupsi. Jadi, jika ditemukan oknum iblis mengorupsi uang negara, maka oknum iblis itu telah kerasukan manusia. Bahkan, tidak jarang perilaku manusia jauh lebih iblisistik daripada iblis itu sendiri.
Melalui cerpen ini, penulis ingin menyampaikan pesan bahwa manusia itu makhluk kemungkinan, artinya bisa buruk, bisa pula sangat baik. Sementara iblis dan malaikat adalah makhluk kepastian. Iblis pasti buruk dan malaikat pasti baik. Jika manusia gagal mengelola hidupnya, maka kondisinya akan lebih buruk daripada iblis.
Sedangkan pada cerpen Percakapan Patung-Patung, menceritakan lima patung (tiga laki-laki dan dua perempuan) yang kelakuannya seperti manusia biasa, semisal duduk, tiduran, menggerak-gerakkan tangan, menggoyang-goyangkan kaki, dan lain sebagainya.
Patung-patung itu kelihatan sangat letih sehingga kadang mengeluh, menjerit dan mengaduh, karena selama lebih dari empat puluh tahun mereka berdiri. Kelima patung pahlawan tersebut bernama Wibagso, Durmo, Sidik, Ratri, dan Cempluk.
Dalam obrolan mereka, tema yang diangkat adalah berkenaan dengan rakyat kecil yang terus menerus dalam kubang kemiskinan, sementara para petinggi negara memiliki sederet rumah mewah yang menyimpan mobil-mobil mewah, lapangan golf pribadi dan pesawat terbang pribadi.
Soal menulis cerpen, Indra Tranggono memang jagonya. Cerpen-cerpen garapan penulis kelahiran Yogyakarta 23 Maret 1960 ini, telah banyak dimuat di media nasional, serta banyak pula yang menjadi cerpen terbaik dan menjuarai lomba.
Indra pernah menjadi wartawan dan redaktur harian sebuah media massa di Yogyakarta, aktif dalam kegiatan kesenian, menjadi penggagas dan fasilitator pementasan ketoprak dan teater modern. Juga menulis untuk beberapa lakon monolog yang dimainkan oleh Butet Kartaredjasa.
Baca Juga
-
Vivo X Fold 5 Rilis Juli Mendatang, Diyakini Bakal Jadi HP Lipat Paling Ringan di Dunia
-
Apple iPhone 17 Series Siap Meluncur September 2025, Intip Spek dan Prediksi Harganya
-
Rilis Akhir 2025, Xiaomi 16 Menjadi Ponsel Pertama Pakai Chipset Snapdragon 8 Elite 2
-
Honor Pad 10 Resmi Meluncur, Tablet Tipis Usung Snapdragon 7 Gen 3 dan Baterai Jumbo
-
Huawei Pura 80 Segera Rilis, Inovasi Kamera Siap Bersaing dengan Smartphone Flagship Terbaru
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku "Inilah Dahlan Itulah Dahlan", Sosok Inspiratif yang Antikorupsi
-
Ulasan Buku Dakwah Sambi Ngenet, Cara Asyik Berdakwah Lewat Media Sosial
-
6 Rekomendasi Novel Karya Andrea Hirata, Sudah Baca yang Mana?
-
Ulasan 'Black Night': Saat Kebohongan Menyebabkan Lebih Banyak Luka
-
Ulasan Buku "Ladang Emas", Pentingnya Menentukan Lokasi dalam Berbisnis
Ulasan
-
Ulasan Novel di Balik Jendela: Rahasia Trauma yang Tersembunyi dalam Isolasi
-
Curug Pangeran, Di Balik Keindahan Alam Ada Sebuah Mitos yang Beredar
-
Review Film Io Capitano: Tiap Langkah yang Terluka Saat Mengadu Nasib
-
Curug Balong Endah, Pesona Air Terjun dengan Kolam Cantik di Bogor
-
Wonwoo SEVENTEEN Ungkap Pesan Cinta yang Tulus Lewat Lagu Solo 99,9%
Terkini
-
6 Drama China yang Dibintangi Zhang Ming'en, Terbaru Ada Eternal Brotherhood
-
4 Look Travel Friendly ala Lee Jun Young, Nyaman dan Modis Saat Traveling!
-
Baru Umumkan Tanggal Tayang, Stranger Things Season 5 Pecahkan Rekor
-
Ricky Kambuaya Tampil Spartan saat Indonesia Hajar China, Ini Kata Kluivert
-
Ekosistem Raja Ampat Rusak Demi Nikel, Masihkah Perlu Transisi Energi?