Buku berjudul ‘Terapi Malas Dosis Tinggi’ karya Ayub R. Noviandaru ini cocok dijadikan sebagai salah satu bacaan bermanfaat khususnya buat anak muda yang selama ini kerap didera rasa malas berlebihan.
Bicara tentang kemalasan, sebenarnya bisa menyerang siapa saja. Mulai anak-anak, remaja, orang dewasa hingga mereka yang sudah berusia lanjut. Rasa malas ini tentu saja sangat berbahaya bila dipiara.
Dalam buku terbitan Araska (2023) ini dijelaskan, sejujurnya tidak ada obat yang manjur untuk menyembuhkan kemalasan. Akan tetapi, setiap orang akan bisa terlepas dari kemalasannya dengan syarat-syarat yang tidak mudah. Konsistensi dan kedisiplinan, baik dalam pikiran maupun perbuatan, adalah satu-satunya obat paling mujarab untuk menyembuhkan kemalasan.
Memperbaiki kemalasan akan terasa ringan dan mudah bila dimulai dari aktivitas dan kreativitas pada hal-hal yang kecil, tetapi konsisten dan disiplin. Dengan begitu, maka kita tidak akan merasa berat. Pemikiran dan perbuatan yang kecil itu jika dilakukan secara konsisten dan disiplin maka akan membantu kita untuk tidak malas dalam melakukan hal-hal yang lebih besar dan lebih besar lagi (hlm. 3).
Setiap orang perlu mengetahui atau mendeteksi, apakah dirinya termasuk pribadi yang malas ataukah tidak. Hal ini penting dilakukan. Alasannya, agar ia dapat mengubah kebiasaan malasnya itu. Agar ke depan menjadi pribadi yang lebih disiplin dan gigih dalam bekerja atau meraih cita-citanya. Sebab, malas termasuk penghambat seseorang dalam meraih apa yang diinginkannya.
Dalam buku dengan latar cover biru terang ini diungkap bahwa kemalasan adalah penyakit yang sebenarnya mudah dikenali. Kalau kita mau jujur pada diri sendiri, mungkin kita akan lebih banyak menemukan indikasi kemalasan tersebut. Hal-hal yang mengindikasikan sebuah kemalasan sebenarnya bisa dilihat dari keseharian kita. Memperhatikan apa yang kita lakukan dalam keseharian akan menunjukkan apakah kita termasuk orang yang pemalas atau tidak.
Berikut ini sederet hal yang ada dalam keseharian kita dan patut dipertanyakan proporsinya untuk mengindikasikan apakah kita pemalas atau tidak pemalas. Pertama, berapa lama kita menonton televisi? Kedua, terlalu banyak nonton atau bermain media sosial. Ketiga, menunda pekerjaan tanpa alasan logis. Keempat, tidak berolahraga karena takut kecapaian. Kelima, tidak memiliki rencana masa depan. Keenam, tidak membaca buku atau tidak menyelesaikan buku yang dibaca (hlm. 62-68).
Secara keseluruhan, buku ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama mengenal malas dan bahayanya, termasuk menguraikan apa saja yang menjadi penyebab rasa malas. Bagian kedua, mengenal diri dan membangun semangat. Bagian ketiga, trik dahsyat hancurkan malas.
Semoga setelah membaca buku, kita semua dapat termotivasi untuk menghilangkan kemalasan dalam diri kita. Yuk, mulai sekarang kita berupaya untuk berhenti menjadi manusia pemalas.
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel A Farewell To Arms: Kisah Tentang Perang, Cinta, dan Kesetiaan
-
Ulasan Film War 2: Aksi Samurai hingga Drama yang Bikin Baper
-
Misteri Raibnya Para Penduduk dalam Buku Spog dan Spiggy di Planet Alotita
-
Ulasan Novel Snoop: Dilema Privasi di Balik Layar Teknologi
-
Ulasan Novel Brownstone: Bahasa, Budaya, dan Kasih yang Menyatukan Keluarga
Terkini
-
Suara Kritis untuk Omnibus Law: Di Balik Janji Manis Ada Kemunduran Hijau
-
Manakah Lore yang Lebih Kaya Antara Lord of the Mysteries dan One Piece?
-
Dari Hutan hingga Laut, Bagaimana Kekayaan Biodiversitas Bisa Jadi Sumber Ekonomi Berkelanjutan?
-
Bagaimana Terobosan Ini Bisa Bikin Tenaga Surya Kini Jadi Energi Termurah?
-
Rilis Trailer, Film Rabbit Trap Bakal Bawa Dev Patel ke Jurang Mimpi Buruk