Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sam Edy
Ilustrasi Buku ‘I Was an Ugly Duckling I Am a Beautiful Swan’ (DocPribadi/ Sam Edy)

Setiap orang terlahir dengan membawa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu juga, setiap orang dikaruniai oleh Tuhan dengan berbagai potensi atau bakat yang bila digali dan dikembangkan, akan menjadi sebuah prestasi yang membanggakan.

Tugas setiap orang adalah berusaha menggali potensi tersebut. Tak perlu kita fokus pada kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri kita. Tak perlu merasa minder dan berkecil hati hanya karena kita berbeda dengan yang lain.

Sebagian orang, saya yakin pernah mendengar sebuah dongeng menarik, Ugly Duckling, yang sarat dengan pembelajaran hidup. Dalam buku ini diungkap secara singkat dongeng klasik dari Hans Christian Andersen, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira akan menjadi “Anak Itik Buruk Rupa”.

Secara singkat, dongeng tersebut mengisahkan seekor itik yang merasa dirinya buruk rupa atau berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki tubuh yang besar, ia juga tak berani terjun ke kolam untuk berenang seperti saudara-saudara lainnya. Ia pun dicemooh oleh mereka.

Menurut Roslina Verauli, M. Psi., penulis buku ini, bila diamati lebih seksama, orang-orang di sekitar kita tidak sedikit yang mengalami kehidupan tidak menyenangkan bak Ugly Duckling. Tersiksa dengan perasaan rendah diri karena merasa “buruk rupa” alias memiliki banyak kelemahan, merasa berbeda dari orang lain, atau merasa tidak ada seorang pun yang menyukainya di dunia ini. Kehidupan seolah-olah seperti sebuah mimpi buruk saja.

BACA JUGA: Mengenal Pandur II, Kendaran Tempur Baru yang Dimiliki oleh TNI

Ugly Duckling di dalam dongeng merasa rendah diri karena ia berbeda dari saudara-saudaranya sesama itik. Bentuk tubuhnya terlalu besar untuk seekor itik dengan warna bulu yang juga berbeda. Kesimpulannya, secara fisik ia terlihat buruk bagi seekor itik.

Tidak hanya fisik, kemampuan berenangnya pun berbeda. Ugly Duckling tidak bisa langsung berenang mengikuti induknya setelah menetas dari telurnya seperti anak-anak itik yang lain. Kekurangan-kekurangan tersebut membuatnya memiliki pikiran-pikiran negatif tentang dirinya (I Was an Ugly Duckling I Am a Beautiful Swan, hlm. 46).

Rendah diri termasuk hal yang mestinya dihilangkan dalam diri kita. Memang butuh proses yang tidak sebentar, terlebih bagi orang-orang yang sejak kecil berada di lingkungan keluarga yang kurang memerhatikan atau mengasihinya. 

Berusaha berpikir positif dan memupuk keyakinan bahwa setiap orang terlahir dengan kelebihan dan kekurangan, dapat menjadi sebuah permulaan untuk membangun rasa percaya diri. Bergaullah dengan orang-orang yang selalu berpikir dan berperilaku positif. 

Selain Ugly Duckling, sosok Beautiful Swan pun menjadi perhatian utama buku terbitan KataKita (2005) ini. Beautiful Swan adalah perumpamaan tentang pribadi yang percaya diri. Rasa percaya diri yang dimaksud di sini mencakup pikiran dan perasaan yang dihayati sebagai landasan tingkah laku ketika seseorang menghargai dan mengembangkan potensi dalam dirinya. Pada dasarnya, setiap orang terlahir dengan potensi “keangsaan” yang indah (I Was an Ugly Duckling I Am a Beautiful Swan, hlm. 19).

Terbitnya buku genre psikologi populer ini sangat menarik dan bagus dijadikan sebagai bacaan bagi keluarga, terutama para remaja agar berusaha memiliki rasa percaya diri dalam dirinya. Tak perlu kita merasa berkecil hati ketika memiliki kekurangan. Karena bila kita mau, ada banyak kelebihan yang bisa kita gali dalam diri kita. Semoga ulasan ini bermanfaat.  

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy