Bagi penikmat kegiatan wisata, istilah ekowisata mungkin terlihat familiar. Hal ini lantaran penggunaan istilah ekowisata beberapa kali digunakan pengelola untuk mem-branding destinasi wisata berbasis alam. Menariknya adalah label ekowisata saat ini sepertinya mulai terikat dengan kawasan wisata berbasis alam, diantaranya kawasan bahari, hutan pinus, atau sekedar taman wisata alam di tengah kota.
Sebenarnya niat pengelola memang baik, seperti memberikan istilah baru bagi pegiat wisata alam. Akan tetapi, hal seperti ini apabila dibiarkan berlanjut justru akan berimbas kepada ketidakpuasan pengunjung. Maka sebelum memutuskan untuk merencanakan perjalanan wisata, ada baiknya dulu kita kenali perbedaan ekowisata dan wisata alam yang kerap menuai kebingungan pengunjung.
Sistem Kunjungan Terbatas
Hal pertama yang perlu diperhatikan ketika mengunjungi destinasi wisata dengan label ekowisata adalah bagaimana mekanisme kunjungan yang berlaku. Sebab, ekowisata merupakan aktivitas wisata yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Sehingga segala bentuk kunjungan massal seharusnya tidak diperkenankan oleh pengelola.
Pembatasan jumlah kunjungan dilakukan untuk mengendalikan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas wisata. Termasuk mempermudah pengelola untuk mengendalikan jumlah sampah, kerusakan ekosistem, atau bahkan terusiknya beberapa habitat yang ada di kawasan wisata.
Tanggung Jawab Konservasi
Organisasi pariwisata internasional (WTO) melalui UNEP/WTO 2002 merilis lima kriteria ekowisata, diantaranya adalah minimal impact management, contribution to conservation, nature-based product, contribution to community, terakhir environmental education.
Artinya, ekowisata memiliki tanggung jawab terhadap konservasi lingkungan. Poin ini sangat berbeda dengan wisata alam yang umumnya tidak memiliki kawasan konservasi. Contoh konservasi yang sebenarnya cukup familiar dan kerap ditawarkan oleh destinasi wisata berbasis ekowisata adalah kawasan taman nasional.
Berbanding terbalik, wisata alam hanya akan menawarkan berbagai kegiatan wisata di alam. Biasanya pihak pengelola akan memberi atraksi tambahan yang berbau petualangan (adventure).
Edukasi Sekaligus Rekreasi
Pada dasarnya, ekowisata merupakan sarana edukasi sekaligus rekreasi yang disediakan untuk berinteraksi dengan ekosistem alam dan segala hal yang membentuknya. Sebagaimana halnya Taman Nasional Baluran yang menerapkan sistem tata kelola zonasi. Artinya, kawasan juga diperuntukkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, budidaya, dan rekreasi.
Demikian pengunjung kawasan ekowisata akan dibekali pengetahuan mengenai tata kelola ekosistem alam yang hidup dalam kawasan oleh seorang tour guide.
Pada hakikatnya, tidak semua wisata alam dapat dilabeli sebagai ekowisata. Akan tetapi dalam praktiknya memang masih banyak label ekowisata untuk kawasan wisata berbasis alam. Meskipun demikian, sebagai pengunjung perlu melakukan antisipasi sebelum pada akhirnya kecewa lantaran tidak sesuai ekspektasi yang diharapkan.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Ranu Klakah, Objek Wisata Alam Berlatar Gunung Lemongan yang Indah
-
Menikmati Pesona Lautan Awan Puncak B29 Lumajang, Dijamin Gak Mau Pulang!
-
Taiwan Jadi Destinasi Incaran Wisatawan Indonesia, Kini Sudah Ramah Muslim!
-
Bersih Bajo Ajak Masyarkat Bangun Ekosistem Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Labuan Bajo
-
Meriah! Tuah Keramat Bukit Embun Inhu Juarai Even Pacu Jalur Nasional 2023
Ulasan
-
Review Film Mama: Pesan dari Neraka, Horor Digital yang Bikin Parno!
-
Review Film Sukma: Rahasia Gaib di Balik Obsesi Awet Muda!
-
Review Film The Exit 8: Ketakutan Nyata di Lorong Stasiun yang Misterius
-
Membaca Ulang Kepada Uang: Puisi tentang Sederhana yang Tak Pernah Sederhana
-
Review Film Siccin 8: Atmosfer Mencekam yang Gak Bisa Ditolak!
Terkini
-
4 Daily Style Jenna Ortega, OOTD Kasual hingga Formal yang Wajib Dicoba!
-
Blak-blakan Mahfud MD: Sebut Nadiem Makarim Orang Bersih Tapi Tak Paham Birokrasi
-
Wajah Korupsi Indonesia 2025: Dari Chromebook, Pertamina, hingga Kuota Haji
-
Main Futsal: Saat Laki-Laki Nggak Takut Tunjukin Perasaan
-
Nongkrong di Kalangan Mahasiswa: Lebih dari Sekadar Kumpul