Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Hafsah Azzahra
Anatomi Perasaan Ibu (Instagram/pratistaputri)

Saya rasa, Anatomi Perasaan Ibu harus menjadi buku wajib yang dibaca semua orang. Terlepas ia sudah atau belum menikah, baik laki-laki maupun wanita.

Anatomi Perasaan Ibu membuat saya menyelami lebih dekat bagaimana proses menjadi ibu yang ternyata memang sangat komplek. Mulai dari menikah, hamil, melahirkan, dan menjadi ibu.

Buku karangan Shopia Mega ini membuat saya bisa lebih mengenali emosi dalam diri karena ia banyak berkonsultasi dengan psikolog dalam proses pembuatan buku ini. Namun semuanya dikemas secara sederhana dengan pendekatan sehari-hari.

Seperti misalnya, mengapa ibu mudah marah?

Setelah menelusuri emosi negatif yang kerap kali muncul ini, ternyata ibu mudah sekali marah karena takut dicap ‘gagal’.

Komentar orang lain sering kali dianggap sebagai serangan sehingga mudah sekali tersulut emosinya. Padahal, tidak semua komentar orang lain itu buruk.

Anatomi Perasaan Ibu membuat saya benar-benar berpikir bagaimana cara untuk mengalihkan emosi berupa amarah yang biasanya sangat mudah terpancing, menjadi sesuatu yang lebih positif.

Tanpa sadar, perasaan tersudutkan, takut gagal, dan kurangnya pengetahuan, membuat ibu bahkan tega menyakiti anaknya. Misalnya, saat anak susah makan, tidak mau belajar, tidak mau tidur siang, dan lain sebagainya, tak jarang ibu membentak bahkan berperilaku kasar.

Padahal, pendidikan seperti ini akan membuat anak stres, tertekan, frustasi, dan merasa tidak dihargai. Sebaliknya, melakukan pendekatan pada anak dan kelembutan akan membuat ikatan antara ibu dan anak semakin kuat sehingga membuat anak lebih nyaman untuk melakukan semuanya.

Menjadi ibu memang tidak mudah, tapi bukan berarti kita tidak mampu. Hal lain yang saya suka dari buku ini adalah adanya pendekatan secara Islami. Kutipan-kutipannya pun membuat saya kembali berpikir dan banyak refleksi diri.

Akhirnya saya sadar, bahwa hal paling penting yang dibutuhkan seorang ibu hamil sesaat sebelum persalinannya adalah keyakinan bahwa ia bisa menjadi ibu.

Penulis juga membuat saya mengerti makna hari ibu yang baru kita rayakan pada 22 Desember kemarin. Bahwa semua peran perlu libur. Meminta libur tidaklah egois karena ini adalah tindakan untuk memenuhi hak tubuh.

Hafsah Azzahra