Saya rasa, Anatomi Perasaan Ibu harus menjadi buku wajib yang dibaca semua orang. Terlepas ia sudah atau belum menikah, baik laki-laki maupun wanita.
Anatomi Perasaan Ibu membuat saya menyelami lebih dekat bagaimana proses menjadi ibu yang ternyata memang sangat komplek. Mulai dari menikah, hamil, melahirkan, dan menjadi ibu.
Buku karangan Shopia Mega ini membuat saya bisa lebih mengenali emosi dalam diri karena ia banyak berkonsultasi dengan psikolog dalam proses pembuatan buku ini. Namun semuanya dikemas secara sederhana dengan pendekatan sehari-hari.
Seperti misalnya, mengapa ibu mudah marah?
Setelah menelusuri emosi negatif yang kerap kali muncul ini, ternyata ibu mudah sekali marah karena takut dicap ‘gagal’.
Komentar orang lain sering kali dianggap sebagai serangan sehingga mudah sekali tersulut emosinya. Padahal, tidak semua komentar orang lain itu buruk.
Anatomi Perasaan Ibu membuat saya benar-benar berpikir bagaimana cara untuk mengalihkan emosi berupa amarah yang biasanya sangat mudah terpancing, menjadi sesuatu yang lebih positif.
Tanpa sadar, perasaan tersudutkan, takut gagal, dan kurangnya pengetahuan, membuat ibu bahkan tega menyakiti anaknya. Misalnya, saat anak susah makan, tidak mau belajar, tidak mau tidur siang, dan lain sebagainya, tak jarang ibu membentak bahkan berperilaku kasar.
Padahal, pendidikan seperti ini akan membuat anak stres, tertekan, frustasi, dan merasa tidak dihargai. Sebaliknya, melakukan pendekatan pada anak dan kelembutan akan membuat ikatan antara ibu dan anak semakin kuat sehingga membuat anak lebih nyaman untuk melakukan semuanya.
Menjadi ibu memang tidak mudah, tapi bukan berarti kita tidak mampu. Hal lain yang saya suka dari buku ini adalah adanya pendekatan secara Islami. Kutipan-kutipannya pun membuat saya kembali berpikir dan banyak refleksi diri.
Akhirnya saya sadar, bahwa hal paling penting yang dibutuhkan seorang ibu hamil sesaat sebelum persalinannya adalah keyakinan bahwa ia bisa menjadi ibu.
Penulis juga membuat saya mengerti makna hari ibu yang baru kita rayakan pada 22 Desember kemarin. Bahwa semua peran perlu libur. Meminta libur tidaklah egois karena ini adalah tindakan untuk memenuhi hak tubuh.
Baca Juga
-
Tak Hanya Sesama Teman, Saat Guru dan Dosen Juga Jadi Pelaku Bully
-
Kisah Relawan Kebersihan di Pesisir Pantai Lombok
-
Viral Tumbler KAI: Bahaya Curhat di Medsos Bagi Karier Diri dan Orang Lain
-
Ricuh Suporter Bola hingga War Kpopers, Saat Hobi Tak Lagi Terasa Nyaman
-
Budaya Titip Absen: PR Besar Guru Bagi Pendidikan Bangsa
Artikel Terkait
Ulasan
-
Lebih dari Sekadar Sensasi: 5 Film Romansa Dewasa dengan Cerita Mendalam
-
Review Buku Walau Jomblo Tetap Produktif: Menjadi Single Berkualitas dan Berprestasi
-
Kontroversial dan Bikin Naik Darah! Film Ozora Sukses Mengaduk Emosi
-
Ulasan Buku "What i Ate in One Year", Kuliner Dunia Yang Menakjubkan
-
Review Film Now You See Me: Now You Don't, Kritik Tajam ke Dunia Korup
Terkini
-
SEA Games 2025 dan Skuat Mewah Indonesia yang Tersia-Siakan Potensi Terbaiknya
-
Rilis Trailer, Aang Cs Bertemu Toph di Avatar: The Last Airbender Season 2
-
Belajar dari Era STY, PSSI Sebaiknya Tak Hanya Fokus pada Pelatih Belanda
-
Advan Macha Resmi Rilis, HP dengan Chipset Dimensity 7060 Pertama di Indonesia
-
Timnas U-22 Terancam Gagal ke Semifinal, Nova Arianto Berikan Motivasi Kuat