Iwan Fals merupakan seorang penyanyi, musisi, pencipta lagu, dan kritikus yang telah menjadi salah satu legenda di Indonesia.
Banyak lagu Iwan Fals yang selalu menyelipkan aspirasi kritik-kritik sosial kepada pemerintah. Apalagi lirik yang digunakan Iwan Fals sesuai dengan realita yang ada.
Salah satu lagu Iwan Fals yang berhasil mencuri banyak perhatian Masyarakat berjudul, Tikus-Tikus Kantor. Lagu tersebut dimuat dalam album Ethiopia yang dirilis pada tahun 1993.
Jika kita mendengarkan lagunya, di awal kita sudah disugukan oleh kata-kata seperti, “Kisah usang tikus-tikus kantor”, hal tersebut dapat diartikan sebagai persoalan korupsi yang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, sebuah berita lama yang sebenarnya sudah terjadi sejak dulu.
Kata “Tikus-tikus kantor” tersebut dapat difilosofikan sebagai orang-orang yang bekerja pada sebuah Lembaga pemerintah, negara, maupun swasta. Seekor “tikus” ini bisa diartikan sebagai seorang koruptor.
Kata tikus dalam hal ini digunakan sebagai pembanding karena tikus adalah binatang yang rakus dan menjijikkan. Sedangkan koruptor adalah seseorang yang dengan sengaja mengambil atau menggelapkan uang.
Selanjutnya, kalau tidak salah pada larik ke-4 berbunyi, “Yang suka ingkar janji lalu sembunyi”. Hal ini sangat jelas memberikan gambaran yang eksplisit bahwa para koruptor hanya senang berkampanye untuk menarik perhatian masyarakat dan memberikan janji-janji palsu yang tidak di tepati.
Biasanya ketika mereka sudah mendapatkan apa yang diinginkannya mereka seolah tutup mata dan telinga, hilang dan tidak peduli lagi.
Kemudian pada lariknya yang berbunyi, “Dibalik meja teman sekerja” bisa dimaknai dengan persembunyian mereka yang berlindung di balik temannya yang bisa melindunginya dari hukum yang ada. Misalnya, mereka menyuap jaksa/ polisi untuk menutupi kasusnya.
Selain hewan tikus, Iwan Fals juga menggunakan salah satu hewan yang tingkahnya manis dan lucu, yaitu kucing. Pada larik ketujuh berbunyi, “kucing datang cepat ganti muka”.
“Kucing” disini dapat dimaknai dengan orang-orang penegak hukum seperti kpk, polisi, jaksa. Mereka cepat-cepat berlagak kembali menjadi seorang pejabat
Dan yang menarik juga pada lariknya yang berbunyi. “Rakus,rakus, bukan kepalang”, dapat diartikan sebagai korupsi yang mereka lakukan sudah mencapai tingkat yang berlebihan.
Iwan Fals mencoba menyampaikan bahwa para koruptor di negeri ini tidak akan bisa merasa puas, bahkan lebih berani untuk mengambil jumlah yang tidak tanggung-tanggung.
Dan hal itu dipertegas dengan lariknya yang berbunyi, “Otak tikus memang bukan otak udang”, di mana hal tersebut mengiaskan bahwa Tikus atau koruptor ini begitu luar biasa cerdik dalam melakukan tindakannya untuk menggelapkan uang negara, tidak seperti otak udang yang berarti bodoh atau tidak pandai dalam mengatur strategi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Stop Barter Kuno! Permen Bukan Mata Uang Wahai Para Tukang Fotokopi
-
Kesejahteraan atau Keterasingan? Gen Z dan Paradoks di Tengah Badai Digital
-
Dua Sisi Mata Uang Asmara Kampus: Antara Support System dan Pembatal Mimpi
-
Kalau Nggak Upload Instagram, Liburannya Nggak Sah?
-
Gen Z Lebih Pilih Sehat Mental Dibanding IPK Cumlaude, Salahkah?
Artikel Terkait
Ulasan
-
Relate Banget! Novel Berpayung Tuhan tentang Luka, Hidup, dan Penyesalan
-
4 Kegiatan Seru yang Bisa Kamu Lakukan di Jabal Magnet!
-
Novel Ice Flower: Belajar Hangat dari Dunia yang Dingin
-
Novel Dia yang Lebih Pantas Menjagamu: Belajar Menjaga Hati dan Batasan
-
Review Series House of Guinness: Skandal dan Sejarah yang Sayang Dilewatkan
Terkini
-
Sea Games 2025: Menanti Kembali Tuah Indra Sjafri di Kompetisi Level ASEAN
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Effortlessly Feminine! 4 Padu Padan OOTD ala Mina TWICE yang Bisa Kamu Tiru
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?
-
Tutup Pintu untuk Shin Tae-yong, PSSI Justru Perburuk Citra Sendiri!