Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Athar Farha
Poster Film Dirty Vote (YouTube/Dirty Vote)

Film Dokumenter berjudul Dirty Vote mengambil panggung di tengah politik yang lagi panas dengan penuh keberanian, yang mana, mempertontonkan ke penonton seluruh penjuru negeri terkait sorotan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, yang pernah membuat Film Sexy Killer—film yang juga cenderung bikin panas lingkup pemerintahan. Dengan durasi 1 jam 57 menit, "Dirty Vote” pada akhirnya, berusaha memandu penonton melalui labirin dugaan kecurangan, dengan berbagai penjelasan dari tiga ahli hukum tata negara: Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Bivitri Susanti, tampak cukup menarik perhatian dengan memberikan argumentasi panjang lebar terkait upaya membangkitkan kesadaran masyarakat akan kecurangan pemilu yang luar biasa, sehingga dampaknya bisa membawa Pemilu 2024 ke tingkat serius yang nggak boleh diabaikan.

Popularitas Film Dokumenter Dirty Vote yang tayang eksklusif di YouTube, melonjak berjuta-juta view, akan tetapi, entah mengapa, mendadak keberadaan film ini sulit dicari.

Beruntungnya, aku sudah menonton full. Dari sulit dicari inilah, antusiasme masyarakat jadi semakin berkobar, membuatnya jadi trending di media sosial.

Hal paling krusial yang dibahas dari "Dirty Vote", terkait menggali dugaan kecurangan dari setiap pasangan calon Pemilu 2024, ditambah menyentuh isu bansos sebagai alat politik, lalu membahas pernyataan kontroversial Presiden Jokowi, juga pembahasan terkait potensi kecurangan perangkat desa.

Namun, lebih dari itu, kritik tajam lebih banyak ditujukan kepada paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Sutradara Dandhy Dwi Laksono mempertahankan gaya sinematik provokatifnya, membuat film ini bukan hanya tontonan sepintas berita semata, tetapi juga pemicu pembicaraan sosial.

Peran ahli hukum tata negara di dalam filmnya, memberikan dimensi keilmuan masing-masing, yang mana, memberikan bobot pada argumen yang diusung dalam film. 

"Dirty Vote" bukan sekadar karya sinematik, tetapi juga medium yang menghadirkan pesan moral tajam mengenai politik dan kejujuran pemilu.

Film ini membangunkan kesadaran kita tentang pentingnya partisipasi aktif dalam demokrasi dan kewaspadaan terhadap dugaan kecurangan.

Terkait bahaya politik yang menggunakan bansos sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi. Melalui narasi yang kuat, penonton diajak untuk merenung tentang betapa vitalnya memastikan distribusi bantuan sosial sesuai dengan tujuan aslinya, yakni membantu mereka yang membutuhkan.

Itu mengingatkan kita untuk memahami bahwa kesejahteraan masyarakat nggak boleh menjadi taruhan politik yang kotor.

"Dirty Vote" juga menggambarkan kekuatan kata-kata dan dampaknya pada opini publik. Pernyataan kontroversial dari tokoh-tokoh politik utama menggarisbawahi betapa pentingnya integritas dan kejujuran dalam berkomunikasi.

Film ini juga mengingatkan kita tentang risiko manipulasi dalam tingkat lokal, seperti potensi kecurangan perangkat desa. Dengan memberikan sorotan pada tingkat basis ini, tentunya, diharapkan sebuah kesadaran, bahwa setiap suara dan setiap tindakan memiliki dampak besar terhadap integritas pemilihan umum.

Pada akhirnya, "Dirty Vote" merangkum pesannya dengan mengajak penonton untuk bersikap kritis, mempertanyakan, dan nggak membiarkan kecurangan menjadi bagian dari norma demokrasi.

Film ini merayakan kekuatan rakyat dalam mendorong perubahan positif dan menegaskan bahwa melalui kepedulian dan kebersamaan, masyarakat Indonesia dapat membentuk masa depan politik yang lebih adil dan transparan. Kamu yakin nggak mau tahu banyak film ini? Tonton, deh!

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Athar Farha