Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Foto Film Cloverfield (IMDb)

Film "Cloverfield" yang dirilis pada tahun 2008 rupanya menyuguhkan pengalaman yang segar (pada kala itu), juga menegangkan dalam genre sci-fi dan rentetan aksi kemunculan monster. Disutradarai oleh Matt Reeves dan diproduseri oleh J.J. Abrams, film ini rupanya  memadukan elemen found footage dengan kisah monster yang menggemparkan. 

Para bintang yang terlibat di antaranya: Michael Stahl-David sebagai Rob Hawkins, lalu ada T. J. Miller sebagai Hudson, kemudian Jessica Lucas yang mengambil peran Lily Ford, terus Odette Yustman menjadi Beth. Nggak lupa juga ada Lizzy Caplan sebagai Marlena, terus si Mike Vogel sebagai Jason Hawkins. 

Plot "Cloverfield" mengikuti sekelompok kawan yang berusaha bertahan hidup dan menyelamatkan diri maupun menyelamatkan orang yang mereka cintai, di tengah-tengah kekacauan akibat munculnya monster raksasa. Ketegangan terus meningkat seiring dengan kemunculan monster misterius dan serangan yang nggak terduga. 

Ulasan:

Dalam ulasan ini aku akan membahas aspek yang membuat "Cloverfield" tampak begitu menonjol dan unik. Yaitu atas pendekatannya pada genre found footage. Film ini dibuat seolah-olah direkam oleh karakter dalam cerita. Teknik demikian memberikan nuansa realisme yang kuat dan bikin yang nonton kayak terlibat langsung dalam kejadian yang sedang berlangsung. 

Seandainya ini bukan film tentang monster, mungkin setiap kejadian dalam film akan dianggap rekaman nyata. Bisa jadi begitu, ya. Karena memang, found Footage, seringnya berhasil mengaburkan hal-hal fiksi menjadi kayak kenyataan. Melalui sudut pandang kamera yang bergerak-goyang dan adegan yang kadang-kadang terpotong-potong, aku jadi ikutan ngeri dan penasaran dengan nasib-nasib para tokohnya di tengah kekacauan yang terjadi oleh serangan monster di kota New York.

Ada hal lain yang bikin "Cloverfield" begitu menarik. Ini terkait desain monsternya yang tampak misterius. Monster itu, jelas dirancang dengan detail yang mengintimidasi, terutama pada setiap gerakan. Keberadaannya yang misterius dan kekuatan dahsyatnya menciptakan rasa ancaman yang konstan. 

Penting juga membahas penggunaan efek khusus yang berhasil membuat atmosfernya tampak gelap dan suram. Suasana yang tercipta jadi begitu intens dan mencekam. Bahkan detail dari set yang hancur dan pemandangan kota yang berantakan, itu berhasil banget menyampaikan dampak kehancurannya. 

Namun, sayangnya "Cloverfield" nggak menawarkan kedalaman karakter yang dalam, juga plotnya B-ajah! Biarpun begitu, keputusan untuk memfokuskan pada aksi dan ketegangan tanpa terlalu banyak cerita sampingan bikin film ini punya arah yang jelas dan membuatnya tetap tegang sepanjang durasi.

Oh, iya, nggak perlu nuntut lebih pada film ini terkait latar belakang monster yang sangat kurang digali. Benar, memang sepanjang durasi bergulir, hampir nggak ada informasi yang memuaskan terkait si monster, selain asal monster yang jatuh dari langit dan lalu memporak-porandakan kota. 

Inilah impresi yang kurasakan sepanjang nonton. Jadi, jika kamu sudah menontonnya dan punya rasa juga pandangan yang berbeda denganku, itu sama sekali nggak menjadi masalah. Karena apa? Perbedaan cara kita merasa dan sedalam apa impresi yang kita dapatkan setelah nonton film, itu tetap tergantung dari selera dan standar kepuasan masing-masing. 

Maka, secara subjektif, skor dariku: 7/10. Bila kamu belum nonton film ini, kamu bisa memasukkan judul film ini dalam list daftar tontonmu. Selamat menonton, ya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Athar Farha