Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rie Kusuma
Cover Tiga Manula Jalan-Jalan ke Selatan Jawa.[Dok. Ipusnas]

Tiga Manula Jalan-Jalan ke Selatan Jawa merupakan lanjutan dari serial sebelumnya, Tiga Manula Jalan-Jalan ke Pantura. Buku komik garapan dari Benny Rachmadi ini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia di tahun 2013

Sedikit kilas balik, di serial sebelumnya, Trio Manula yang terdiri dari Mbah Waluyo, Engkong Sanip, dan Koh Liem, hendak mengantarkan Mbah Waluyo mudik, karena beliau mendadak kangen kampung halaman.

Tapi, Mbah Waluyo yang sudah sepuh seperti dua rekannya tersebut, lupa di mana letak kampung kelahirannya. Dia cuma ingat kalau nama desanya, Tingal.

Kisah mereka yang ngetrip sampai Pantura dan belum menemukan Desa Tingal, dilanjutkan di buku kedua ini. Koh Liem mengusulkan agar mereka balik ke Jakarta, tapi dengan melalui Jalur Selatan. Siapa tahu dalam perjalanan nanti ketemu dengan Desa Tingal.

Selama dalam perjalanan, ketiga orang kakek nyentrik ini tak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka sekalian mampir di kota-kota yang dilewati untuk berziarah ke makam para mantan presiden. Seperti ke makam Gus Dur di Jombang, makam Bung Karno di Blitar, sampai ke makam Pak Harto di Astana Giribangun, Karanganyar.

Selain berziarah, mereka pun tak luput mengunjungi destinasi wisata dan mencoba aneka kuliner di setiap kota. Kelakuan tiga kakek yang kadang absurd, gokil, plus celetukan konyol mereka di sepanjang perjalanan, dijamin akan mengocok perut pembaca.

Seperti ketika para kakek nongkrong di angkringan Yogya dan mencoba Kopi Joss. Adegan Mbah Waluyo mengisap arang di atas kopi seperti menyesap es batu, bikin saya nyengir geli karena sambil membayangkan gigi palsu Mbah Waluyo.

Hal yang lucu juga menimpa Koh Liem ketika tangannya nyangkut di stupa Borobudur, yang dia lakukan karena, konon, jika menyentuh tumit patung budha dalam stupa maka cita-cita akan tercapai. “Sudah tua, kok, masih mikirin cita-cita,” kata Mbah Waluyo.

Di Borobudur, Mbah Waluyo sempat bilang ke Engkong Sanip, kalau waktu kecil dia sering main petak umpet di sana. Lalu Engkong Sanip nyeletuk, “Itu artinya Desa Tingal yang kita cari ada di dekat sini, Wal!”

Tapi, Mbah Waluyo malah ngeledek sahabatnya itu, “Gimana kamu bisa tahu, wong kamu baru pertama kali ke Borobudur. Sok tau!” Ya ampun, ngakak banget.

Di sepanjang buku komik dengan goresan ciamik setebal 108 halaman ini, pembaca juga akan bertambah pengetahuannya dengan info kuliner khas tiap kota, mulai dari selat solo, sate kere, gudeg, sate klathak, sampai nasi tutug oncom, dodol garut, dan es goyobod.

Selain itu, komik dwi warna garapan kartunis Benny Rachmadi yang beken dengan komik strip Benny & Mice ini, juga bertabur tips-tips seputar ngetrip, mitos-mitos di tanah Jawa, juga disertai bonus sejumlah sketsa di akhir cerita.

Semua karakter tokohnya begitu kuat. Mulai dari Koh Liem yang jagoan nyetir dan kelihatan paling kaya (karena selalu traktir dua kakek lainnya), Engkong Sanip yang asli Betawi dan nggak suka makanan manis, dan pastinya Mbah Waluyo yang polos dan paling pikun di antara teman-temannya (soalnya sampai lupa kampung sendiri).

Perpaduan antara humor segar, destinasi wisata, sejarah, info kuliner, berhasil menghadirkan komik yang tak hanya kocak dan menghibur, tapi juga sangat informatif.

Lalu, apakah ketiga kakek nyentrik ini berhasil menemukan Desa Tingal? Jawabannya bisa kalian dapatkan di komik Tiga Manula Jalan-Jalan ke Selatan Jawa.

Rie Kusuma