Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Azizah Amatullah
Trilogi Komik H20 Reborn (Facebook H20 Reborn)

Saya baru saja menamatkan salah satu komik favorit saya, H20 Reborn Trilogy, untuk ketiga kalinya. Meskipun alur komik lokal karya Sweta Kartika ini tidak lagi baru untuk ingatan saya, tak bisa dipungkiri saya masih menangisi akhir kisah Hans, Sita, Rama, dan kawan-kawan. Akhir cerita yang membuat saya menarik napas panjang dan mulai bertanya-tanya tentang makna kehidupan. Saya tahu, H20 Reborn adalah komik yang akan saya akan terus baca berulang-ulang.

H20 Reborn pertama kali dirilis versi web oleh studio Kolam Komik yang diproduseri oleh Pandji Pragiwaksono. Kemudian, komik ini dicetak massal pada 2016 dalam tiga buku. Ketiga volume ini awalnya hadir beserta CD musik pengiring, di tahun-tahun tersebut memang banyak buku yang melampirkan audio tambahan. Baru kemudian omnibus dari ketiga buku tersebut diluncurkan pada Mei 2024 lalu, memberikan kesempatan bagi penggemar baru untuk menyelami cerita ini dalam satu volume.

Kisahnya berlatar pada masa manusia di bumi mulai menggunakan robot–disebut sebagai garda–dan kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Teknologi yang maju memungkinkan manusia menggunakan AI dalam segala aspek kehidupan, mulai dari industri, robot peliharaan, hingga membersamai tim kepolisian negara. Sistem robotika ini dipusatkan dalam sebuah server besar menara RVN–Rahvana, yang dikendalikan oleh 10 satelit luar angkasa.

Komik ini dibuka dengan adegan fighting bot, sebuah pertandingan adu robot ilegal. Para pemilik robot menghadiri arena dan saling mengadu robot-robot rakitan yang dikendalikan kontroler di tangan mereka, Adegan ini langsung mengingatkan saya pada film animasi Big Hero 6 yang dimulai dengan adegan serupa. Namun H20 Reborn mengemas konflik cerita sosial yang jauh lebih dewasa dan kompleks dibanding peraih film animasi terbaik Academy Awards 2015 tersebut.

Pembukaan ini kemudian mengantarkan pembaca kepada pengenalan beberapa tokoh dan konfliknya masing-masing. Ada Rajit, seorang anak punk dan robot rakitan berkepala tiga kebanggaannya, Opsir Dru dan ikatan emosional dengan rekan robot kepolisian, Profesor Laksamana sebagai pencipta Rahvana, dan tentu saja hubungan Sita dan ayahnya, Profesor Rama.

Hans, robot prototipe dari protokol H20 yang diciptakan Profesor Rama, menjadi pemicu konflik utama. H20 adalah mesin humanoid yang awalnya dikembangkan untuk merawat bayi, namun Profesor Rama memodifikasinya menjadi robot untuk disabilitas demi menemani Sita, putrinya yang tunanetra, selama dia sibuk bekerja.

Hans merupakan puncak riset Rama, ia berhasil menciptakan robot dengan kecerdasan buatan yang bisa berkembang melampaui sistem protokol. Namun, keberhasilan ini justru memicu masalah baru—Rahvana, dengan emosi yang diimitasi dari Profesor Laksamana, merasakan kecemburuan terhadap Hans yang dianggap lebih unggul oleh penciptanya.

Ramayana dalam Versi Futuristik

Salah satu hal menarik dalam H20 Reborn adalah inspirasi dari kisah epik Ramayana, yang tampak jelas dari nama-nama karakternya. Rahvana (Rahwana) yang kemudian menculik Sita (Dewi Sinta) dari Rama, dan kehadiran Hans–yang dalam pengembangannya disebut juga sebagai Hanoman–sebagai penyelamat Sita.

Penamaan karakter dan tempat, seperti Bumi Alengka, juga menambah kesan epik Ramayana versi futuristik. Kemudian juga ada sahabat Sita, Anggara Yodha, dan androidnya, Anila, merepresentasikan Anggada dan Anila dalam versi modern.

Gaya seni Sweta Kartika adalah daya tarik yang tak bisa dipungkiri. Gambarnya yang penuh coretan dan mendetail membuat robot-robot dalam H20 Reborn terlihat makin futuristik dan tangguh. Namun, di sisi lain, detail yang rumit ini membuat beberapa panel terasa padat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk dicermati.

Selain itu, sebagai komik dengan genre fiksi ilmiah, ada beberapa istilah teknologi yang tidak bisa langsung saya pahami. Penjelasan mengenai sistem robotik dan AI, terkadang membuat saya harus membacanya dua kali. Namun ini tidak menjadi pengganggu dalam menikmati keseluruhan kisah petulangan Hans.

Akhir cerita H20 Reborn menjadi bagian favorit saya. Pertarungan antara Hanoman dan Rahvana tidak hanya spektakuler secara visual, tetapi juga menggambarkan konflik batin antara karakter-karakter utama, seperti hubungan anak-ayah antara Sita dengan Rama, Rajit dengan jiwa punk-nya, juga Rahvana dengan emosinya sendiri. Komik ini berhasil ditutup dengan cara hangat dan memuaskan.

Sebagai penggemar karya-karya Sweta Kartika, saya tidak merasa terlalu berlebihan dalam mengulas komik ini. H20 Reborn adalah salah satu karya yang menawarkan perpaduan cerita futuristik, nilai-nilai tradisional, dan emosi yang mendalam, menjadikannya salah satu trilogi yang patut dikenang dalam dunia komik Indonesia.

Azizah Amatullah