Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Poster Film Kupu-Kupu Kertas (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)

Setelah tayang dan turun layar hanya dalam hitungan hari, Film Kupu-Kupu Kertas yang disutradarai Emil Heradi dan diproduksi Denny Siregar Production serta Maxima Pictures, kembali hadir di bioskop sejak 26 September 2024. Tentunya, menayangkan ulang merupakan keputusan tepat, melihat atensi penonton kala itu masih tinggi-tingginya. 

Sinopsis Film Kupu-Kupu Kertas

Film Kupu-Kupu Kertas akan membawamu di latar Banyuwangi tahun 1965—masa yang penuh gejolak politik dan konflik sosial di Indonesia. Dan kamu akan diperlihatkan sosok Ning (Amanda Manopo) perawat dari keluarga simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di sisi lain, ada Ihsan (Chicco Kurniawan), kekasih Ning, berasal dari keluarga aktivis Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), bagian dari Nahdlatul Ulama (NU), yang saat itu terlibat dalam konflik dengan PKI.

Kisah cinta mereka berada di tengah-tengah ketegangan politik yang semakin memanas. Ayah Ning, Rekoso (Iwa K), adalah tokoh berpengaruh di komunitasnya yang terlibat dalam sengketa perebutan lahan. Dalam upaya mempertahankan pengaruhnya, Rekoso melibatkan Busok (Reza Arap), tangan kanannya yang diam-diam mencintai Ning. 

Konflik semakin memuncak ketika Rekoso dan kelompoknya menyerang sekelompok pemuda GP Ansor, termasuk kakak Ihsan, Rasjid. Aksi kekerasan itu menyebabkan pertumpahan darah yang nggak terhindarkan, dan keluarga Ihsan merencanakan serangan balasan terhadap PKI. Ning dan Ihsan pun terjebak di antara dua pilihan sulit: Tetap setia pada keluarga atau mempertahankan cinta mereka di tengah situasi mencekam.

Semenarik itu memang kisah Film Kupu-Kupu Kertas. Namun, nggak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna. Lanjut bila kamu mau tahu detailnya. 

Konflik Politik yang Lebih Dominan

Jujur saja Film Kupu-Kupu Kertas konflik politiknya sangat keras dan dalam, begitu lantang memperlihatkan ketegangan sosial antara dua ideologi besar yang mencabik-cabik masyarakat Indonesia pada masa itu. Keputusan memasukkan unsur itu, membuat film jadi relevan secara historis dan memberikan wawasan tentang bagaimana politik memengaruhi kehidupan masyarakat kala itu. Namun, dominasinya membuat pengembangan karakter dan hubungan romantis antara Ning dan Ihsan seolah tersisihkan. 

Bila kamu datang buat nonton dengan ekspektasi bakal ada romansa manis, bikin senyum-senyum, penuh emosi, dan bakal bikin dirimu baper, Film Kupu-Kupu kertas nggak sampai segitunya ya. Kisah tentang cinta mereka tenggelam di bawah beratnya narasi politik. Konflik keluarga Ning dan Ihsan yang berakar dari afiliasi politik justru lebih banyak sorotan. 

Pendekatan Hubungan Cinta yang Terasa Prematur

Biasanya, dalam banyak film romantis, perkembangan hubungan cinta seringnya diberikan ruang untuk tumbuh senatural mungkin dan berkembang seindahnya. Sayangnya, dalam Film Kupu-Kupu Kertas, hubungan cinta Ning dan Ihsan terjadi dalam kurun waktu singkat. Dan hal ini ‘bisa jadi’ akan bikin kamu kurang terhubung dengan perasaan dan emosi mereka, seperti apa yang kurasakan. 

Plot percintaan Ning dan Ihsan cenderung cuma tempelan, alih-alih sebagai pusat cerita itu sendiri. Dan itu membuat, momen-momen yang seharusnya klimaks dan emosional dari kisah cintanya, justru terasa ‘B aja’.

Romansa Kurang Dieksplor

Bahkan film ini juga gagal memberikan adegan-adegan romantis yang ‘terus terngiang’. Chemistry antara Amanda Manopo (Ning) dan Chicco Kurniawan (Ihsan) sebenarnya sudah bagus, tapi mungkin karena skrip yang fokusnya ke politik, jadinya ikatan emosional karakter yang mereka bawakan kurang kuat. Yang jelas, pendekatan naratif kurang seimbang itu, membuat romansa di film terasa ‘nempel doang’, bukan inti. 

Pada akhirnya, keputusan menonton ada padamu. Tentunya, bagus nggaknya sebuah film, tergantung selera dan seberapa banyak perbendaharaan film yang kita tonton. Selamat nonton ya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Athar Farha