Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rosalina Omega
96 jam (IMDb)

Bisakah sebuah peristiwa penculikan mengubah sikap anak-anak orang kaya yang manja dan semena-mena? 96 Jam mencoba menjawab pertanyaan ini. 

Disutradarai dan diproduseri oleh Sonu S., serial drama remaja dan aksi kriminal ini diproduksi oleh Sky Films. 

Para pemeran utama masih terhitung baru, termasuk Maudy Effrosina, Irzan Faiq, Gabriella Ekaputri, Arya Mohan, Lea Ciarachel, Farandika, dan Ratu Felisha. 

Sinopsis 96 Jam

SMA Mandiri Jaya adalah sekolah elite yang diisi oleh siswa-siswi anak orang kaya, termasuk putri pemilik yayasan. Lima remaja yang paling menonjol adalah Karin (Gabriella Ekaputri), Dara (Lea Ciarachel), Tommy (Farandika), Yuza (Irzan Faiq), dan Bintang (Arya Mohan), karena sikap dan latar belakang mereka. 

Di sisi lain, ada Dinda (Maudy Effrosina), penerima beasiswa yang sering dimusuhi oleh geng putri pemilik yayasan. 

Suatu hari, sekolah mengadakan kunjungan ke galeri seni dengan membawa enam siswa tersebut bersama guru pendamping, Bu Sisca (Ratu Felisha). Namun, rencana berubah ketika Ramos (Rifnu Wikana) menculik mereka untuk meminta tebusan miliaran rupiah.

Ulasan 96 Jam

Serial ini berusaha menghadirkan sensasi penyekapan dan penyanderaan. Sayangnya, 96 Jam gagal menghadirkan ketegangan maksimal. 

Adegan perkelahian antar-anak muda dan kata-kata kasar mendominasi tanpa mempertimbangkan kausalitas karakter dan latar belakang mereka. 

Peran kepolisian yang seharusnya canggih malah tampak tidak efektif, seperti menyambungkan ponsel orang tua siswa dengan alat khusus tanpa melakukan pelacakan apa pun.

Skenario 96 Jam penuh dengan masalah. Banyak senjata api yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Awalnya, para penculik tampak seram dengan senjata mereka, namun semuanya hanya menjadi aksesori belaka. 

Baru pada episode akhir mereka menggunakannya. Tidak ada satu pun siswa yang mengambil senjata setelah melumpuhkan penjaga. 

Sang guru yang tewas juga asal terabas ke arah bos penculik, padahal ada pistol di dekat kakinya.

Durasi penculikan selama 96 jam (empat hari) terasa terlalu lama dan tidak memiliki urgensi. Masalah yang muncul terkesan dibuat-buat untuk memperpanjang cerita. 

Serial ini sebenarnya cukup dengan empat episode, seperti Hitam (2021), agar problematika bisa lebih dimampatkan. 

Durasi penculikan seharusnya hanya dua hari, jika polisi mampu memanfaatkan teknologi dan siswa lebih cerdas dalam merespons situasi.

Secara keseluruhan, 96 Jam hanya layak mendapatkan skor 30%. 15% untuk akting Tengku Rifnu yang berhasil memerankan penjahat, dan 15% lainnya untuk Donny Alamsyah sebagai orang tua siswa. 

Selebihnya, serial ini kosong dari segi teknis pengambilan gambar, editing, suara, riasan, dan logika cerita. 

Perawatan luka tembak di dada Tommy juga tidak logis, dengan luka yang terus berdarah sejak hari kedua penculikan.

Akhir cerita yang menyoroti kondisi terkini Emir (Bastian Steel) dan pamannya, Hamid (Indra Brasco), juga mempermainkan simpati penonton. Setelah menghilang dari radar polisi, mereka malah bersantai menyusuri laut dengan speedboat. 

Ke mana masalah kesehatan anggota keluarga yang disebutkan dalam episode sebelumnya? Bagaimana kondisi sang adik dengan kanker stadium akhir?

Meskipun begitu, akting Tengku Rifnu dan Donny Alamsyah sedikit menyelamatkan serial ini. 

96 Jam masih jauh dari harapan, terutama jika dibandingkan dengan serial drama kriminal yang lebih bagus seperti Katarsis. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Rosalina Omega