Bertepatan dengan peringatan penetapan Situs Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO, maka bulan Desember menjadi momen pas untuk mengisi liburan akhir tahun dengan berkunjung ke Museum Manusia Purba Sangiran.
Tentang Situs Sangiran yang Diakui UNESCO
Museum Manusia Purba Sangiran adalah museum arkeologi yang berada di area situs fosil purbakala Sangiran. Dilansir dari kemendikbud.go.id, Situs Manusia Purba Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO tanggal 5 Desember 1996 nomor penetapan C593 dengan nama Sangiran Early Man Site.
Penetapan ini menjadikan Sangiran sebagai salah situs penting di dunia untuk memahami sejarah evolusi manusia. Status ini juga memastikan bahwa situs tersebut dilindungi, dikelola secara efekti,f dan dipelihara sesuai standar internasional.
Situs yang kini dikelola oleh Indonesian Heritage Agency (IHA) berada di dua kabupaten yaitu Sragen dan Karanganyar. Area situs seluas 59,21 km² terbagi dalam 5 klaster. Empat klaster berada di Kabupaten Sragen yaitu Krikilan, Bukuran, Ngebung, Manyarejo, sedangkan klaster Dayu berada di Kabupaten Karanganyar.
Klaster Krikilan merupakan pusat Situs Sangiran dan menjadi tujuan pertama bagi pengunjung yang ingin memahami garis besar sejarah Sangiran, evolusi manusia, dan kehidupan purba.
Di klaster utama inilah Museum Manusia Purba Sangiran berada. Tepatnya di Dusun Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Berjarak kira-kira 19 kilometer dari pusat kota Solo.
Jejak Prasejarah di Sangiran
Situs Sangiran menjadi pusat penelitian karena berbagai penemuan fosil yang cukup lengkap. Museum Sangiran memiliki lebih dari 13.000 fosil terdiri dari fosil manusia purba, hewan purba, tumbuhan dan artefak budaya.
Koleksi paling ikonik adalah fosil tengkorak Homo erectus berusia sekitar 1,25 juta tahun yang ditemukan dalam kondisi paling lengkap. Fosil ini menjadi rujukan penting dalam rekonstruksi Homo erectus Jawa.
Penemuan terbaru Museum Sangiran berupa fosil ranggah rusa purba yang ditemukan oleh Bambang Sugiarto pada tanggal 26 Januari 2022 di Dusun Ngrejeng, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Sejarah Singkat Museum Sangiran
Lini masa sejarah Sangiran dapat ditemukan pada salah satu display di dalam museum. Pada awalnya Jawatan Pertambangan Hindia Belanda (Dienst van den Mijbow in Nederlandsch-Indie) mengadakan survei di Patiayam (lereng Gunung Muria, Kudus) dan Sangiran tahun 1926. Louis Jean-Chretien van Es yang turut dalam survei tersebut berhasil membuat pemetaan Situs Sangiran di tahun 1931.
Sekitar tahun 1934 Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald (paleoantropolog Jerman) berhasil memeroleh jejak manusia purba di Sangiran. Penemuannya berupa alat-alat serpih dari bahan batu kalsedon dan jasper.
Tahun 1936 fosil Homo erectus pertama ditemukan di Sangiran. Koenigswald mendapatkan fragmen rahang atas bagian kiri yang diberi nama Sangiran 1a sementara itu di tahun yang sama Atmowidjojo (warga Sangiran) menemukan fragmen rahang bawah bagian kanan yang disebut Sangiran 1b.
Sangiran kemudian berkembang menjadi salah satu situs kunci dalam kajian evolusi manusia. Pada tahun 1977 Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen mendirikan Balai Penyelamatan Fosil Sangiran yang merupakan rintisan pendirian museum di Sangiran yang sekarang dikenal dengan nama Museum Manusia Purba Sangiran.
Menjelajah Museum Sangiran
Di dalam museum terdapat tiga ruang pamer dengan tema berbeda yaitu Kekayaan Sangiran (Ruang Pamer 1), Langkah-Langkah Kemanusiaan (Ruang Pamer 2), dan Masa Keemasan Homo Erectus – 500.000 Tahun yang Lalu (Ruang Pamer 3).
Ruang pamer koleksi dilengkapi pendingin ruangan sehingga pengunjung nyaman. Setiap koleksi di museum dirawat dengan baik. Pencahayaan di tiap ruangan cukup terang. Terdapat juga diorama-diorama yang menggambarkan lingkungan dan aktivitas manusia purba jutaan tahun lalu.
Pengaturan koleksi di ruang pameran disusun berdasarkan kronologis sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami perjalanan evolusi manusia dan kehidupan purbakala di Sangiran.
Rasa kagum tidak berhenti sampai di situ. Museum menyediakan fasilitas media interaktif audio visual seperti teknologi layar sentuh, augmented reality, dan sistem multimedia elektronik.
Teknologi digital dan animasi dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi tentang museum dan koleksi. Misalnya layar sentuh video mapping tentang lapisan-lapisan tanah di Situs Sangiran.
Revitalisasi museum berbasis teknologi kekinian membuat pengunjung lebih antusias menyimak informasi. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke museum khususnya pelajar dan mahasiswa.
Museum Manusia Purba Sangiran Pilihan Wisata Edukasi Kelas Dunia
Untuk menikmati semua fasilitas museum, pengunjung harus membeli tiket masuk sebesar Rp15.000 untuk wisatawan domestik dan Rp30.000 untuk wisatawan mancanegara. Museum buka setiap hari Selasa hingga Minggu (Senin tutup) dari pukul 08.00 sampai 16.00.
Perjalanan ke Sangiran dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum. Sebagai informasi, di area museum tidak ada area parkir.
Jika membawa kendaraan pribadi kantong parkir tersedia di Terminal Sangiran. Lalu pengunjung bisa menggunakan armada wisata dengan tarif Rp3.000 per orang atau berjalan kaki menuju ke museum.
Cara praktis dan hemat ke Museum Sangiran adalah naik bus Trans Jateng rute Solo-Sumberlawang. Berangkat dari Terminal Tirtonadi Solo lalu turun di Terminal Sangiran. Tarif bus Trans Jateng Rp4.000 saja untuk sekali jalan.
Akses transportasi mudah, harga tiket yang terjangkau, fasilitas museum yang lengkap dan diakui secara internasional menjadikan Museum Manusia Purba Sangiran pilihan destinasi wisata bagi semua kalangan serta menawarkan pengalaman edukatif tentang perjalanan manusia mencapai peradaban. Yuk, kita agendakan liburan ke sini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Tag
Artikel Terkait
-
Kaul Penetapan Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO: MenBud Jelaskan Langkah Pelestarian
-
Nuansa Riung Gunung, Camping dengan Panorama Perkebunan Teh di Pangalengan
-
Wisata Bukit Jamur Ciwidey, Spot Healing dengan Nuansa Pedesaan yang Sejuk
-
Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 3 Destinasi Wisata di Indonesia yang Bakal Banyak Dikunjungi
-
Reog Ponorogo Masuk Daftar UNESCO, Lindungi Budaya Indonesia dari Klaim Asing!
Ulasan
-
Mencapai Potensi Maksimal Diri Lewat Buku Girls Stop Apologizing
-
Ulasan Film Horor 'Hutang Nyawa': Misteri Ritual Tumbal di Pabrik Batik Tua
-
Saat Air Menjadi Saksi Kehidupan dalam Novel The Covenant of Water
-
Ulasan Film Carry-On: Menavigasi Ancaman di Tengah Hiruk Pikuk Bandara
-
Ulasan Buku 'Main Street Millionaire'; Memahami Dunia Sang Pewaris Investor
Terkini
-
Hengkang dari SALT Entertainment, Kim Seon-ho Diincar Agensi Song Joong-ki
-
Sinopsis Film '1 Kakak 7 Ponakan', Nominasi Film Terbaik Tahun 2025?
-
4 Rekomendasi Anime Battle Royale Paling Sadis yang Wajib Kamu Tonton
-
3 Rekomendasi Drakor Upcoming yang Wajib Masuk Watchlist Kamu!
-
Sekolah sebagai Tempat Aman: Mengatasi Kekerasan dan Diskriminasi