Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Fathorrozi 🖊️
Kumpulan Cerpen Yel Karya Putu Wijaya (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Buku Yel ini memuat 87 cerpen karya Putu Wijaya. Tak seperti buku kumpulan cerpen lainnya. Biasanya judul cerpen yang menjadi judul sampul buku dipilih dari cerpen terbaik, atau dipilih sebab terdiri dari kata yang mengundang rasa penasaran bagi pembaca.

Tapi, tidak berlaku demikian dengan Putu Wijaya. Selain hanya satu kata: YEL, dari 87 cerpen di dalam buku kumpulan cerita ini saya tak menjumpai cerpen yang berjudul Yel. Inilah keunikan yang terdapat pada sosok cerpenis Putu Wijaya.

Judul-judul cerpen pada buku ini mayoritas hanya terdiri dari satu kata. Contoh Mulut, Demokrasi, Coro, Tempe, Hero, Pamit, Tidak, Siapa, Nakal, Mau, Pistol, Target, Lebaran, Mimpi, Babe, Miskin, Status, Anak, Cucu, Langit, Gol, Rumah, Merica, Bencana, Bunga, Pendidikan, Sekolah, Ben, Menang, Nol, Proses, Mis, Walkman, PHK, 1981, 1983, 1984, 3000, Aids, Nilai, Cinta, King, PPN, Puasa, Kartini, Sayang, Pesta, Dewa, Togog, Hak, Kondom, Dedengkot, Apa, Bahagia, XXI, Menang, Pon, dan lain sebagainya.

Membaca cerpen-cerpen ini mendapat kesan yang kuat bahwa Putu Wijaya adalah seorang tukang cerita profesional dan ahli ngobrol yang piawai. Nyaris apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh Putu Wijaya dapat dijadikan bahan cerita atau obrolan yang memikat.

Daya tarik cerpen-cerpen ini bukanlah lantaran jalan ceritanya, tetapi terutama karena Putu Wijaya bisa menggabungkan beberapa hal yang tampak saling bertentangan menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga tak dapat dipisahkan.

Saya suka gaya Putu Wijaya yang bermain-main kata dengan tanpa beban, kalimatnya yang lugas dan tegas, diangkat dari peristiwa yang remeh-temeh, dan membuat surprise pada bagian akhirnya, sekaligus juga dibuat tertawa oleh keisengan yang tiba-tiba dan segar.

Pada cerpen Mulut misalnya, dikisahkan seorang wanita ditangkap gara-gara tak punya mulut. Sebab tak memiliki mulut, ia dianggap cacat. Wanita itu cantik, tapi mengerikan. Keisengan yang tiba-tiba dimunculkan oleh Putu Wijaya, ia berpikir apakah di mulutnya yang terkatup itu terdapat barisan gigi dan lidah?

Di kota saya ada seorang tidak punya mulut. Di bawah hidungnya tidak muncul sepasang bibir. Saya tidak tahu apakah ia punya dua baris gigi dan lidah di balik bawahnya yang terkatup itu. Tapi dalam keadaan tuna mulut itu, ia menimbulkan keadaan yang khusus. Warga mempersoalkan kehadirannya tak habis-habis. (Halaman 47).

Cerita mulut ini kemudian dilanjutkan, bahwa wanita tadi diberi mulut oleh seorang pembesar yang ternyata menjadi senjata makan tuan. Saat diberi mulut, wanita itu mengoceh tiada henti. Bahkan, meski dalam keadaan tidur, juga terus ngomong. Karena kebanyakan mulut, para hansip ditugaskan untuk menangkap wanita tersebut.

"Tapi, katanya mulutnya itu Bapak yang memberikan?"

"Memang. Tapi, maksud kita bukan untuk dipakai ngoceh begitu. Memang susah tidak punya mulut tiba-tiba punya mulut, jadi kacau begini. Main gosip, memfitnah, membakar-bakar. Ayo, cepat selamatkan dia!" (Halaman 55).

Inilah yang saya maksud dengan menggabungkan dua hal yang saling bertentangan. Dari tidak ada menjadi ada. Berawal dari tenang menjadi kacau. Semula tidak punya mulut, tiba-tiba punya mulut. Mulanya kehidupan warga tenang sebab tidak ada gosip dan fitnah, tapi seketika berubah menjadi gempar gara-gara wanita tak bermulut mendadak banyak mulut.

Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Yel

Penulis: Putu Wijaya

Penerbit: Basabasi

Cetakan: I, Februari 2022

Tebal: 528 Halaman

ISBN: 978-623-305-263-4

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Fathorrozi 🖊️