'The Battle for Perfect' membawa pembaca kembali ke dunia yang penuh misteri dan kegelapan. Buku ini merupakan seri ketiga novel 'Perfect' sekaligus mengakhiri series ini.
Kali ini, Violet dan Boy menghadapi ancaman baru, hilangnya lima ilmuwan dan munculnya pasukan zombie yang mengancam kota.
Dalam perjuangan hidup dan mati ini, mereka harus mengungkap siapa dalang di balik kekacauan yang melanda tempat yang dulunya disebut "kota sempurna."
Berbeda dengan dua buku sebelumnya, 'The Battle for Perfect' memiliki nada yang lebih serius dan gelap. Ada beberapa momen yang terasa lebih dewasa, yang menunjukkan perkembangan cerita menuju konflik yang lebih besar.
Namun, meski alurnya lebih kelam, buku ini tetap mempertahankan elemen petualangan dan misteri yang menjadi ciri khas seri ini.
Violet dan Boy tetap menjadi pusat cerita, namun sayangnya perkembangan karakter mereka tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan buku sebelumnya.
Ini sedikit mengecewakan, mengingat betapa menariknya perjalanan mereka di 'A Place Called Perfect' dan 'The Trouble with Perfect".
Meski begitu, hubungan mereka tetap menjadi salah satu daya tarik utama novel ini, terutama dengan dinamika yang semakin kuat di antara mereka.
Tom dan hewan peliharaannya, gagak misterius, juga turut memberikan warna dalam cerita. Namun, peran sang gagak terasa kurang signifikan dibandingkan yang diharapkan, sehingga terasa seperti elemen yang kurang dimanfaatkan secara maksimal.
Helena Duggan tetap berhasil menyusun cerita dengan apik, terutama dalam menghadirkan ketegangan menjelang klimaks. Pertarungan terakhir dalam novel ini sangat menarik dan memberikan konklusi yang solid bagi trilogi 'Perfect'.
Setiap buku dalam seri ini menawarkan misteri dan petualangan yang unik, dan 'The Battle for Perfect' tidak mengecewakan dalam memberikan penutupan yang layak.
Sebagai bagian penutup dari trilogi 'Perfect', 'The Battle for Perfect' mungkin tidak sekuat buku kedua dalam hal perkembangan karakter, tetapi tetap menyuguhkan kisah yang seru dan menghibur.
Novel ini menawarkan kesimpulan yang memuaskan tanpa memperpanjang cerita lebih dari yang diperlukan. Bagi penggemar dua buku sebelumnya, ini adalah petualangan terakhir yang layak untuk diikuti.
Baca Juga
-
Belajar Self-Love dari Buku Korea 'Aku Nggak Baper, Kamu Yang Lebay'
-
Novel Stranger, Kisah Emosional Anak dan Ayah dari Dunia Kriminal
-
Potret Kekerasan Ibu-Anak dalam Novel 'Bunda, Aku Nggak Suka Dipukul'
-
Novel The Prodigy: Menemukan Diri di Tengah Sistem Sekolah yang Rumit
-
The Killer Question: Ketika Kuis Pub Berubah Jadi Ajang Pembunuhan
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku I'm (not) Perfect, Menyorot Ragam Stigma tentang Perempuan
-
Review Anime Mushishi, Saat Spiritualisme Bertemu Keindahan Alam
-
Sering Diremehkan, Benarkah Membaca Fiksi Kurang Berfaedah?
-
Refleksi Hidup dari Seekor Kucing yang Bertamu: Review Novel 'Kucing Tamu'
-
Novel Nonversation: Persahabatan Berubah Menjadi Perasaan yang Terpendam
Ulasan
-
Ulasan Buku "Revenge of the Tipping Point", Kombinasi Psikologi Dunia
-
Review Film Wasiat Warisan: Komedi Keluarga dengan Visual Danau Toba
-
Review Film Zootopia 2: Petualangan yang Lebih Dewasa dan Emosional
-
Ulasan Film Steve: Kisah Satu Hari yang Mengancam Kewarasan
-
Ulasan Buku Melania: Tokoh Publik Amerika Serikat yang Melegenda
Terkini
-
5 Alasan Wajib Nonton Yummy Yummy Yummy, Drama China tentang Kuliner
-
Hewan-Hewan Tangguh yang Hidup di Tempat Paling Ekstrem
-
Film Chainsaw Man: Reze Arc Tersedia di Platform Digital Mulai Desember Ini
-
5 Rekomendasi Tumbler Menggemaskan untuk Anak, Tahan Lama & BPA Free!
-
Masuki Era Baru, Netflix Resmi Akuisisi Warner Bros. dengan Harga Fantastis