Tidak bisa dimungkiri, saya adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang merasakan banyak kupu-kupu beterbangan dalam perut ketika menyaksikan bentuk cinta melalui puisi.
Pagi hari menjelang siang kala itu, saya menemukan harta karun berupa novel dengan judul Perempuan Laut. Perempuan Laut ditulis oleh Usman Arrumy yang kemudian diterbitkan oleh Diva Press pada tahun 2022, dan novel ini memanggil saya untuk membacanya sampai selesai.
"... tidak setiap sesuatu dapat ditulis ke dalam puisi. Ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan melalui esai, ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan melalui artikel, ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan melalui jurnal, ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan melalui diari, ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan melalui surat, begitu pula ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan melalui novel." Seperti itulah tertulis pada blurb novel Perempuan Laut.
Novel ini merupakan buku pertama dari trilogi Perempuan Laut yang menceritakan tentang seorang penyair bernama Kidung Sorandaka.
Kidung Sorandaka, atau Sora, tengah melaksanakan riset di laut Caraca dan pulau Madaskara. Hari itu dia bertemu dengan seorang perempuan yang tidak memiliki nama, pun tidak jelas asalnya dari mana selain fakta bahwa perempuan itu tinggal di pesisir.
Perempuan itu senang melukis, dan Sora senang melihat hasil sekaligus pelukisnya. Hari berlalu, perempuan itu menjadi sumber inspirasi untuk tulisan-tulisan Sora.
Cinta dan rindu mulai tumbuh di antara keduanya. Dengan kesadaran penuh, Sora memberikan nama kepada perempuan itu, Lare Segara yang memiliki arti anak laut.
Diksi yang indah nan puitis membentuk larik-larik menjadi kesatuan bait puisi yang menakjubkan, mengharukan, menyentuh hati pembaca, juga hati Lare Segara.
Transisi sudut pandang yang rapi dari Sora kepada Lare membuat pembaca dapat mengetahui isi hati Lare, bukan hanya isi hati Sora saja.
Deskripsi-deskripsi yang padat dan sarat akan cinta menunjukkan bahwa Sora dan Lare tidak sekadar jatuh cinta pada pandangan pertama dalam pertemuan-pertemuan singkat di laut Caraca ataupun pulau Madaskara, tetapi bagaikan dua sejoli yang akhirnya dipertemukan—sebuah panggilan jiwa.
Mungkin, Perempuan Laut lebih tepat disebut sebagai novel yang berpuisi karena tiap bab, tiap paragraf, tiap sisipan puisi yang ditulis Sora semuanya puitis, seperti dirangkai oleh banyak bunga; bagaimana cinta dan rindu tumpah ruah pada bait-bait puisi.
"Di antara puisi dan namamu, mana yang lebih dulu lahir? Itu adalah pertanyaan besar sejak aku melihat diriku sendiri di sepasang matamu."
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Fenomena Unpopular Opinion: Ajang Ujaran Kebencian di Balik Akun Anonim
-
3 Novel ini Merupakan Medium atas Sebutan "Perempuan yang Melawan"
-
3 Rekomendasi Bacaan untuk Temani Momen Ngabuburit, Mana Favoritmu?
-
Infinity Nikki Jadi Ruang Ekspresif untuk Hobi Fotografi
-
Mengupas Antologi Cerpen Lelaki yang Menghancurkan Mimpi-Mimpi
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel The Arson Project, Misi Pemberontakan dengan Metafora Api
-
Kuliner Malam Jambi, Menikmati Nikmatnya Sambal Rampai di Lamongan Barra
-
Review Film Mountainhead: Saat Para Miliarder Sibuk Ngehalu
-
Review Buku Steal Like an Artist: Bukan Plagiat, tapi Seni Kreativitas
-
Review Film Bring Her Back: Teror Mengendap di Balik Senyum Ibu Asuh
Terkini
-
Intip First Look Chopper di Teaser One Piece Live Action Season 2, Gemas!
-
Meski Jumpa Korea Selatan, Peluang Lolos Timnas U-23 Terbantu Meratanya Jumlah Kontestan
-
Tengah Dipantau Intensif, Ada 2 Alasan Karier Jay Idzes Bakal Menanjak di Nerazzuri
-
Jelang Laga Indonesia vs Cina, Bek Kiri Timnas Indonesia Catat Rekor Luar Biasa!
-
aoen Ajak Kita Bersinar Bersama Lewat Lagu Debut Bertajuk 'The Blue Sun'