Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Ryan Farizzal
poster film Drop (IMDb)

Drop adalah film thriller Amerika Serikat tahun 2025 yang disutradarai oleh Christopher Landon, sutradara di balik Happy Death Day dan Freaky. Lewat premis yang segar dan menggigit, film ini menggabungkan paranoia teknologi dengan ketegangan psikologis dalam satu malam yang penuh kejutan.

Dibintangi oleh Meghann Fahy sebagai Violet dan Brandon Sklenar sebagai Henry, Drop menawarkan pengalaman menonton yang intens, meski tidak luput dari beberapa kekurangan. Berikut ulasan lengkapnya!

Drop berkisah tentang Violet Gates, seorang ibu tunggal yang mulai membuka hati setelah bertahun-tahun menjanda akibat kehilangan suami yang abusive. Violet, yang diperankan dengan penuh emosi oleh Meghann Fahy, memutuskan untuk berkencan lagi melalui aplikasi kencan.

Ia bertemu Henry Campbell (Brandon Sklenar), seorang fotografer yang tampan dan charming. Kencan pertama mereka berlangsung di restoran mewah bernama Palate, dengan pemandangan kota yang memukau. Awalnya, suasana terasa ringan dan romantis.

Violet bahkan sempat mengobrol santai dengan staf restoran dan tamu lain sambil menunggu Henry. Namun, segalanya berubah drastis ketika ia menerima pesan misterius melalui fitur AirDrop di ponselnya.

Pesan itu semakin lama semakin mengancam, memaksa Violet untuk melakukan hal-hal berbahaya, termasuk menyakiti Henry, demi menyelamatkan anaknya, Toby, yang berada di rumah bersama adik Violet, Jen (Violett Beane).

Premis film ini terinspirasi dari pengalaman nyata produser Cameron Fuller, yang pernah menerima pesan AirDrop menyeramkan saat makan malam.

Ide ini terasa relevan di era digital, di mana teknologi seperti AirDrop bisa menjadi pisau bermata dua: memudahkan hidup, tapi juga rawan disalahgunakan.

Drop berhasil menangkap paranoia modern tentang privasi dan keamanan di dunia yang serba terhubung.

Ulasan Film Drop

salah satu adegan di film Drop (IMDb)

Film ini unggul dalam membangun ketegangan melalui setting yang sederhana namun efektif: sebuah restoran mewah dengan ruang terbatas. Landon memanfaatkan lokasi ini untuk menciptakan atmosfer klaustrofobik, di mana setiap tamu atau staf bisa jadi pelaku.

Alur cerita berjalan lambat di awal, tapi ini justru membantu aku sebagai penonton merasakan kenyamanan Violet sebelum semuanya berubah menjadi mimpi buruk.

Ketegangan meningkat seiring pesan-pesan AirDrop yang semakin brutal, membuat penonton ikut menebak-nebak siapa dalang di balik teror ini.

Meghann Fahy tampil memukau sebagai Violet. Ia berhasil memerankan karakter yang kuat sekaligus rapuh, mencerminkan dilema seorang ibu yang berjuang melindungi keluarganya.

Brandon Sklenar juga tak kalah menarik sebagai Henry, yang awalnya terlihat sempurna, tapi perlahan menimbulkan kecurigaan. Chemistry antara keduanya terasa alami, membuat penonton bimbang antara mendukung atau mencurigai Henry.

Pemeran pendukung seperti Violett Beane dan Jeffery Self juga memberikan warna tambahan, meski peran mereka tidak terlalu dominan.

Visual film ini patut diacungi jempol. Sinematografi menonjolkan kontras antara keanggunan restoran dengan ketegangan yang mencekam.

Pemandangan kota dari ketinggian menjadi latar yang dramatis, memperkuat rasa terjebak yang dialami Violet. Musik latar yang minim namun tepat sasaran juga sukses menambah intensitas tanpa terasa berlebihan.

Drop menawarkan konsep yang unik dan relevan, terutama bagi generasi yang akrab dengan teknologi. Premis tentang teror melalui AirDrop terasa orisinal, mengingatkan kita pada film-film thriller modern ala Hitchcock dengan sentuhan kekinian.

Durasi film yang singkat (sekitar 90 menit) membuat cerita terasa padat dan efektif, tanpa banyak momen yang membosankan. Bagian tengah hingga klimaks film benar-benar mendebarkan, dengan ritme yang terus meningkat dan misteri yang terungkap perlahan.

Namun, Drop tidak sepenuhnya sempurna. Beberapa adegan, terutama menjelang akhir, terasa kurang meyakinkan dan mudah ditebak. Penutup cerita, meski memuaskan bagi sebagian penonton, terasa sedikit terburu-buru dan kurang mendalam dalam menjelaskan motivasi pelaku.

Selain itu, beberapa karakter pendukung kurang dieksplor, sehingga potensi mereka tidak tergali maksimal. Bagi penggemar thriller yang mengharapkan twist besar atau kejutan tak terduga, Drop mungkin terasa sedikit standar dibandingkan karya-karya Blumhouse lainnya seperti Get Out atau The Invisible Man.

Drop adalah thriller psikologis yang solid dengan premis yang segar dan eksekusi yang cukup memikat. Film ini berhasil menggabungkan elemen teknologi modern dengan ketegangan klasik, menciptakan pengalaman menonton yang relevan dan mendebarkan.

Penampilan Meghann Fahy dan Brandon Sklenar menjadi salah satu kekuatan utama, ditambah dengan sinematografi yang apik dan ritme cerita yang terjaga. Meski ada beberapa kekurangan, seperti ending yang agak lelet dan karakter pendukung yang kurang menonjol, Drop tetap layak ditonton, terutama bagi kamu yang suka film thriller dengan setting minimalis tapi penuh adrenalin.

Buat kamu yang penasaran, Drop sudah tayang di bioskop Indonesia sejak 23 April 2025. Siap-siap deg-degan dan jangan lupa cek notifikasi ponselmu setelah nonton—siapa tahu ada AirDrop misterius!

Rating pribadi: 7.5/10.

Ryan Farizzal