Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Ardina Praf
Buku Amor Fati - Cintai Takdirmu (goodreads.com)

Hidup merupakan serangkaian peristiwa. Manis dan pahit campur menjadi menjadi satu. Dan semua ini terkadang membuat kita pusing memikirkannya. Di titik-titik itulah buku Amor Fati - Cintai Takdirmu karya Rando Kim hadir, seolah menjadi teman seperjalanan bagi mereka yang sedang merasa goyah, lelah, atau sekadar butuh jeda untuk bernapas.

Buku ini memang ditulis untuk kamu yang sedang berdiri di ambang kedewasaan. Ada masa ketika pilihan terasa begitu banyak, tapi kita justru bingung harus melangkah ke mana.

Di usia 20-an atau menjelang 30, fase quarter life crisis sering muncul tanpa aba-aba, membuat kita bertanya-tanya: apakah jalan yang kuambil ini sudah tepat? Kenapa semua terasa begitu rumit?

Lewat bukunya yang memiliki 323 halaman ini, Rando Kim mencoba mengajak kita untuk menelisik kembali sisi-sisi kehidupan yang terpendam.

Tentang pekerjaan yang melelahkan, tentang kehilangan yang menyisakan ruang kosong, tentang mimpi yang meleset dari harapan, dan tentang upaya berdamai dengan luka yang belum sepenuhnya sembuh.

Tapi inti dari semuanya adalah satu hal, bagaimana mencintai takdir kita, apapun bentuknya.

Konsep Amor Fati, yang berasal dari bahasa Latin dan berarti "cintai takdirmu", menjadi benang merah buku ini.

Rando Kim bukan mengajak kita untuk pasrah begitu saja pada hidup, tapi justru mengajarkan bagaimana melihat kenyataan dengan lebih tenang. Menerima setiap hal yang terjadi, dan menjalaninya dengan kesadaran penuh, bukan dengan sikap menolak atau melawan terus-menerus.

Buku ini tidak menggurui. Alih-alih memberikan formula instan atau daftar langkah sukses, Rando Kim menuliskan pengalamannya dengan jujur dan personal.

Ia mengisahkan masa mudanya yang dipenuhi pencarian jati diri, kebingungan saat harus memilih arah, dan bagaimana perjalanan waktu perlahan membuatnya belajar untuk lebih memaafkan diri sendiri.

Untuk kamu yang sedang mempertimbangkan resign dari pekerjaan, kehilangan arah setelah lulus kuliah, bingung membangun hubungan yang sehat, atau mencoba bangkit setelah jatuh terlalu dalam, Amor Fati bisa menjadi bacaan yang tepat.

Buku ini terasa seperti teman yang paham betul apa yang sedang kamu alami, bukan karena ia punya semua jawaban, tapi karena ia pernah berada di posisi yang sama.

Salah satu bagian menarik dalam buku ini adalah saat Kim menyinggung tentang bagaimana manusia sering kali menyalahkan takdir ketika hidup tidak berjalan sesuai harapan. Padahal, kata Kim, jika kita terus melawan dan mengeluh, kita justru semakin menjauh dari ketenangan.

Sebaliknya, kita justru diajak untuk memiliki keyakinan bahwa menerima takdir dengan ikhlas akan membangun kekuatan untuk kita tumbuh.

Gaya bahasanya ringan, penuh kutipan reflektif, dan tak jarang mengajak kita merenung tanpa merasa digurui. Beberapa kalimat dari buku ini bahkan seolah masuk ke dalam hati pembacanya yang sedang rapuh.

Amor Fati bukan sekadar buku pengembangan diri. Ia lebih seperti pelukan hangat yang berkata, “Kamu nggak sendirian. Melewati masalah di kehidupan ini memang tidak mudah, tapi yakinlah bahwa kamu pasti bisa melaluinya.”

Buku ini cocok untuk dibaca saat malam sunyi, ketika kamu butuh sedikit harapan. Atau di pagi hari, sebagai pengingat bahwa walau hari ini terasa berat, kamu tetap punya pilihan untuk menjalaninya dengan lebih tenang.

Tidak untuk menyerah, tapi untuk menerima, dan dari sana, melangkah dengan lebih ringan.

Sebab, mencintai takdir bukan berarti membiarkan hidup mengalir tanpa usaha, melainkan memahami bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan, dan itu tidak apa-apa.

Ardina Praf