Perempuan Kertas adalah buku yang ditulis oleh Alga Biru dan Silvia Stiphani. Buku ini membahas tentang bagaimana cara menjadi seorang remaja dengan pergaulan yang terjaga.
Sebagaimana judulnya, penulis mengangkat analogi kertas sebagai benda yang rapuh dan gampang sobek. Sekalinya sobek, kertas tersebut tidak akan bisa disambung menjadi utuh kembali.
Begitupun dengan perempuan. Menurut penulis, ada sebagian kecil perempuan yang bersifat seperti kertas. Ia memiliki hati yang lemah dan mudah rapuh. Apalagi jika sudah dihadapkan dengan pujian dan harapan palsu.
Oleh karena itu, sebagai perempuan, hendaknya kita jangan menjadi perempuan kertas yang mudah diombang-ambing oleh bujuk rayu lelaki.
Lantas, jika sudah terlanjur seperti itu, maka buku ini menyajikan kiat-kiat agar bisa terbebas dengan hal tersebut.
Buku ini terdiri atas 4 bab. Bab pertama dan kedua tentang bagaimana awal mula ketika seorang perempuan mulai termakan bujuk rayu lelaki random yang cuma mau mempermainkan hatinya.
Di sini penulis menjelaskan sudut pandangnya tentang kenapa sebagai remaja kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk pacaran. Apalagi jika umur masih belasan tahun.
Bagi laki-laki mungkin tidak terlalu masalah.Tapi bagi perempuan, ketika sudah banyak berkorban, putusnya sebuah hubungan nantinya bikin kita bakal banyak kehilangan.
Entah harga diri atau waktu luang yang terbuang sia-sia. Bahkan paling parah, kita bisa saja menggadaikan kehormatan yang tidak bisa dikembalikan.
Tidak dipungkiri memang pada awalnya akan terasa menyenangkan. Ditambah lagi, pacaran sudah menjadi tren di kalangan remaja. Seolah pacaran adalah sebuah hubungan yang sah-sah saja buat dilakukan.
Alasannya terkadang cuma ingin kenalan lebih dalam karena rasa saling suka, atau sekedar ajang pembuktian diri kalau kita cukup berharga buat dimiliki seseorang. Bisa juga karena perasaan suka yang bikin susah untuk berjauhan. Maka hubungan tersebut dirayakan dalam status sebagai pacaran untuk mengikat komitmen.
Lalu seribu satu alasan pun diberikan untuk memberi pembenaran. "Ah kan cuma berteman dekat; Kita nggak ngapa-ngapain; Pacaran bisa meningkatkan motivasi belajar; Ada juga kok pasangan yang bisa pacaran secara sehat," dan sederet pembenaran lainnya.
Nah, jika sudah seperti ini, penulis kemudian membeberkan fakta suram dibalik pacaran pada bab selanjutnya. Bahwa apa yang terlihat normal dari proses pacaran ternyata bisa mengantarkan para perempuan berhati kertas tadi dalam kondisi yang sudah sobek dan tidak bisa utuh kembali.
Tak jarang, hati yang rapuh membuat seorang begitu mudah untuk terjatuh dalam hubungan pacaran yang kebablasan.
Awalnya mungkin cuma nge-date bareng, terus mulai berani pegang-pegang tangan, lalu akhirnya mojok bareng deh. Nah aktivitas seperti ini bagi orang-orang yang lagi kasmaran memang sesuatu yang terlihat normal.
Tapi coba deh direnungkan. Kalau kamu masih belia, atau duduk di bangku sekolah, segala aktivitas dalam proses pacaran itu bisa sangat menyita perhatian. Konsentrasi untuk belajar di sekolah akan terganggu. Orang tua akan sedih kalau tahu anak-anaknya yang diberi kepercayaan untuk bebas bergaul di luar sana ternyata mengkhianati kepercayaan tersebut karena pacaran yang kelewat batas.
Belum lagi, kalau kamu adalah seorang muslim, pacaran entah bagaimana pun bentuknya adalah sebuah hubungan yang diharamkan. Dan hal inilah yang jadi bagian paling penting dalam buku ini. Bahwa agama islam melarang pacaran karena terlalu banyak kerugian di dalamnya.
Jadi, pada intinya buku ini cocok untuk dibaca oleh remaja muslim agar bisa membentangi diri dari hubungan yang dilarang oleh agama.
Bagi Sobat Yoursay yang ingin membaca atau menghadiahkan buku kepada adik-adik remaja tentang pentingnya menjaga pergaulan, buku ini bisa menjadi bacaan pilihan!
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Seni & Teknik Berbicara: Komunikasi Itu Ada Seninya!
-
Potret Pria 50-an dalam Novel Tube: Menjadi Baik Tak Berarti Berubah Total
-
Ulasan Buku Korea 'Siapa yang Datang ke Pemakamanku Saat Aku Mati Nanti?'
-
Kamu Lelah, Aku Juga: Beban Mental Seumur Hidup bagi Perempuan dan Laki-Laki
-
Menjalani Hidup Baik dengan Cara Realistis di Buku The Art of the Good Life
Ulasan
-
Film Rest Area yang Terlalu Ambisius dan Lupa Caranya Memikat Penonton
-
Bukan Tentang Siapa yang Selamat, Memahami Lebih Dalam Film Tukar Takdir
-
Review Film One Battle After Another: Sebuah Cerminan Masyarakat Modern!
-
Review Film The Strangers: Chapter 2, Pembunuh Bertopeng Kembali Meneror!
-
Review Film Maria: Kisah Pilu Diva yang Kehilangan Suaranya!
Terkini
-
Ketika Gandrung Menari di Irama Tarian Penghancur Raya oleh .Feast
-
Kalahkan Palangka Raya, SMKN 1 Balikpapan Juarai AXIS Nation Cup
-
4 Sunscreen Berbahan Aloe Vera Efektif Melembapkan dan Menyejukkan Kulit
-
Woro Widowati Kembali Hadir dengan Patgulipat, Lagu tentang Cinta dan Dilema Hati
-
Perwakilan Syahrini Minta Maaf, Akui Asal Comot Foto Siomay Chef Davina?