Ada perasaan aneh yang tertinggal setelah menonton Film Prisoners. Bukan karena ending-nya jelek, justru sebaliknya, terlalu bagus sampai rasanya kita seperti “nggak diizinkan” untuk benar-benar menutup kisahnya. Dan inilah daya pikat film thriller satu ini.
Nggak cuma soal siapa pelaku penculikan atau bagaimana klimaksnya diselesaikan, tapi bagaimana film ini memilih untuk nggak sepenuhnya menjawab semua pertanyaan penonton. Bahkan saat layar sudah gelap dan nama-nama kru mulai bergulir.
Menarik, kan? Yuk, kepoin bareng tiap detailnya!
‘Prisoners’ tuh film drama-thriller yang dirilis tahun 2013 dan jadi debut Denis Villeneuve di Hollywood. Sebelumnya, sutradara asal Kanada ini pernah bikin Film Incendies (2010), yang masuk nominasi Oscar kategori Best Foreign Language Film. Keren deh buat pencapaiannya.
Nah, dalam Film Prisoners deretan pemainnya luar biasa deh, di antaranya:
- Hugh Jackman berperan sebagai Keller Dover, ayah dari anak yang diculik
- Jake Gyllenhaal memerankan Detektif Loki, penyelidik utama kasus penculikan dua anak kecil yang menghilang secara misterius saat perayaan Thanksgiving.
- Ada pula Viola Davis sebagai Nancy Birch Terrence Howard sebagai Franklin Birch
- Maria Bello sebagai Grace Dover
- Melissa Leo sebagai Holly Jones
- Paul Dano yang tampil intens meski minim dialog sebagai Alex Jones
Sekilas tentang Film Prisoners
Secara garis besar, Film Prisoners mengikuti kisah dua keluarga—keluarga Dover dan Birch—yang kehilangan anak perempuan mereka, Anna dan Joy.
Ketika polisi nggak kunjung menemukan jawaban, Keller memutuskan mengambil langkah sendiri. Dia menculik dan menyiksa pria bernama Alex Jones (Paul Dano) yang dicurigainya, meski bukti nggak cukup kuat.
Di sisi lain, Loki terus menggali kasus ini, masuk ke dalam lorong gelap yang penuh jebakan emosional, petunjuk palsu, dan kebenaran yang nggak mudah diterima.
Mantap deh!
Tentang Ending yang Menggantung
Begitu film mendekati akhir, aku sudah bersiap dengan jawaban, terkait siapa penculik sebenarnya, apa motifnya, apakah anak-anak berhasil ditemukan, dan bagaimana nasib Keller. Beberapa pertanyaan memang dijawab. Identitas pelaku terkuak, motifnya (meski absurd) diceritakan, dan ada semacam rasa lega ketika Joy berhasil ditemukan.
Nasib Keller? Nah, ini yang bikin Film Prisoners terasa lebih dari sekadar film detektif!
Adegan terakhir menunjukkan Detektif Loki berdiri di halaman belakang rumah penculik. Dia mendengar sesuatu. Suara samar seperti peluit dari bawah tanah. Dan sesaat setelah dia mendengarnya—cut to black. Film berakhir.
Aku sempat bengong. “Hah? Itu saja?” semakin aku pikirkan, makin aku sadar kalau ending ini nggak hanya "menggantung", tapi sengaja dibuat seperti itu buat ngasih ruang pada penonton. Ruang untuk merenung, menebak, bahkan berdebat. Buatku itu jauh lebih menarik daripada ending yang ditutup rapat.
Ending Film Prisoners memaksa kita mempertanyakan keadilan. Keller memang ayah yang putus asa, tapi tindakannya juga melewati batas. Apakah Keller yang meniup peluit di ending film pantas diselamatkan? Apakah Loki mendengar suara itu dan akan kembali menggali? Atau dia akan menganggap suara itu hanya ilusi dari tekanan mental? Nggak ada jawaban yang pasti.
Aku juga suka bagaimana Villeneuve nggak menjadikan twist sebagai gimmick. Nggak ada kejutan yang muncul dari out of nowhere. Semua petunjuk sudah ditabur sejak awal, tapi dibungkus rapi dan tenang. Ending-nya bukan untuk membuat penonton terkejut, tapi justru membuat kita merasa gelisah.
Atmosfer kelam yang dibangun sejak awal nggak pernah benar-benar pergi. Bahkan saat aku menulis ini, aku masih bisa membayangkan ekspresi Loki yang panik saat mendengar suara samar dari bawah tanah. Aku bisa merasakan hawa dingin dari tempat itu, seolah-olah aku ikut berdiri di sana.
Villeneuve, lewat Film Prisoners, membuktikan kalau thriller nggak harus ditutup dengan letupan, tapi bisa juga dengan bisikan samar yang bikin mikir.
Aku percaya, ending Film Prisoners yang terbuka bukan karena Villeneuve bingung harus menutup ceritanya, tapi karena dia percaya pada penontonnya. Bisa kok dibuat teori konspirasi. Ups!
Skor: 4/5
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Review Film Short Term 12: Luka Enggak Terlihat, dan Harapan yang Tumbuh
-
Review Film Sorry I Killed You: Semua Karakter Sama-Sama Bodohnya!
-
Review Series Squid Game 3: Pengorbanan di Dunia yang Nggak Pernah Adil
-
Review Series Ironheart: Armor Ketemu Sihir, Marvel Makin Nggak Ada Ampun?
-
Laut, Luka, Cinta, dan Iman dalam Catatan Film Silent Roar
Artikel Terkait
-
Review Film Queens of Drama: Antara Cinta dan Persaingan Pop-Punk
-
Sinopsis Film Mission: Impossible The Final Reckoning, Misi Terakhir Tom Cruise?
-
Remake Film How to Make Million Before Grandma Dies, Hollywood Yakin Bisa?
-
Sinopsis Final Destination: Bloodlines, Kembalinya Death dan Rencana Maut
-
Berani Nonton? 8 Film Gore Ini Bisa Bikin Trauma Seumur Hidup!
Ulasan
-
Philosophy of Overthinking, Mengelola Overthinking Lewat Latihan Harian
-
Review Film Han Gong Ju, Saat Luka Lama Mencari Tempat untuk Sembuh
-
Ulasan Novel Demon Rumm: Karya Sandra Brown yang Kurang Menggigit
-
Merajut Doa dan Ikhtiar Lewat Ulasan Buku The Power of Jalur Langit
-
Conan Gray Ungkap Luka Patah Hati Lewat Lagu Synth Pop Bertajuk Maniac
Terkini
-
4 HP Termurah dengan Wireless Reverse Charging, Bisa Jadi Powerbank!
-
STAYC Getarkan Jakarta, Awali Tur Dunia 2025 dengan Energi Penuh Gairah
-
Pop Abis! Jihyo TWICE Rilis OST Bertajuk New Days untuk Marry My Husband Versi Jepang
-
Malaysia Targetkan Semifinal Piala AFF U-23: Realistis atau Takut dengan Timnas Indonesia?
-
AFC Rilis Daftar Calon 11 Pemain Terbaik, Timnas Indonesia Kirimkan Lima Penggawa Sekaligus