Sekar Anindyah Lamase | aisyah khurin
Novel Rasina (goodreads.com)
aisyah khurin

Novel "Rasina" karya Iksaka Banu merupakan sebuah karya sastra yang memadukan sejarah, kritik sosial, dan potret kemanusiaan ke dalam sebuah narasi yang kuat dan emosional.

Berangkat dari latar kolonial Hindia Belanda, Iksaka Banu menghidupkan kembali suara-suara yang kerap terpinggirkan dalam sejarah, suara para perempuan, suara kaum jelata, dan suara mereka yang ditempatkan sebagai objek kekuasaan.

Melalui tokoh Rasina, seorang perempuan pribumi yang hidup dalam struktur kolonial yang menindas. Novel ini menghadirkan gambaran dunia yang keras, namun tetap menyisakan celah bagi harapan dan ketabahan manusia.

Cerita berpusat pada Rasina, seorang gadis desa yang sejak kecil telah terbiasa dengan sistem sosial yang timpang dan penuh ketidakadilan. Kehidupannya berubah ketika ia terjerat dalam situasi yang memaksanya masuk ke lingkaran kekuasaan kolonial, baik sebagai korban maupun sebagai saksi berbagai perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh para penegak kolonial terhadap rakyat pribumi.

Berbagai peristiwa kelam yang ia alami dan saksikan menjadi cerminan bagaimana tubuh dan martabat perempuan kerap menjadi arena penindasan di masa kolonial. Namun, alih-alih hanya menghadirkan tragedi, Iksaka Banu memberi ruang bagi karakter Rasina untuk tumbuh, menemukan suara, serta menghadapi dunia dengan keberanian yang perlahan ia bangun sendiri.

Salah satu kekuatan novel Rasina adalah penggambaran sejarah yang detail namun tetap mengalir secara naratif. Iksaka Banu menunjukkan kapasitasnya sebagai pengarang yang sangat memahami konteks kolonial dan mampu memadukannya dengan alur fiksi yang hidup.

Melalui adegan-adegan yang rinci, baik berupa gambaran kampung-kampung pribumi, suasana perkebunan, interaksi pejabat kolonial, hingga hiruk-pikuk kota kecil di Hindia Belanda, pembaca dapat merasakan atmosfer zaman yang kelam namun nyata. Penulis tidak hanya menceritakan sejarah, tetapi menghidupkannya, membuat pembaca seolah menjadi saksi langsung dari kekerasan struktural yang berlangsung.

Novel ini juga memuat kritik sosial yang tajam terhadap struktur kekuasaan kolonial. Rasina dan banyak tokoh lainnya menanggung akibat dari sistem yang dibangun untuk menjaga dominasi para pendatang Eropa. Ketimpangan ekonomi, diskriminasi rasial, dan kontrol atas tubuh perempuan adalah tema-tema yang terus mengemuka.

Iksaka Banu dengan tegas memaparkan bagaimana kolonialisme tidak hanya merampas sumber daya alam, tetapi juga melukai martabat manusia pribumi. Kritik ini tidak disampaikan secara menggurui, melainkan muncul melalui pengalaman konkret para tokohnya, membuat pesan terasa lebih kuat dan menyentuh.

Selain itu, "Rasina" menonjol dalam memotret kompleksitas karakter manusianya. Rasina bukan digambarkan sebagai korban pasif, ia adalah individu yang mengalami transformasi seiring perjalanan hidupnya. Ia pernah jatuh, terluka, marah, bingung, dan ketakutan, tetapi perlahan tumbuh menjadi sosok yang lebih tegar dan memahami nilai dirinya sendiri.

Tokoh-tokoh pendukung seperti anggota keluarga Rasina, para perempuan lain yang bernasib serupa, maupun tokoh-tokoh kolonial, digambarkan dengan kedalaman yang membuat mereka terasa nyata. Tidak ada tokoh yang sepenuhnya hitam atau putih, masing-masing memiliki motivasi dan sisi manusiawi yang kompleks.

Gaya bahasa Iksaka Banu dalam novel ini layak mendapat perhatian khusus. Penulis memiliki kemampuan menyusun kalimat-kalimat yang puitis namun tetap lugas. Deskripsi yang ia hadirkan mampu menggugah emosi tanpa terkesan berlebihan.

Dialog-dialognya terasa hidup, mencerminkan perbedaan latar belakang sosial para tokoh serta realitas bahasa di masa kolonial. Keahlian penulis dalam meramu antara narasi sejarah dan bahasa sastra membuat novel ini tidak hanya informatif, tetapi juga sangat menyentuh secara estetis.

Tema utama mengenai keberanian perempuan dalam menghadapi ketidakadilan merupakan benang merah yang menyatukan keseluruhan novel. Rasina menjadi simbol bagaimana perempuan pribumi sering harus bertahan dalam situasi yang sulit, namun dalam keterbatasan itu, mereka tetap mampu menemukan kekuatan.

Novel ini menggambarkan bagaimana solidaritas antarperempuan menjadi salah satu bentuk perlawanan paling penting, meskipun sering tampak sunyi dan tidak tercatat dalam sejarah resmi.

Secara keseluruhan, "Rasina" adalah karya yang relevan, baik bagi pembaca yang menyukai sejarah maupun bagi mereka yang tertarik pada isu perempuan, kemanusiaan, dan ketidakadilan sosial.

Novel ini mengajak pembaca untuk melihat masa kolonial dengan perspektif yang lebih intim dan manusiawi, yakni melalui kehidupan sehari-hari seorang perempuan yang berjuang mempertahankan martabatnya. Iksaka Banu menghadirkan kisah yang tragis namun juga indah, menyentuh sekaligus membuka mata. Rasina bukan hanya cerita tentang penderitaan, tetapi juga tentang keberanian untuk bertahan dan bangkit.

Identitas Buku

Judul: Rasina

Penulis: Iksaka Banu

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Tanggal Terbit: 24 Februari 2023

Tebal: 616 Halaman

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS