Apa yang akan terjadi jika hidup seseorang diceritakan secara terbalik? Bukan dari awal ke akhir, tapi dari kehancuran dunia menuju masa kanak-kanak yang penuh cinta dan musik? Itulah yang coba ditawarkan ‘The Life of Chuck’, film buatan Sutradara Mike Flanagan, yang pernah bikin Film Doctor Sleep (2019) dan Series The Haunting of Hill House (2018).
Kali ini, Flanagan keluar dari zona nyaman horornya dan menukik ke ranah drama eksistensial yang menyentuh, intim, dan penuh kejutan lho.
Diproduksi Intrepid Pictures dan didistribusikan sama Neon, ‘The Life of Chuck’ merupakan adaptasi dari salah satu cerita pendek karya Stephen King, yang termuat dalam kumpulan cerpen: ‘If It Bleeds’.
Sekilas tentang Film The Life of Chuck
Film ini tayang perdana di Toronto International Film Festival pada September 2024. Seperti yang sudah diberi tahu di awal, Sobat Yoursay nggak akan langsung bertemu Chuck di awal film.
Alih-alih, film dimulai dalam suasana apokaliptik. Internet tiba-tiba mati. Listrik padam. Gempa bumi menghancurkan sebagian California.
Dunia seperti ambruk perlahan (tapi bukan dalam arti sebenarnya). Adalah dunia dalam kepala Chuck, yang perlahan memudar seiring hidupnya menjelang akhir.
Dan di tengah kekacauan itu, wajah Chuck mulai muncul di mana-mana: di billboard, di layar TV, seakan-akan semua orang diwajibkan berterima kasih padanya karena sudah ngasih mereka tahun-tahun yang indah. Jadi, siapa sebenarnya Chuck?
Bagian pertama, mengikuti dua mantan pasangan guru, Marty Anderson (Chiwetel Ejiofor) dan Felicia Gordon (Karen Gillan), yang terhubung kembali di tengah krisis global. Ada adegan menyentuh ketika Marty mengunjungi temannya, Sam Yarborough (Carl Lumbly), pemilik rumah duka yang ternyata punya hubungan penting dengan masa lalu Chuck.
Perlahan, benang merah antara kisah para karakter mulai membentuk pola. Bukan plot yang gamblang, tapi semacam emosi yang mengarah pada satu titik: Chuck adalah bagian dari kehidupan mereka semua, entah sebagai kenangan, keajaiban kecil, atau luka yang masih terbuka.
Bagian kedua, mengambil pendekatan yang sangat berbeda—lebih ringan, lebih puitis. Di tengah jalan, Chuck dewasa (Tom Hiddleston) melihat pemain drum jalanan (Taylor Gordon), dan dalam momen yang sangat spontan, dia menari. Bukan tarian yang dipersiapkan, melainkan gerakan bebas penuh sukacita, seakan-akan tubuhnya tahu, itu adalah momen yang akan dikenang selamanya.
Chuck lalu mengajak perempuan muda bernama Janice Halliday (Annalise Basso), yang baru saja patah hati, untuk ikut menari bersamanya. Adegan ini terasa manis, sureal, dan menyimpan makna yang baru akan benar-benar terasa di akhir film.
Lalu bagian ketiga, akan membawa Sobat Yoursay ke masa kecil Chuck. Kita akhirnya bertemu dengan kakek dan neneknya, Albie (Mark Hamill) dan nenek yang diperankan Mia Sara. Di sini, film jadi seperti kotak kenangan yang dibuka perlahan.
Ya, kita melihat bagaimana nasihat yang salah arah bisa menuntun pada keputusan besar, bagaimana tarian bisa menyatukan generasi, dan bagaimana waktu terasa sangat panjang saat kecil, tapi begitu cepat saat dewasa.
Agak membingungkan memang, tapi ….
Impresi Selepas Nonton Film The Life of Chuck
Gimana ya, aku nggak bisa buat nggak terhanyut dengan cara film ini bercerita, yang nggak ngasih tahu secara langsung apa yang harus (penonton) rasakan. Film ini cuma memperlihatkan potongan-potongan hidup, dan membiarkan aku yang merangkainya sendiri.
Tom Hiddleston mungkin hanya muncul di bagian tengah, tapi kehadirannya meninggalkan jejak yang dalam. Dan secara visual, Flanagan merancang film ini dengan hati-hati, penuh detail kecil yang membangun suasana. Musik dan editing berpadu seperti irama, yang kadang harmonis, kadang disonansi.
Apakah ini film fiksi ilmiah? Bisa jadi. Apakah ini hanya metafora dari seseorang yang mengenang hidupnya saat menjelang kematian? Sangat mungkin. Dan di situlah uniknya.
Selepas nonton, kayaknya sih makna film ini perihal momen. Tentang betapa satu tarian bisa menyelamatkan hari seseorang. Tentang bagaimana kenangan bisa melampaui waktu dan ruang. Tentang bagaimana hidup bukan sekadar urutan peristiwa, tapi kumpulan keputusan kecil yang membentuk siapa kita.
Aku kelar nonton film ini dengan perasaan bingung dan kepala nyut-nyutan. Nggak semua bagiannya langsung aku mengerti. Namun, sebenarnya,saat adegan terakhir bergulir, ketika semua misteri terhubung dalam simpul emosional yang tenang dan elegan, aku hanya tersenyum. Bukan karena bahagia, tapi karena merasa cukup sudah nonton film ini.
Kalau Sobat Yoursay suka film yang ngajak mikir, Film The Life of Chuck mungkin akan jadi salah satu film favoritmu.
Baca Juga
-
Review Film Madea's Destination: Cerita dan Komedinya Begitu Hambar?
-
Review Film Ghost Train: Teror Tanpa Akhir di Jalur Bawah Tanah
-
Review Film Believe: Kobaran Cinta Tanah Air
-
Review Film Apocalypse in the Tropics: Gelapnya Demokrasi yang Terancam
-
Review Film Dont Lets Go to the Dogs Tonight: Hidup di Tengah Peperangan
Artikel Terkait
-
Review Film Failan, Sebuah Kisah Cinta yang Tak Pernah Bertemu
-
Review The Ritual: Ujian Iman di Tengah Teror Pengusiran Setan!
-
7 Film yang Antar Shah Rukh Khan Jadi Aktor Terbaik Zee Cine Awards
-
5 Fakta Blood Brothers: Bara Naga, Film Laga Malaysia Terbaik 2025 Kini Tayang di Indonesia
-
Review Film The Lost City: Saat Penulis Tersesat dalam Dunia Ciptaannya
Ulasan
-
Justin Bieber 'Love Yourself': Cintai Diri dengan Menjauh dari Pacar Toksik
-
Ulasan Novel Out of a Jar: Belajar Melepaskan Emosi Melalui Buku Anak
-
Review Film Madea's Destination: Cerita dan Komedinya Begitu Hambar?
-
Gadis Konyol dan Penuh Humor dalam Novel Olga: Leukemia Kemping
-
Review Novel Pulang: Kisah Eksil Politik yang Terasing dari Negara Asalnya
Terkini
-
Piala AFF U-23 2025: Vietnam Sabet Gelar Juara usai Taklukkan Timnas Indonesia
-
Selamat! WayV Raih Kemenangan Pertama Lagu Big Bands di Program 'The Show'
-
Dark Abis! Key Hadirkan Lagu dengan Lirik Konseptual di Album Baru 'Hunter'
-
Setelah Jadi Ibu, Mimpi Harus Diarsipkan: Saat Perempuan Tetap Butuh Mimpi
-
4 Pelembab Jumbo Perbaiki Skin Barrier, Harga Hemat dan Bikin Wajah Sehat!