Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Poster Film Monsieur Hire (IMDb)

Monsieur Hire’ seperti bayangan di balik tirai yang misterius, melankolis, dan pelan-pelan menghantuimu. Disutradarai Patrice Leconte dan diproduksi Philippe Carcassonne serta René Cleitman, film Prancis tahun 1989 ini mengupas sunyi dari sudut yang nggak biasa lho. Sebuah kisah tentang cinta yang nggak terucap, tatapan diam dari balik jendela, dan kerapuhan manusia yang tersembunyi di balik setelan jas rapi.

Film ini diadaptasi dari ‘Novel Les Fiançailles de M. Hire (Monsieur Hire’s Engagement)’ karya Georges Simenon. Bersama penulis skenario Patrick Dewolf, Petrice Leconte mengubah kisah ini menjadi drama psikologis yang menarik dan menyakitkan dalam porsi yang pas. Masa sih? Yuk, kepoin lebih lanjut!

Sekilas tentang Film Monsieur Hire

Di sebuah apartemen kota yang sepi, tinggal pria paruh baya bernama Monsieur Hire (diperankan Michel Blanc). Dia penjahit yang rapi, pendiam, dan dijauhi tetangga-tetangganya. Dia bukan orang yang hangat, nggak pula berusaha menyenangkan siapa pun. Namun justru dari kejauhan, dalam diam, dia lagi jatuh cinta.

Di seberang jendela apartemennya, tinggal Alice (Sandrine Bonnaire), perempuan muda berusia 22 tahun yang memikat. Malam demi malam, Hire mengamati Alice diam-diam dari balik tirai. Dia menyaksikan Alice dalam segala momen, misal sedang merapikan baju, bercinta dengan kekasihnya yang kasar, Emile (Luc Thuillier), hingga tertawa kecil dalam keheningan.

Semua berubah saat terjadi pembunuhan di lingkungan mereka. Polisi mulai menyelidiki, dan Hire menjadi tersangka karena satu alasan sederhana: Nggak ada yang menyukainya.

Seorang inspektur polisi (André Wilms) nggak hanya menyelidiki kasus itu tapi juga mulai mengupas lapisan-lapisan kompleks dari diri Hire. Seberapa misterius si penjahit itu sih? Tonton deh!

Impresi Selepas Nonton Film Monsieur Hire 

Aku tuh kayak dilempar ke dunia Hire yang monokrom. Dia hidup dalam keteraturan. Jas hitam yang selalu rapi, sepatu mengilap, gerak-geriknya terukur. Bahkan tikus putih di tokonya seperti simbol dari dunianya yang steril dan sepi. Dalam dunia itu, Alice adalah satu-satunya warna. Ya, kebanyakan warna dalam diri Alice itu merah, kayak di lipstiknya, pakaian, dan bahkan kantung tomat yang dijatuhkannya di depan pintu Hire. 

Cara film ini membalik ekspektasi tuh mantap banget. Hire bukanlah predator murahan. Dia jujur dengan perasaannya. Saat akhirnya mengakui kalau dirinya sudah melihat segalanya dari jendela (termasuk saat Alice bercinta dengan Emile) dia tuh  menyampaikannya nggak dengan nafsu, tapi dengan keheningan yang menyayat. Ada kejujuran yang membuatku simpati, meski ada rasa nggak nyaman. 

Alice sendiri bukan perempuan bodoh. Dia menyadari ketertarikan Hire, dan pada titik tertentu, membalasnya. Sayangnya memang, perasaannya rumit. Antara rasa iba, penasaran, dan mungkin sedikit hasrat untuk dimengerti oleh seseorang yang melihat dirinya lebih dari sekadar tubuh.

Oh, iya, adegan yang paling mengejutkanku tuh, saat Hire menunjukkan dirinya di arena bowling. Dia, yang selama ini tampak kikuk dan canggung, ternyata mampu memikat orang dengan keahliannya melempar bola—bahkan sambil tutup mata. 

Namun seperti semua tragedi, Film Monsieur Hire nggak menawarkan pelukan di akhir cerita. Ada temuan pahit, ada kebenaran yang terlambat terungkap, dan ada keruntuhan yang nggak bisa diperbaiki. Film ini mengakhiri kisahnya dengan sebuah pukulan emosi yang telak, lewat shot cepat yang melambat sejenak. Aslinya, cukup lama untuk membuatku menahan napas.

Kalau Sobat Yoursay pernah merasa jadi orang asing di tengah keramaian, mungkin kamu akan melihat sebagian dirimu di balik jas hitam Monsieur Hire. Ups

Athar Farha