Kalau Sobat Yoursay sempat jatuh hati pada ‘The Old Guard’ (2020), film aksi fantasi yang jadi salah satu favorit banyak orang saat masa pandemi, mungkin kamu akan cukup penasaran dengan sekuelnya yang tayang di Netflix sejak 2 Juli 2025. Namun sayangnya, ‘The Old Guard 2’ hadir tanpa banyak semangat, meskipun semua elemen dari film pertama dibawa kembali.
Disutradarai Victoria Mahoney dan ditulis kembali sama Greg Rucka (penulis komik dan film pertamanya), film ini mencoba mengembangkan cerita para prajurit abadi yang hidup selama berabad-abad. Namun, alih-alih memperdalam kisah mereka, film ini malah terjebak dalam alur berliku yang nggak punya arah emosional yang jelas.
Sangat disayangkan deh. Memangnya berkisah tentang apa? Sini kepoin!
Sekilas tentang Film The Old Guard 2
Film ini sebenarnya dibuka dengan cukup menggelegar. Andy (Charlize Theron), yang kini kehilangan keabadiannya, menyerbu sebuah vila megah di Italia bersama James Copley (Chiwetel Ejiofor), mantan musuh yang kini menjadi sekutu.
Di tempat yang sama, Joe (Marwan Kenzari) dan Nicky (Luca Marinelli), pasangan abadi yang dicintai banyak penonton di film pertama, melancarkan pengejaran mobil yang mendebarkan.
Bahkan Nile (KiKi Layne) muncul dramatis lewat speedboat yang menabrak kaca besar. Koreografi laganya tajam, kamera berputar lincah, dan penyuntingan dari Matthew Schmidt membuat adegan ini terasa hidup. Seandainya seluruh filmnya seberani dan sepadat itu, sayangnya ….
Impresi Selepas Nonton Film The Old Guard 2
Setelah pembukaan yang menjanjikan, film ini langsung kehilangan arah. Naskah Greg Rucka terasa datar dan nggak menggigit.
Dunia ‘The Old Guard’ sebenarnya kaya dengan mitologi dan potensi konflik moral, tapi dalam sekuel ini, semuanya terasa kayak tempelan doang. Ceritanya pun lebih fokus pada serangkaian misi dan penceritaan kilat tanpa membangun ikatan kuat dengan karakter-karakter yang tampil.
Nile, misalnya, hampir nggak punya perkembangan berarti sejak film pertama. Dia hanya menjadi penghubung cerita saat terlibat dalam mimpi tentang Discord (Uma Thurman), karakter baru yang mencuri naskah kuno milik Tuah (Henry Golding), seorang immortal dari Asia Tenggara. Dari sinilah, Andy dan timnya mulai melakukan perjalanan global yang terasa lebih seperti peta tempel turis dibanding eksplorasi cerita.
Film ini memang menambahkan banyak karakter baru, tapi gagal memberi mereka ruang buat tumbuh. Tuah, Discord, hingga kembalinya Qunh (Veronica Ngo) yang sempat dikurung di dasar laut, semua terasa seperti alat laju plot semata.
Bahkan karakter utama dari film pertama seperti Joe, Nicky, dan Booker (Matthias Schoenaerts) kerap menghilang dari layar untuk waktu yang lama.
Bahkan ketika konflik batin dan relasi emosional seharusnya jadi inti dari cerita, film ini malah terus berpindah-pindah lokasi tanpa memberi kedalaman emosional. Copley nyaris nggak punya adegan berarti, dan percakapan antar karakter pun minim muatan emosional.
Ironisnya, bahkan Andy si tokoh sentral nggak benar-benar diberi ruang untuk berkembang. Padahal, kini dia sudah jadi manusia biasa, kehilangan keabadiannya.
Eh, reaksi Andy terhadap perubahan besarnya hanya sebatas lelucon. Nggak ada eksplorasi mendalam tentang kematian, kehilangan kekuatannya, atau trauma setelah hidup selama ribuan tahun. Semua nuansa itu dibiarkan lewat begitu saja.
Satu-satunya momen yang terasa menyentuh adalah ketika Andy dan Qunh bertemu dalam sebuah adegan simbolis (berjalan melalui lorong-lorong yang perlahan berubah menjadi reruntuhan Roma Kuno) hingga akhirnya mereka bertarung dalam koreografi yang indah dan penuh amarah.
Adegan ini jadi bukti, sebenarnya ‘The Old Guard 2’ bisa saja jadi film yang lebih puitis dan personal, andai nggak terjebak dalam formula aksi berlebihan.
Seperti banyak film aksi modern, ‘The Old Guard 2’ akhirnya jatuh dalam perangkap harus lebih besar, lebih seru, lebih meledak-ledak.
Maka muncullah Discord sebagai villain klise yang hendak membajak fasilitas nuklir di Indonesia (setpiece yang terasa generik dan terlalu dipaksakan hanya agar bisa menutup film dengan ledakan besar). Padahal film ini seharusnya lebih kuat ketika mengeksplorasi relasi personal antar karakter ketimbang menjadi James Bond versi immortal.
Untuk Sobat Yoursay yang berharap akan ada reuni penuh makna dari para prajurit abadi, atau eksplorasi emosional tentang makna kematian setelah hidup abadi, film ini mungkin akan terasa mengecewakan.
Skor: 2,5/5
Baca Juga
-
Petualangan Hangat John Malkovich dalam Film Mr. Blake at Your Service
-
Squid Game 3 dan Bayi yang Menang, Metafora Paling Manusiawi?
-
Spoiler Alert! Kematian Para Peserta, Pemenang, dan Ending Squid Game 3
-
Review Film Jurassic World - Rebirth: Sedangkal Ini Kisahnya?
-
Pixar Resmi Garap Incredibles 3, Sutradara Baru Gantikan Brad Bird?
Artikel Terkait
-
Ulasan Film Narik Sukmo: Ketika Tarian Jawa Jadi Gerbang Kutukan!
-
Dari Iklan ke Film: Bagaimana Media Membentuk Citra Perempuan?
-
Review Jurassic World: Rebirth, Visual Spektakuler, Cerita Tak Bernyawa
-
Alasan Yama Carlos Terlibat di Film Narik Sukmo, Ada Peran Unik?
-
Tissa Biani Salurkan Duka Kehilangan Buat Inspirasi di Film 'Panggil Aku Ayah'
Ulasan
-
Tutorial Jadi Orang Keren di Buku "Seni Berbicara" Karya Larry King
-
Ulasan Film Narik Sukmo: Ketika Tarian Jawa Jadi Gerbang Kutukan!
-
Review Novel Return to the Dallergut Dream Department Store: Misteri di Balik Toko Mimpi
-
Ulasan Film Jurassic World Rebirth: Visual Gila, Cerita Bikin Penasaran!
-
Alunan Piano yang Menghubungkan Rasa Cinta dalam Novel A Song For Alexa
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Musik, UMKM Lokal Ramaikan Prambanan Jazz Festival 2025
-
Pasak Lebih Tinggi dari Tiang: Potret Suram Keseimbangan Fiskal Indonesia
-
Erick Thohir Jawab Usulan Piala Indonesia, Serahkan Wewenang ke PT LIB
-
Vivo Y19s GT 5G Rilis, HP Murah Terbaru dan Model Pertama dari Seri GT
-
Diterpa Rumor Naturalisasi Ilegal, Pejabat FAM Ramai-Ramai Berikan Klarifikasi! Panik?