Ada yang baru keluar dari penjara setelah bertahun-tahun mendekam karena kasus pembunuhan. Nah, saat itu, dunia sudah berubah, orang-orang nggak peduli, dan satu-satunya pekerjaan yang bisa didapatkan adalah menangkap anjing liar di gurun pasir. Terdengar suram? Ya, memang. Menariknya, di tangan Sutradara Guan Hu, kisah suram di dalam Film Black Dog menjelma jadi drama humanis yang hangat tapi juga ironis, bahkan nggak jarang mengundang tawa getir.
Film Black Dog diproduksi China Film Co., dan dibintangi Eddie Peng sebagai Lang, mantan rockstar yang kini jadi pemburu anjing. Sudah terbayang seperti apa jalan ceritanya? Buat lebih tahu banyak lagi, yuk kepoin terus!
Sekilas tentang Film Black Dog
Lang, yang baru bebas dari penjara selepas terlibat dalam kasus pembunuhan, kembali ke kampung halamannya, di kota kecil pinggiran gurun Gobi yang perlahan ditinggalkan peradaban.
Nggak punya pilihan lain, Lang menerima tawaran pekerjaan ‘bagian dari patroli’ sebagai penangkap anjing liar. Ya, kota itu harus bersih dari hama (anjing liar). Bukan hanya untuk keamanan semata, tapi demi menjaga citra baik China menjelang Olimpiade yang akan datang.
Saat bertugas, Lang bertemu dengan seekor anjing hitam kurus kering yang liar dan diduga rabies. Namun, entah mengapa, dia nggak tega. Otomatis, Lang gagal dong bertugas. Lang lantas membawa anjing itu pulang dan merawatnya.
Anjing itu, yang awalnya seperti musuh, pelan-pelan jadi sahabat yang setia. Di tengah hubungan Lang yang dingin dengan ayahnya si alkoholik, dan ancaman dari Butcher Hu (penguasa lokal yang ingin menuntut balas atas kematian keponakannya), Lang justru menemukan ketenangan berkat kehadiran si anjing.
Apakah Lang akan terlepas dari Butcher Hu? Tontonlah di KlikFilm!
Review Film Black Dog
Jujur saja, aku langsung terpikat dunia yang dibangun dalam Film Black Dog. Gurun Gobi ditampilkan bukan sebatas lanskap yang sunyi, panas, dan hampir nggak ngasih belas kasihan. Di tengah lanskap itu, Lang berjalan perlahan. Bukan karena dia malas, tapi karena hidupnya memang seperti itu; bergerak pelan, terseret beban masa lalu.
Guan Hu, yang sebelumnya menyutradarai Film The Eight Hundred, di sini menunjukkan sisi yang lebih kontemplatif. Dia bermain-main dengan keheningan, hal-hal absurd, dan tentunya menyuguhkan simbolisme.
Salah satu adegan favoritku, saat geng Butcher Hu mengejar Lang, tapi kejadian itu berlangsung saat Lang sedang bungee jumping. Sulit dijelaskan, tapi sangat menggelitik. Bisa dikategorikan sebagai humor deadpan yang jarang ditemukan di film-film China kebanyakan.
Anjing-anjing di film ini jelas nggak cuma hewan sih. Semacam metafora gitu. Bisa dianalogikan sebagai rakyat kecil yang diburu sistem demi ‘kebersihan visual’, atau bisa juga sebagai cerminan sisi liar dalam diri Lang sendiri, sisi yang ingin bebas, marah, dan nggak bisa dijinakkan.
Dan cara film ini memotret anjing-anjing itu sungguh luar biasa. Kamera menyorot dari jauh, memperlihatkan kawanan menyapu kota kosong seperti hantu dari masa lalu.
Aku juga menikmati bagaimana film ini menahan diri dari pengambilan gambar secara close-up. Banyak adegan yang nggak terlalu memperlihatkan ekspresi wajah tokohnya secara dekat. Namun, saat akhirnya close-up muncul, rasanya sangat kuat. Seolah-olah film ini bilang, “Aku akan tunjukkan rasa sakit ini, tapi hanya jika kamu sudah siap.”
Namun, nggak semua bagian film ini sekuat itu. Ada subplot soal romansa spekulatif dan sirkus keliling yang buatku terasa terlalu ringan dan agak generik, seakan-akan keluar dari nuansa serius yang dibangun sejak awal. Mungkin ini memang disengaja, sebagai jeda emosional di tengah dunia yang begitu sunyi dan kelam di dalamnya.
Nggak heran Film Black Dog keluar sebagai pemenang Un Certain Regard di Festival Film Cannes 2024. Film ini juga meraih Palm Dog Award, penghargaan (nggak resmi) untuk penampilan anjing terbaik.
Kalau Sobat Yoursay suka film-film kontemplatif, aku sangat merekomendasikan Film Black Dog buat kamu tonton di KlikFilm. Selamat nonton, ya.
Baca Juga
-
Review Film On Becoming a Guinea Fowl: Rahasia dalam Tiap Luka dan Diamnya
-
Review Film The Seed of the Sacred Fig: Saat Rezim Tumbuh di Dalam Rumah
-
Review Film Girls Will be Girls: Cinta, Ibu, dan Anak yang Tumbuh dari Luka
-
Review Film The Uncle: Saat Monster Datang dari Orang Terdekat
-
Review Film Selepas Tahlil: Ada yang Bangkit Setelah Tahlilan
Artikel Terkait
-
Review Film F1 The Movie: Rasakan Pengalaman Epik Jadi Pembalap Formula 1
-
Review Film The Seed of the Sacred Fig: Saat Rezim Tumbuh di Dalam Rumah
-
Review Film Hotel Sakura: Horor Psikologis dengan Vibe Jepang yang Juara!
-
Review Film Sore: Istri dari Masa Depan, Nggak Kalah Bucinnya sama Romeo dan Juliet!
-
Review Film R.I.P.D: Men in Black Versi Akhirat, Tayang Malam Ini di Trans TV
Ulasan
-
Ulasan Novel The Final Gambit: Akhir Permainan Warisan Keluarga Hawthorne
-
Review Film On Becoming a Guinea Fowl: Rahasia dalam Tiap Luka dan Diamnya
-
Ulasan Webtoon Pigpen: Labirin Trauma dan Realitas dalam Pikiran yang Gelap
-
Review Film Refrain, Saat Cinta Pertama Menguji Batas Persahabatan
-
Review Film F1 The Movie: Rasakan Pengalaman Epik Jadi Pembalap Formula 1
Terkini
-
9 Daftar Motor Listrik di Bawah Rp15 Jutaan: Murah, Senyap, dan Bisa Ngebut
-
Sekolah Jadi Formalitas, Anak Makin Bingung, Sistem Pendidikan Kita Mabuk!
-
Kaylee VCHA Resmi Keluar dari Grup Sekaligus Agensi JYP Entertainment
-
Perang HP Rp2 Jutaan: Samsung, Xiaomi, atau Oppo! Pilih yang Mana?
-
Ditonton 400 Juta Kali, Trailer Film Project Hail Mary Sukses Cetak Rekor