Bayangkan sebuah kehidupan yang dimulai tanpa pengetahuan tentang masa lalu, tanpa pengalaman akan cinta, keluarga, atau bahkan dunia luar. Narator dalam novel I Who Have Never Known Men mengalami hal serupa, kisah yang ia jalani dipenuhi pertanyaan tanpa jawaban pasti.
Namun, justru ketidakpastian itulah yang menjadi kekuatan utama dari novel ini. Kisah ini dibuka di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan sunyi, di mana tiga puluh sembilan perempuan dewasa dan satu gadis muda dikurung di balik jeruji logam. Mereka hidup dalam ketidakpastian total.
Semua perempuan itu tak mengerti bagaimana mereka bisa berada di tempat itu. Mereka hanya tahu ruang ini, tempat mereka tumbuh tanpa masa lalu, tanpa cinta, dan tanpa harapan akan masa depan.
Setiap hari mereka diawasi oleh para penjaga laki-laki yang bersenjata. Mereka tidak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya datang untuk memberi makan kemudian pergi lagi. Seolah hanya menjalankan perintah saja.
Tidak ada yang tahu mengapa mereka dikurung, untuk tujuan apa, atau sudah berapa lama waktu berlalu. Rasanya mereka seperti ditakdirkan untuk hidup dan mati di ruang itu.
Hingga suatu hari, ada sebuah kejadian tak terduga yang membuat para perempuan itu bisa bebas dari penjara ini.
Namun, kebebasan yang mereka dapatkan bukanlah jawaban dari penderitaan mereka. Justru, dunia luar menghadirkan bentuk kesunyian dan kehampaan yang jauh lebih mengerikan.
Tokoh narator di sini seperti dipaksa untuk memahami dunia barunya dari nol. Ia tidak memiliki ingatan apapun tentang kenangan di masa lalu. Tidak ada keluarga, teman, atau hal lain yang bisa dijadikan tumpuan.
Novel ini menyentuh sisi terdalam dari keberadaan manusia. Ia mengajak kita bertanya: Apa artinya menjadi manusia jika semua hal yang membuat hidup terasa "bermakna", seperti cinta, kebersamaan, dan harapan, tidak pernah kita kenal?
Ketika semua hal yang kita miliki diambil, apa kita masih bisa disebut manusia seutuhnya?
Meski ceritanya terlihat tenang, namun suasana yang ditimbulkan sangatlah mencekam. Alih-alih menghadirkan kisah distopia penuh aksi dan ketegangan, ia justru menyuguhkan sebuah perenungan sunyi tentang keberadaan manusia.
Sebagai pembaca, kalian mungkin akan merasa frustrasi saat mencoba memahami alur ceritanya. Seolah kita butuh penjabaran yang lebih terang dan alasan masuk akal mengapa semua kekacauan ini bisa terjadi.
Tapi semakin kita terhanyut dalam ceritanya, kita justru mulai menyadari bahwa kehampaan dalam novel ini bukan kelemahan, melainkan justru menjadi titik terkuatnya.
Keheningan justru menjadi cara novel ini menyampaikan pesannya, bahwa dalam dunia yang telah kehilangan makna, yang benar-benar tersisa hanyalah kesadaran akan keberadaan itu sendiri.
I Who Have Never Known Men memang bukan bacaan yang ringan atau ditujukan untuk menghibur.
Ia sunyi, gelap, dan terasa menghantui. Namun di balik ketenangannya yang dingin, ada perenungan yang dalam tentang kesendirian, tentang bertahan hidup, dan tentang bagaimana rasanya hidup ketika satu-satunya yang kita kenal hanyalah kehampaan.
Buku ini bukan untuk mencari kebahagiaan atau jawaban akhir. Tidak ada penyelesaian masalah yang menyenangkan.
Yang ada hanyalah meditasi atas kehidupan yang telanjang, tanpa ornamen cinta, tanpa koneksi sosial, tanpa pengharapan yang manis.
Bagi pembaca yang menyukai cerita dengan sentuhan eksistensial manusia, novel ini wajib masuk ke daftar bacaan yang menarik untuk kalian.
Ia menuntut kesabaran, menghadirkan ketidaknyamanan, namun sekaligus menawarkan kejujuran yang jarang ditemukan dalam narasi distopia lainnya.
Baca Juga
-
Ulasan Novel The Mill House Murders: Misteri Kelam di Rumah yang Terisolasi
-
Ulasan Novel The Decagon House Murders: Kasus Pembunuhan di Pulau Terpencil
-
Kisah Toko Buku Ajaib di Novel The Vanishing Cherry Blossom Bookshop
-
Ulasan Novel A Midsummer's Equation:Pembunuhan di Balik Proyek Laut Dalam
-
Novel Pada Subuh yang Membawaku Pergi: Anak yang Berjuang Melawan Kekerasan
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel The Mill House Murders: Misteri Kelam di Rumah yang Terisolasi
-
Ulasan Novel The Decagon House Murders: Kasus Pembunuhan di Pulau Terpencil
-
The Most Beautiful Little Secret: Novel yang Memikat dan Penuh Teka-Teki!
-
Review Anime Nihon e Youkoso Elf-san: Elf yang Beradaptasi di Jepang Modern
-
Ulasan Buku One Hair, One Angel: Ajarkan Empati dari Kisah Pejuang Kanker
Terkini
-
Persis Solo Taklukkan PSIM Yogyakarta, Peter de Roo Ungkap Hasil Evaluasi
-
Ketika Em Dash dalam Tulisan Menimbulkan Anggapan Hasil AI Generated
-
Cara Bikin Stiker WhatsApp Sendiri Paling Gampang di 2025, Tanpa Ribet!
-
Bergenre Aksi Komedi, Film Bad Day Gaet Cameron Diaz Jadi Bintang Utama
-
4 Masker Gel Berbahan Dasar Mugwort, Solusi Efektif Redakan Kemerahan