Bayangkan sebuah rumah tua di tengah hutan, berdiri sunyi jauh dari keramaian, dihantui kenangan kelam dan tragedi yang belum selesai.
Lewat The Mill House Murders, Yukito Ayatsuji membawa pembaca menyusuri lorong-lorong sunyi sebuah rumah terpencil, jauh dari keramaian dunia luar, di mana masa lalu yang suram bersembunyi di balik tembok-tembok yang diam.
Fujinuma Kiichi, sang tuan rumah, menjalani hidup tertutup sejak kecelakaan mobil yang menghancurkan wajah dan hidupnya. Ia menutup kehidupannya serta wajahnya dengan menggunakan topeng karet.
Namun, ketenangan yang selama ini dijaganya mulai runtuh ketika malam diselimuti badai menghadirkan kembali mimpi buruk, dari menghilangnya seorang tamu, pembunuhan mengerikan, hingga lenyapnya lukisan berharga warisan sang ayah.
Setiap tahunnya, pada hari yang sama, Kiichi biasa mengundang segelintir tamu untuk menikmati koleksi lukisan milik mendiang ayahnya yang terkenal sebagai pelukis.
Namun, malam itu tak sekadar dihiasi hujan lebat dan angin yang menderu. Ia datang membawa kengerian yang mengubah kehangatan menjadi teror dan kecurigaan.
Saat penyelidikan dimulai, detektif Shimada Kiyoshi hadir untuk mengurai benang kusut dari serangkaian kejadian aneh yang seolah mustahil terjadi.
Ulasan Novel The Mill House Murders
Struktur novel ini cukup menarik. Cerita dibagi ke dalam dua alur waktu: masa kini dan kilas balik ke peristiwa tahun sebelumnya.
Narasi masa kini disampaikan lewat sudut pandang Kiichi sendiri, dengan gaya yang cukup kaku dan penuh jarak, sementara bagian kilas balik dituturkan lewat narator orang ketiga, memberi pembaca pandangan yang lebih luas dan netral atas apa yang terjadi di malam tragis tersebut. Perpindahan ini membantu membangun ketegangan sekaligus menyatukan potongan-potongan cerita seiring berjalannya waktu.
Namun, meskipun premisnya kuat dan latarnya sangat atmosferik, novel ini bukan tanpa kekurangan.
Salah satu hal yang menjadi kekuarangan adalah dialognya yang sedikit kaku. Mungkin sebagian besar disebabkan oleh kendala terjemahan, tapi tetap saja membuat beberapa bagian terasa datar dan sulit terhubung secara emosional dengan karakter.
Bahkan, meski ada daftar tokoh di awal buku, hampir semua karakter berbicara dan bertindak dengan nada yang mirip, yang menyulitkan pembaca membedakan mereka secara pribadi.
Selain itu, meski misterinya cukup menantang dan penuh lapisan, penyelesaian akhirnya terasa terlalu rumit dan berliku. Ada terlalu banyak elemen yang dimasukkan, membuat penyelesaian kasus terkesan terlalu dipaksakan atau dibuat-buat.
Yang menarik, meskipun kisah ini melibatkan pembunuhan, nuansanya tidak sadis atau berdarah-darah. Ini adalah misteri tipe "tertutup", seperti yang populer di era keemasan detektif klasik, penuh teka-teki, tidak banyak kekerasan eksplisit, tetapi tetap menyajikan ketegangan yang terasa. Dalam hal ini, Ayatsuji berhasil menciptakan suasana yang pas untuk genre tersebut.
Bagi penggemar misteri Jepang klasik, terutama yang menggemari gaya honkaku atau kisah detektif logis yang menantang, The Mill House Murders tetap patut dipertimbangkan.
Meskipun alurnya tidak semulus novel-novel Seishi Yokomizo, buku ini tetap menghadirkan atmosfer yang kelam dengan premis yang tak biasa.
Rumah tua yang terasing, badai yang mengurung, tamu-tamu dengan rahasia, dan seorang pembunuh yang diam-diam mengintai di antara mereka.
Unsur-unsur ini bersatu membentuk cerita kriminal bergaya klasik yang sukses mempertahankan ketegangan dan rasa penasaran sepanjang cerita.
Jadi, jika kalian sedang mencari bacaan yang menggabungkan misteri, suasana gothic, dan teka-teki rumit, The Mill House Murders bisa jadi pilihan yang pas untuk malam yang sunyi.
Baca Juga
-
Belajar Self-Love dari Buku Korea 'Aku Nggak Baper, Kamu Yang Lebay'
-
Novel Stranger, Kisah Emosional Anak dan Ayah dari Dunia Kriminal
-
Potret Kekerasan Ibu-Anak dalam Novel 'Bunda, Aku Nggak Suka Dipukul'
-
Novel The Prodigy: Menemukan Diri di Tengah Sistem Sekolah yang Rumit
-
The Killer Question: Ketika Kuis Pub Berubah Jadi Ajang Pembunuhan
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Buku "Revenge of the Tipping Point", Kombinasi Psikologi Dunia
-
Review Film Wasiat Warisan: Komedi Keluarga dengan Visual Danau Toba
-
Review Film Zootopia 2: Petualangan yang Lebih Dewasa dan Emosional
-
Ulasan Film Steve: Kisah Satu Hari yang Mengancam Kewarasan
-
Ulasan Buku Melania: Tokoh Publik Amerika Serikat yang Melegenda
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Air Putih, 5 Manfaat Infused Water untuk Kesehatan
-
Marselino Absen, Kini Hanya Tersisa 2 Alumni Generasi Emas SEA Games 2023 di Skuat Garuda
-
Jangan Dianggap Sepele, Ini 5 Langkah Penting Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut
-
10 Tanaman Hias Pembersih Udara, Bikin Kamar Segar Tanpa Air Purifier
-
5 Alasan Wajib Nonton Yummy Yummy Yummy, Drama China tentang Kuliner