City of Ash and Red adalah novel distopia psikologis yang intens dan menjijikkan dalam arti terbaiknya. Hye-Young Pyun menulis dunia yang begitu suram dan nyata, sampai-sampai pembaca bisa merasakan bau busuk, kotoran, dan keputusasaan yang melingkupinya.
Buku ini mengisahkan seorang pria tanpa nama, seorang spesialis pengendalian hama yang dikirim oleh perusahaannya ke “Negara Ibu Kota” untuk tugas dinas.
Setibanya di negara asing itu, ia langsung menghadapi isolasi ekstrem. Komunikasi terbatas karena bahasa yang asing, kota yang kacau karena wabah mematikan, dan sistem birokrasi yang tidak masuk akal.
Tak lama, ia ditolak masuk ke apartemen yang disiapkan untuknya, kehilangan barang-barangnya, dan dituduh melakukan kejahatan kejam di negara asalnya.
Ketika ia menyadari bahwa istrinya telah dibunuh dan dirinya menjadi tersangka utama, batas antara kenyataan dan delusi mulai kabur.
Narasi ini memang menyentuh tema wabah menular dan isolasi sosial, hal yang mungkin terasa terlalu dekat dengan pengalaman dunia pada 2019.
Nuansa novel ini sangat suram. Penuh deskripsi tentang kota kotor, bau busuk, tikus, dan kekejaman yang menimbulkan reaksi fisik dari pembaca.
Namun justru karena atmosfer menjijikkan inilah novel ini begitu kuat dan memikat. Pyun tidak memberi kenyamanan.
Ia menelanjangi absurditas hidup modern lewat simbol wabah, karantina, dan sistem yang tidak manusiawi. Namun pendekatan Pyun jauh lebih gelap dan alegoris. Ini bukan sekedar novel tentang wabah, tapi tentang kehancuran psikologis.
Karakter utamanya nyaris tanpa wajah, tidak hanya secara harfiah, karena ia tak disebutkan namanya, tapi juga secara psikologis.
Ia menjadi lambang dari manusia modern yang kehilangan kendali atas hidupnya, terjebak dalam sistem dan lingkungan yang tidak ia pahami.
Meski jalan ceritanya tidak selalu mudah diikuti, dengan simbolisme yang berat dan logika yang tidak linier, novel ini menawarkan pengalaman yang intens bagi pembaca yang menyukai cerita gelap dan reflektif.
Tidak ada jawaban yang jelas, tidak ada kejelasan mutlak, hanya perasaan tertinggal di tengah-tengah dunia yang asing dan menolak dimengerti.
Buku ini tidak mudah dibaca. Ada kekejaman terhadap hewan, gambaran fisik menjijikkan, dan atmosfer yang sangat menyesakkan.
Tapi semua elemen tersebut terasa integral dan tidak digunakan secara sensasional. Justru, di tengah kekacauan dan jijiknya dunia yang dibangun Pyun, pembaca sulit berhenti membaca.
Meski kisah yang diangkat tema pandemi, namun pola ceritanya berbeda dengan novel tema sejenis lainnya.
Sebaliknya, novel ini justru terkesan horor yang menggiring pemeran utamanya masuk ke dalam hal yang lebih gila.
Masa lalu tokoh utama terungkap melalui fragmen-fragmen samar, membuat pembaca terus menebak apa yang sebenarnya terjadi.
Meski sebagian bagian terasa kurang berkembang, City of Ash and Red tetap menjadi bacaan kompulsif, tidak mudah dinikmati, tapi sulit dilepaskan.
Buku ini juga menciptakan ketegangan kompulsif yang membuatnya sukar untuk diletakkan. Karakter utama, yang perlahan tergelincir ke dalam kegilaan, menjadi cerminan dari dunia yang membusuk di sekitarnya.
Perjalanan psikologisnya, termasuk bagaimana masa lalunya perlahan terungkap sangat mengganggu sekaligus memikat.
Meski beberapa bagian terasa kurang berkembang, secara keseluruhan ini adalah narasi apokaliptik yang unik, aneh, dan berlapis.
City of Ash and Red adalah potret menyeramkan tentang keterasingan, paranoia, dan kegagalan identitas.
Sebuah bacaan yang menantang, namun mengesankan, terutama bagi pecinta sastra psikologis dan eksistensial yang berani menyusuri lorong-lorong tergelap dari jiwa manusia.
Novel ini menjadi awal mula kisah keterasingan dimulai. Untuk kalian yang mencari novel dengan nuansa sensasi yang berbeda, wajib untuk membaca ini.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pernah Bayangin Hidup Jadi Hewan? 3 Novel China Ini Bahas Reinkarnasi Unik
-
Novel The Hen Who Dreamed She Could Fly: Arti Tujuan Hidup dari Seekor Ayam
-
Ulasan Novel Lemonade Granny: Misteri Gelap di Balik Desa Para Lansia
-
Ulasan Novel Good Son: Kisah Anak yang Dituduh Membunuh Ibunya
-
Strange Tales from a Chinese Studio, Dongeng Absurd Tiongkok di Abad ke-17
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Lemonade Granny: Misteri Gelap di Balik Desa Para Lansia
-
Ulasan Novel Denting Lara: Ketika Cinta Datang di Waktu yang Salah
-
Ulasan Novel Your Letter: Kisah Kebaikan Kecil yang Mengubah Dunia Seseorang
-
Ulasan Novel Good Son: Kisah Anak yang Dituduh Membunuh Ibunya
-
Ulasan Novel The Hole: Imajinasi yang Terkunci dan Tubuh yang Lumpuh
Ulasan
-
Pernah Bayangin Hidup Jadi Hewan? 3 Novel China Ini Bahas Reinkarnasi Unik
-
Review Film Believe: Kobaran Cinta Tanah Air
-
Novel The Hen Who Dreamed She Could Fly: Arti Tujuan Hidup dari Seekor Ayam
-
Ulasan Film Gak Nyangka..!!: Komedi tentang Mahasiswa yang Bikin Ngakak!
-
Review Film Apocalypse in the Tropics: Gelapnya Demokrasi yang Terancam
Terkini
-
Anti-Bosan! 5 Rekomendasi Game Offline Android yang Wajib Kamu Coba
-
Review Poco F7: HP dengan Snapdragon 8s Gen 4 dan Storage 512GB Super Lega
-
BRI Super League: Kisah Adam Przybek Cicipi Tantangan Baru di Luar Eropa
-
4 Ide Gaya Kasual Kekinian ala Choi Yoon Ji, Bikin Mood Happy Seharian!
-
Kalahkan BLACKPINK, NCT Dream Raih Trofi Pertama Lagu BTTF di Music Bank