Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Tika Maya Sari
Cerpen Mengarungi Samudera Kehidupan (Laman Perpustakaan Jakarta)

Demi menghemat duit jajan semasa SMP dulu, ketika lonceng istirahat berbunyi, aku langsung ngacir ke perpustakaan. Selain karena hawanya yang adem dan wangi pengharum ruangan lemon, ada juga aroma buku-buku tua dan kumpulan anak-anak tukang isi TTS alias teka-teki silang.

Menyisirlah aku di rak-rak belakang, dimana tumpukan koleksi buku-buku lama terpajang. Hingga mataku menemukan sebuah buku berjudul Mengarungi Samudera Kehidupan.

Identitas Buku

Judul: Mengarungi Samudera Kehidupan

Penulis: Muh. Sunardiyanto

Bahasa: Bahasa Indonesia

Tebal: 110 halaman

Tahun terbit: 1986

Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta

Sekilas Soal Mengarungi Samudera Kehidupan

Mengarungi Samudera Kehidupan adalah cerpen karya Muh. Sunardiyanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1986. Cerpen ini mengangkat tema kesabaran dan pantang menyerah, khas semangat murni.

Sampulnya sendiri menyuguhkan potret seorang laki-laki yang tersenyum simpul, meski sorot matanya menyembunyikan beragam emosi. Sebagaimana alur cerpen ini akan membawa pembaca merasuk ke dalam beragam emosi.

Sinopsis Cerpen

Mengarungi Samudera Kehidupan mengisahkan anak lelaki bernama Sardiman yang berasal dari keluarga miskin. Kedua orangtuanya bekerja sebagai buruh di ladang seorang juragan bernama Pak Rowi.

Suatu hari, ayah Sardiman memutuskan untuk merantau ke kota. Sayangnya, baru beberapa bulan, sang ayah meninggal dunia, disusul dengan ibu Sardiman yang jadi sakit-sakitan hingga turut menghembuskan napas terakhir beberapa waktu kemudian.

Setelahnya, Sardiman tinggal bersama keluarga Pak Rowi atas usulan istrinya. Namun sayangnya, bocah itu kerap mendapat kekerasan fisik dan verbal dari Pak Rowi maupun anaknya, Suparlan yang hobi memfitnah Sardiman. Untunglah, istri Pak Rowi ibarat ibu peri yang senantiasa baik hati.

Hingga suatu hari, setelah menghajar Sardiman karena aduan palsu Suparlan, Pak Rowi mengusir bocah itu. Sardiman pun melalang buana bahkan nekat pergi ke kota dengan sedikit tabungan hasil kerja serabutan. Bocah itu lantas bertemu Pak Marto, seorang tukang bakso yang menjadi titik balik kehidupannya.

Penilaian Pribadi

Berat, dan sesak. Itu yang kurasakan selama menuntaskan buku setebal 110 halaman ini. Bahkan, di akhir pun aku nangis sesenggukan sambil tertawa penuh kelegaan, haha. Sinting memang.

Sejatinya, Mengarungi Samudera Kehidupan menyajikan kisah inspiratif Sardiman yang berjuang keras sendirian, sepeninggal orang tuanya. Mulai dari jadi buruh sekaligus sasak tinju Pak Rowi, bekerja serabutan pada tetangga-tetangga yang lainnya, hingga bertemu Pak Marto yang menjadikan Sardiman sebagai anak angkat sepeninggal anak tunggalnya.

Meski, kehidupan bersama kedua orang tua kandungnya juga boleh dikata miris dan bikin mata perih ya.

Semangat pantang menyerah dan positif vibes ditambah kejujuran Sardiman-lah yang membawanya pada kesuksesan setelah perjuangan penuh darah, keringat, dan air mata. Sejak Sardiman bergabung dengan keluarga Pak Marto, usaha kedai baksonya mengalami kemajuan pesat. Walau, dibumbui kesedihan kala Pak Marto meninggal karena faktor usia dan sakit yang diderita.

Hidup Sardiman dengan ibu angkatnya, Bu Marto juga boleh dikata kian maju dan makmur. Kedai baksonya kian dikenal orang, pelanggan bertambah banyak, hingga mereka mempekerjakan dua karyawan untuk membantu. Pun, ketika Sardiman mendapatkan beasiswa kuliah kedokteran. Untukku pribadi, ini nggak bisa sekadar dibilang ‘ringan’ meski hanya setebal 110 halaman. Hatiku rasanya diiris saat membaca kisah modelan perjuangan keras begini.

Jujur saja, aku turut bahagia saat Sardiman berhasil jadi dokter, bahkan memiliki keluarga kecil sendiri. Sikapnya yang digambarkan tetap rendah hati, betulan fiksi karena nggak bisa kutiru. Belum. Soalnya susah ditiru.

Namun, meski menyajikan ending yang bikin nangis sekaligus tertawa lega, aku masih nggak terima. Si dokter Sardiman yang sukses, dikisahkan kembali ke kampung halamannya untuk mengabdi pada masyarakat. Hingga dia mengobati Pak Rowi yang sakit keras, gratis tanpa biaya karena mereka sudah jatuh miskin. Bahkan, di akhir cerita pun keluarga Pak Rowi, terutama Suparlan meminta maaf atas kelakuannya di masa lalu, dan Sardiman memaafkan bak nggak pernah terjadi.

Bah, kalau aku jadi Sardiman, sudah kuungkit-ungkit sih!

Namun, tampaknya peribahasa kuno wani ngalah luhur wekasane yang bermakna berani mengalah akan menuai akhir yang mulia memang disuguhkan dengan nyata lewat cerpen ini. Bahwa perjuangan dan proses yang ikhlas, akan mendapatkan hasil yang luar biasa. Cerpen ini juga mengajarkan makna kejujuran, berdamai dengan masa lalu, hingga pengabdian pada masyarakat yang sesungguhnya. 

Bahkan sikap Sardiman yang seakan nduweni samudraning pangaksami juga patut dicontoh, walau pasti susah sih. Sikap luhur untuk menjadi pemaaf, aku pun belum tentu bisa. After all, Mengarungi Samudera Kehidupan patut mendapat skor tertinggi, 10/10 ya. Baik dari segala sisi dan eksekusi, cerpen ini telah melekat di hati. Sekian.

Sebelum baca, ada baiknya kamu menyediakan tisu dulu ya.

Tika Maya Sari