Bimo Aria Fundrika | Tika Maya Sari
ilustrasi bunga putih (Pixabay/ignartonosbg)
Tika Maya Sari

Aroma kembang alias bebungaan kadang identik dengan hal-hal mistis. Yah meskipun saat ini sudah banyak diadaptasi ke parfum-parfum. Namun, gimana kalau aroma bunga kantil justru mengikuti terus?

“Mbak, aku mau beli es susu kocok. Mbak mau rasa apa?” tanya Ko Liam suatu hari.

“Manut aja,” jawabku.

Ko Liam lalu melajukan motornya ke arah lampu merah, dimana kedai es susu kocok berdiri.

Aku nggak berpikir macam-macam sih. Toh baik Ko Liam maupun Cik Zhao Fei memang dermawan kalau soal makanan. Kecuali stok opname toko yang kadang bikin perang.

“Dia nyogok apa gimana ya?” gumamku saat mendapati sampah styrofoam dan bungkus-bungkus makanan, puntung rokok dan abu bertebaran, sampai peralatan makan yang kotor terdapat dalam etalase. Mana barang-barang toko berantakan lagi.

“Bau kembang?” bisikku.

Sekilas, ada aroma wewangian kembang yang mampir di hidung. Tapi setelah itu hilang.

“Mungkin parfum orang?”

Segera kubersihkan toko sebelum jam pulang. Hari ini aku sengaja nggak ambil lembur. Jadi bisa pulang jam lima sore.

“Eh bau kembang lagi?”

Selesai bersih-bersih, jam menunjukkan pukul 16.50 saat hidungku menangkap aroma wangi bunga. Wangi yang sama seperti sebelumnya, tetapi lebih pekat.

“Kayak kembang kantil?”

Makin lama, aromanya kian pekat. Disusul hawa merinding di tengkuk dan nggak nyaman. Woy, ini belum genap jam lima!

Aku lalu berpindah tempat dan duduk di meja kasir yang berjarak dua meteran dari titik semula. Aroma itu hilang. Namun, beberapa detik kemudian tercium lagi.

“Fix ini demit!” kataku sebal.

Aku berpindah ke beberapa titik di dalam toko. Berpindah dari satu rak ke rak lain, ke meja kasir, ke dekat etalase, ke gudang kecil belakang, bahkan sampai ke teras toko. Aroma itu awalnya lenyap, tapi kembali tercium lagi.

“Kamu ini sialan lho! Ini masih sore masa sudah usil?!”

Aroma itu masih tercium kuat. Aroma bunga kantil yang wangi semriwing.

“Janganlah nakuti aku! Aku ini cuman karyawan disini. Sana takuti Ko Liam!”

Aku bahkan memastikan tanaman tetangga, dan nggak menemui adanya tanaman bunga kantil.

“Masih sore sudah nakuti orang! Mana ini hari Sabtu! Nanti malam Minggu! Kamu ini demit Gen Z ya?! Mau malmingan apa?!”

Beberapa menit setelah mengomel panjang, aroma itu menghilang total. Pun saat aku masuk kembali ke dalam toko. Hawa dingin juga lenyap, rasa merinding pun sirna. Hingga Ko Liam pulang dan menyodorkan es susu kocok rasa taro.

“Ko, nggak pernah ketemu hantu?” tanyaku frontal.

Kening Ko Liam berkerut. “Nggak pernah. Emang kenapa, Mbak?”

“Tadi, ada aroma bunga kantil di dalam toko. Aku pindah titik kesana kemari, dia ngikut terus.”

Ekspresi Ko Liam tampak agak panik dan takut, sewaktu aku berpamitan pulang.