Hernawan | Athar Farha
Teaser Poster Film Ballad of a Small Player (Netflix)
Athar Farha

Ada yang menarik sekaligus memusingkan dari film tentang kehancuran manusia di tengah gemerlap dunia malam. Kebayang nggak sih, ‘Ballad of a Small Player’ garapan Edward Berger (sutradara di balik Film All Quiet on the Western Front dan Film Conclave) muncul dan menggoyangkan pikiran kita. 

Film ini diadaptasi dari Novel Ballad of a Small Player karya Lawrence Osborne, dengan naskah di-tik Rowan Joffe. Produksinya dinaungi Netflix, dan tayang perdana di Toronto International Film Festival sebelum akhirnya rilis 29 Oktober 2025 di Netflix. 

Eits, jangan tertipu label drama eksotis atau ‘dark romance di Asia Timur’ ya. Film ini jauh lebih suram dari itu. Hmmm … kisahnya tampak menarik, ya? Lanjut kepoin yuk!

Saat Tuhan Nggak Peduli Doa dari Sang Penjudi

Collin Farrel sebagai Lord Doyle (Netflix)

Colin Farrell memerankan Lord Doyle, penipu asal Inggris yang berpura-pura menjadi bangsawan untuk mendapatkan status sosial dan kemudahan akses ke meja-meja judi kelas atas di Macau. 

Saat film dibuka, Sobat Yoursay akan menemukannya di kamar hotel mewah yang berantakan. Ada botol sampanye kosong, furnitur terbalik, dan sisa pesta yang tampak seperti neraka kecil setelah api padam. 

Lord Doyle sudah kehabisan uang, juga keberuntungan. Dia hidup dari utang yang semakin menjerat, dikejar para kreditur yang ingin mengambil kembali setiap sen yang telah dirinya tipu. Tampak sekali Tuhan bodo Amat dengan nasibnya. 

Namun nasib, seolah-olah belum puas menertawakannya, mempertemukannya dengan dua perempuan: Cynthia Blithe (diperankan Tilda Swinton), penyelidik ‘partikelir’ yang dikirim para investor Inggris buat nagih utang Doyle, dan Dao Ming (Fala Chen), karyawan kasino yang simpatik tapi naif, seolah-olah percaya di balik mata Doyle yang hancur masih tersisa jiwa yang bisa diselamatkan. 

Menarik, ya? Jawabannya tergantung dari sudut pandang mana Sobat Yoursay melihat dan menyelami film ini. 

Visual yang Indah tapi Kosong, Kok Gitu?

Teaser Poster Film Ballad of a Small Player (Netflix)

Yakin deh, sulit rasanya buat Sobat Yoursay menolak pesona visual yang disajikan Edward Berger dan sinematografernya, James Friend (yang memenangkan Oscar untuk Film All Quiet on the Western Front). 

Macau di tangan mereka bukan lagi sebatas latar lho, tapi ibarat juga jadi karakter yang hidup dan menggoda. Gedung-gedung menjulang, lampu-lampu yang nggak pernah padam, dan bayangan yang terus menempel di kaca jendela menciptakan ilusi dunia tanpa waktu. Masalahnya, film ini terlalu sibuk terlihat indah. 

Mungkin Sobat Yoursay akan bisa merasakan ambisi Berger membangun suasana dekadensi (semacam kemegahan yang perlahan membusuk dari dalam). Namun, keindahan itu seringkali terasa seperti topeng yang menutupi kekosongan emosional di bawahnya hingga maknanya jadi hambar.

Yang menyelamatkan film ini, sedikit banyak, adalah Colin Farrell. Sayangnya, dalam ‘Ballad of a Small Player’, performa kuat Farrell nggak punya ruang berakar. 

Berger terlalu sibuk memoles permukaan filmnya, sehingga emosi Farrell yang seharusnya jadi pusat narasi terkubur di bawah tumpukan gaya dan polahnya. Ups. 

Jujurly, aku tuh kayak diajak berjalan di koridor kasino yang nggak berujung. Berkilau, memabukkan, tapi kosong. Sebenarnya film ini bisa jadi drama eksistensial yang memikat. Eh, malah terjebak dalam estetika berlebihan yang membuatnya kehilangan inti kemanusiaannya. 

Akhir kata, Film Ballad of a Small Player terlalu pamer visual. Film bagus tuh bukan soal visualnya, tapi ceritanya. Percuma visual ciamik dan cantik kalau caranya bercerita begitu membosankan, generik, dan tanpa jiwa. Dari sini kita belajar kalau film yang keren bukan hanya estetika yang dikedepankan, tapi departemen naskah dan akting sangat perlu ditonjolkan pula. 

Buat yang mau nonton, cek Netflix!