Jika kamu pernah merasa tidak cukup keren, tidak cukup dicintai, atau tersesat dalam pencarian jati diri, film 'Didi' bisa menjadi tontonan yang begitu mengena.
Berlatar tahun 2008, film ini mengisahkan seorang remaja keturunan Taiwan-Amerika yang mencoba menemukan tempatnya di dunia yang terasa asing.
Dengan pendekatan yang hangat, lucu, dan emosional, 'Didi' mengajak penonton menyelami perjalanan seorang remaja dalam memahami dan menerima dirinya sendiri serta keluarganya yang tidak sempurna.
Film ini mengikuti kehidupan Chris (diperankan oleh Izaac Wang), seorang remaja yang sedang menjalani musim panas terakhirnya sebelum masuk sekolah menengah atas.
Di lingkungan yang mulai berubah menuju era digital, Chris menghabiskan waktunya dengan bermain skateboard, merekam video bersama teman-temannya, dan menghabiskan waktu di internet dengan AOL Instant Messenger serta MySpace—platform yang populer pada masa itu.
Chris, yang dalam keluarganya dipanggil Didi (adik laki-laki dalam bahasa Mandarin), adalah remaja yang masih mencari identitasnya.
Ia ingin terlihat keren di depan teman-temannya, mencoba menarik perhatian gadis yang disukainya, serta menghadapi hubungan yang sulit dengan ibunya, Chungsing (diperankan oleh Joan Chen).
Meski berfokus pada pengalaman komunitas Asia-Amerika, 'Didi' tetap memiliki konflik yang terasa universal. Setiap orang yang pernah mengalami masa remaja dan merasa tidak cukup baik pasti bisa berhubungan dengan cerita ini.
Chris dan kakaknya, Vivian, sering berselisih, sementara sang ibu mencoba bertahan di tengah kritik dari ibu mertuanya dan kurangnya apresiasi dari anak-anaknya sendiri. Hubungan ibu dan anak dalam film ini begitu nyata—sesuatu yang sering terjadi dalam keluarga mana pun.
Seiring berjalannya cerita, Chris mulai melihat ibunya bukan hanya sebagai sosok yang menyebalkan dan suka mengatur, tetapi sebagai individu dengan impian dan perjuangannya sendiri.
Film ini dengan indah menggambarkan bagaimana sudut pandang seorang anak terhadap orang tuanya bisa berubah seiring bertambahnya usia dan kedewasaan.
Sutradara Sean Wang menggunakan pengalaman pribadinya sebagai latar belakang cerita ini. Film ini menangkap dengan sempurna berbagai aspek kehidupan di tahun 2008, mulai dari tren internet, musik, hingga gaya hidup remaja pada masa itu. Setiap detailnya terasa autentik dan membawa nostalgia bagi penonton yang tumbuh di era tersebut.
Seperti halnya 'The Fabelmans' karya Steven Spielberg atau 'Roma' dari Alfonso Cuaron, 'Didi' bukan hanya tentang pertumbuhan seorang anak, tetapi juga tentang bagaimana sudut pandang seseorang terhadap masa lalunya dapat berubah seiring waktu.
Ada rasa penyesalan, penghargaan, dan pemahaman yang lebih dalam terhadap pengalaman yang dahulu terasa menyakitkan.
Dengan cerita yang hangat, visual yang memikat, dan akting yang kuat, 'Didi' berhasil menjadi salah satu film coming-of-age terbaik yang pernah dibuat.
Film ini tidak hanya mengajak saya bernostalgia, tetapi juga memberikan refleksi mendalam tentang keluarga, penerimaan diri, dan arti kedewasaan.
Jika kamu tertarik, 'Didi' bisa ditonton di HBO Max!
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE