Jepang menghadapi tantangan serius terkait kesehatan mental, terbukti dari tingginya angka bunuh diri di negara tersebut. Oleh karena itu, para pembuat film Jepang seringkali mengangkat isu ini ke layar lebar sebagai pengingat akan pentingnya menjaga kesehatan mental dan mencintai diri sendiri.
Tertarik untuk mengetahui film-film Jepang yang mengangkat tema kesehatan mental? Berikut adalah 4 film Jepang yang akan mengubah perspektifmu tentang kesehatan mental.
1. 12 Suicidal Teens

Film ini mengisahkan tentang 12 remaja yang berkumpul di sebuah rumah sakit tua terbengkalai dengan satu tujuan: melakukan bunuh diri massal. Masing-masing dari mereka memiliki alasan pribadi dan mendalam yang mendorong mereka untuk mengakhiri hidup.
Namun, rencana mereka berubah total ketika mereka menemukan mayat seorang laki-laki tak dikenal sudah terbaring di ruangan tempat mereka seharusnya berkumpul. Kehadiran mayat ini menimbulkan pertanyaan besar dan kecurigaan di antara mereka.
Alih-alih langsung melaksanakan niat bunuh diri, kedua belas remaja tersebut sepakat untuk mencari tahu siapa laki-laki tersebut dan apakah dia meninggal karena bunuh diri atau dibunuh.
Selama proses pencarian dan diskusi ini, satu per satu alasan mereka untuk ingin bunuh diri terungkap. Mereka mulai saling mengenal dan berbagi kisah-kisah pahit yang melatarbelakangi keputusan drastis mereka.
Melalui interaksi dan pengungkapan diri ini, film ini menyajikan drama misteri yang menegangkan sekaligus reflektif. Para remaja ini dipaksa untuk menghadapi alasan di balik keinginan mereka untuk mati dan mempertanyakan kembali keputusan mereka, di tengah misteri mayat yang harus mereka pecahkan.
2.. Kotoko

Film menceritakan seorang ibu tunggal muda bernama Kotoko yang berjuang keras merawat putranya yang masih bayi, Daijiro, sambil menderita gangguan mental ekstrem, khususnya halusinasi dan penglihatan ganda.
Kondisinya menyebabkan dia melihat dua versi dari setiap orang yang ditemuinya: satu adalah orang sungguhan, dan lainnya adalah versi khayalan yang seringkali bersifat mengancam dan mengerikan.
Ketidakmampuannya membedakan antara realitas dan fantasi membuat hidupnya menjadi neraka. Dia terus-menerus merasa terancam, dan ketakutannya terhadap dunia luar serta potensi bahaya bagi anaknya meningkat drastis.
Kotoko seringkali melakukan self-harm sebagai cara untuk merasakan realitas dan memastikan dirinya masih hidup, atau untuk meredakan kecemasan yang luar biasa. Satu-satunya saat halusinasi ini mereda adalah ketika dia bernyanyi.
Karena perilakunya yang semakin aneh dan tidak menentu, ditambah insiden-insiden di mana dia disalahpahami sebagai penganiaya anak, putranya, Daijiro, akhirnya diambil alih oleh Child Protective Services dan diasuh oleh saudara perempuannya.
Film ini menggambarkan perjalanan Kotoko yang menyakitkan dalam menghadapi penyakit mentalnya, isolasi yang dia rasakan, dan perjuangannya untuk mendapatkan kembali putranya.
Dia mencoba untuk menjalani hubungan baru dengan seorang novelis, namun kondisi mentalnya terus memburuk, mengaburkan batas antara apa yang nyata dan apa yang hanya ada dalam pikirannya.
Kotoko adalah eksplorasi yang mendalam dan brutal tentang penyakit mental, khususnya psikosis, dari sudut pandang penderitanya.
Film ini sangat visual dan auditif, menciptakan pengalaman yang sangat imersif namun juga bisa sangat tidak nyaman bagi penonton, karena menunjukkan dunia melalui mata Kotoko yang terdistorsi.
3. Orphan's Blues

Mengisahkan Emma, seorang wanita muda yang menderita kehilangan ingatan yang tidak terdiagnosis. Emma hidup di dunia di mana musim panas tampak tak berkesudahan, dan dia sering menulis catatan untuk mengingat hal-hal kecil sekalipun, sampai-sampai dinding kamarnya dipenuhi dengan catatan-catatan itu.
Suatu hari, dia menerima sebuah gambar gajah yang dikirimkan oleh seorang teman masa kecilnya dari panti asuhan bernama Yang, yang sudah lama hilang kontak.
Dengan hanya petunjuk berupa cap pos pada surat itu, Emma memutuskan untuk melakukan perjalanan untuk mencari Yang, berharap dapat bertemu kembali dengannya. Dalam perjalanannya, dia secara tak terduga bertemu dengan teman masa kecilnya yang lain, Ban, dan pacar Ban, Yuri.
Ketiga teman panti asuhan ini akhirnya bergabung dalam perjalanan mencari Yang. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan, kondisi kehilangan ingatan Emma semakin memburuk. Kenangan-kenangan berharga tentang masa lalu mulai memudar seperti pasir yang terbawa angin.
Film ini bukanlah narasi yang linear atau mudah dipahami. Sebaliknya, film Orphan's Blues bermain dengan konsep memori, realitas, dan identitas. Latar belakang pedesaan Jepang yang ditampilkan seringkali diubah menjadi dunia yang sureal dan tidak realistis melalui sinematografi, musik dan desain seni.
Meskipun Yang tidak pernah muncul secara langsung, jejak-jejaknya mendorong alur cerita seperti sebuah misteri. Film ini meninggalkan banyak "kekosongan" yang disengaja, memberikan interpretasi kepada penonton, dan mengeksplorasi bagaimana kenangan yang memudar dapat digantikan oleh pengalaman-pengalaman baru.
Film Orphan's Blues adalah sebuah eksplorasi tentang perjuangan untuk menemukan tempat di dunia dan menghadapi ketidakpastian memori.
4. Mental

Film Mental menceritakan Kehidupan sehari-hari di Klinik Chorale Okayama, sebuah klinik kesehatan mental rawat jalan di Jepang yang dijalankan oleh Dr. Yamamoto Masatomo.
Film ini berusaha untuk menyingkap tabu yang masih sangat kuat di masyarakat Jepang dan banyak masyarakat lainnya mengenai penyakit mental.
Melalui rekaman yang jujur dan tanpa filter, film ini menampilkan sisi-sisi kehidupan orang-orang yang berjuang dengan kondisi ini, termasuk kecenderungan bunuh diri, kemiskinan, rasa malu, dan ketakutan akan penilaian masyarakat.
Film ini bukanlah film yang memberikan jawaban, melainkan sebuah ajakan untuk berempati dan memahami. Dengan menyoroti hubungan antara pasien, dokter, dan staf, film Mental menunjukkan bahwa terlepas dari penderitaan, ada keindahan dan ketahanan dalam kemanusiaan mereka.
Film ini sering digambarkan sebagai sebuah deklarasi cinta yang tidak biasa terhadap rahasia budaya Jepang yang beradab dan humanis.
Itulah empat film Jepang yang akan mengubah perspektifmu tentang kesehatan mental. Bagaimana menurutmu?