Siapa sih yang belum pernah dengar soal stevia? Pemanis alami yang lagi naik daun ini sering jadi pilihan orang yang mau hidup lebih sehat dan mengurangi asupan gula.
Tapi belakangan, ramai di media sosial muncul klaim kalau konsumsi stevia dalam jangka panjang justru bisa memicu penyakit berbahaya, mulai dari diabetes sampai kanker. Bikin panik nggak sih kalau dengar begitu?
Nah, kabar ini langsung diluruskan oleh Prof. Nuri Andarwulan, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Menurutnya, klaim tersebut tidak benar dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Profesor IPB Luruskan Isu: Stevia Itu Pemanis Alami, Bukan Racun
“Stevia itu masuk ke kelompok pemanis alami. Senyawanya bernama steviol glikosida, diekstrak langsung dari daun Stevia rebaudiana,” jelas Prof. Nuri dalam keterangan resmi dari IPB University.
Artinya, stevia berasal dari tumbuhan, bukan bahan kimia yang dibuat di laboratorium. Di Indonesia sendiri, penggunaannya sudah diatur ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Regulasi itu juga sejalan dengan standar internasional dari Codex Alimentarius Commission, lembaga pangan dunia di bawah PBB.
Jadi, Beneran Bikin Diabetes dan Kanker Gak Sih?
Bagaimana dengan isu kesehatan? Prof. Nuri menegaskan sampai saat ini belum ada bukti ilmiah atau pernyataan resmi dari WHO yang menyebut stevia berbahaya bila dikonsumsi dalam jangka panjang.
“Risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes, lebih banyak dikaitkan dengan pemanis buatan sintetik, bukan pemanis alami seperti stevia,” katanya.
Ia pun mengingatkan, masalah utama seringkali datang dari pola makan berlebih, bukan dari stevia itu sendiri. Pemanis, baik buatan maupun alami, sering kali tidak memberi rasa manis "senikmat" gula.
Akibatnya, orang cenderung mencari makanan tambahan lain, yang membuat asupan kalori jadi berlebihan. Nah, inilah yang bisa berujung pada obesitas hingga diabetes.
Lalu, bagaimana dengan isu kanker? Menurut Prof. Nuri, klaim itu terlalu dini. Hubungan antara pemanis buatan dengan kanker masih sebatas hipotesis dan belum ada bukti ilmiah yang diakui dunia internasional.
“Apalagi kalau bicara stevia, yang notabene pemanis alami,” tegasnya.
Ada Aturan Mainnya: Batas Aman Konsumsi Harian
Soal keamanan, konsumsi stevia dan pemanis lain sebenarnya sudah ada aturannya. Para ahli menetapkan batas aman harian atau Acceptable Daily Intake (ADI). Singkatnya, ADI adalah jumlah maksimum yang bisa dikonsumsi setiap hari sepanjang hidup tanpa menimbulkan risiko kesehatan. BPOM juga mengadopsi aturan ini.
Meski begitu, Prof. Nuri memberi catatan khusus. Aturan ini berlaku bagi orang sehat. Sementara untuk kelompok sensitif atau mereka yang punya kondisi medis tertentu, sebaiknya tetap membatasi atau bahkan menghindari bahan tambahan pangan, termasuk pemanis.
Intinya: Bukan Pengganti Gula, tapi Pengurang Gula
Ia pun berpesan agar figur publik lebih berhati-hati saat menyampaikan informasi kesehatan.
“Kalau informasi yang disampaikan keliru, masyarakat bisa salah paham. Akhirnya pemerintah dan akademisi harus turun tangan untuk mengklarifikasi, yang jelas butuh waktu, tenaga, dan biaya,” ungkapnya.
Prof. Nuri menekankan bahwa pemanis sebaiknya diposisikan sebagai bahan tambahan pangan, bukan pengganti gula sepenuhnya.
“Gunakan pemanis untuk mengurangi konsumsi gula, bukan menggantinya seratus persen. Lagipula, semua regulasi soal pemanis bisa diakses publik lewat laman BPOM,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Rian Sabiti