Proyek ambisius yang digagas oleh AFF dan diberi nama tim ASEAN All Stars semakin ke sini semakin terlihat kurang diminati.
Meskipun di awal-awal pembentukannya dulu induk sepak bola Asia Tenggara tersebut mempropagandakan bahwa tim tersebut akan dihuni oleh para pemain terbaik dari seluruh negara di kawasan Asia Tenggara, namun pada kenyataannya pernyataan tersebut tak lebih dari sebuah pemanis belaka.
Pasalnya, jika kita melihat kondisi saat ini para pemain yang dikirimkan oleh negara-negara anggota AFF, tidak semuanya berlabel bintang, bahkan di negaranya sendiri.
Ironisnya, sepertimana yang dilansir oleh laman Suara.com (18/4/2025), negara-negara tradisional yang menjadi kekuatan utama persepakbolaan di kawasan ini seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, lebih memilih untuk mengirimkan pemain reguler yang bukan andalan di Timnas masing-masing.
Bahkan, dari semula 17 nama yang telah dirilis oleh AFF, belakangan ini semakin tereduksi seiring dengan pencabutan keikutsertaan para pemain dari negara-negara yang semula merestui pemainnya bergabung dengan ASEAN All Stars.
Maka tak mengherankan jika tim yang dipersiapkan oleh AFF untuk menjalani laga persahabatan melawan Manchester United pada tanggal 25 Mei mendatang, kini terkesan carut marut, sepi peminat, dan tak memiliki daya tarik dari sisi komersil.
Tentunya kenyataan ini menjadi sebuah tamparan telak bagi AFF. Karena dengan mencatut nama besar tim sekelas Manchester United, mereka mengira pundi-pundi keuntungan akan mereka dapatkan dengan mudah.
Sebuah hal yang tentunya sangat berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan saat ini, di mana bayang-bayang kerugian sudah mulai mengintip di sudut-sudut mata dan membutuhkan solusi yang benar-benar jitu untuk bisa mencegahnya menjadi kenyataan.
AFF Harusnya Belajar dari Event yang Sama di Tahun 2014 Lalu
Sejatinya, proyek ambisius yang digagas oleh AFF dengan pembentukan tim ASEAN All Stars ini bukanlah kali pertama mereka jalankan.
Kurang lebih sebelas tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2014, induk sepak bola Asia Tenggara itu juga membentuk tim yang berisikan bintang-bintang terbaik dari kawasan ini.
Namun yang membedakannya dengan sekarang adalah, event yang digagas oleh AFF kala itu berjalan dengan sangat lancar dan dipenuhi dengan atensi para pencinta sepak bola Asia Tenggara.
Dibandingkan dengan saat ini, pemain-pemain yang dikirimkan oleh negara-negara ASEAN adalah mereka yang mendapatkan label pemain terbaik di negaranya masing-masing.
Di laman history AFF, tim ASEAN All Stars edisi tahun 2014 lalu, dinakhodai oleh pelatih asal Malaysia, Krishnasamy Rajagopal yang mempersembahkan gelar AFF bagi tim Harimau Malaya tahun 2010.
Sementara pemain "urunan" dari para member AFF adalah nama-nama besar di persepakbolaan Asia Tenggara itu. Seperti misal, Singapura mengirimkan trio Hassan Sunny, Shahril Ishak dan tentu saja pemain terbaik mereka, Hariss Harun.
Sementara Malaysia, mengirimkan pemain sekelas Safiq Rahim, Aidil Safuwan dan pemain keturunan Indonesia yang menjadi bintang di Piala AFF 2012, Mahalli Jasuli.
Vietnam saat itu mengirimkan trio mematikan Le Cong Vinh, Nguyen Van Quyet dan Truong Dinh Luat, sementara Thailand, mengirimkan pemain sekaliber Datsakorn Thonglao yang terkenal dengan kepiawaiannya mengatur kedalaman lapangan tengah, dan Wuttichai Tathong.
Belum lagi pemain lain sekelas Chieffy Caligdong dari Filipina, Soe Min Oo serta Thein Than Win dari Myanmar, kemudian Hong Peng dari Kamboja dan duo andalan Timnas Brunei, Fakhrul Yuss dan Azri Zahari.
Bukan hanya menarik dari segi pemain yang bertabur bintang, gerak-gerik tim ASEAN All Stars saat itu juga menjadi perhatian para pencinta sepak bola regional.
Dan kunci dari semua itu adalah, menjadikan Indonesia sebagai center dari agenda! Iya, tim ASEAN All Stars edisi 2014 lalu, dipersiapkan oleh AFF untuk menghadapi Timnas Indonesia, serta bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Dan hal inilah yang seharusnya dipahami oleh AFF. Jika mereka memang ingin membuat sebuah agenda menjadi meriah, maka kuncinya cukup mudah, yakni jadikan Indonesia sebagai center dari agenda tersebut.
Karena jika tidak, maka bisa jadi, apa yang mereka agendakan terancam kegagalan seperti kali ini, meskipun mereka sudah menjual nama tim sekelas Manchester United sekalipun.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS