Sebuah keputusan besar diambil oleh induk sepak bola Indonesia, PSSI terkait penyelenggaraan turnamen Piala Presiden 2025. Menyadur rilisan resmi laman PSSI (13/6/2025), federasi tertinggi persepakbolaan di Indonesia tersebut menetapkan enam tim yang akan berpartisipasi di turnamen edisi kali ini.
Mereka adalah Arema FC, Persib Bandung, Dewa United, Liga Indonesia All-Stars, Oxford United dari Inggris dan Port FC dari Australia. Sebuah komposisi peserta yang tentunya sangat jauh berbeda dengan edisi-edisi Piala Presiden yang diselenggarakan sebelumnya.
Jika kita berbicara mengenai kualitas, sejatinya patut diakui bahwa pada penyelenggaraan kali ini kualitas para kontestan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Indikatornya jelas, yakni bukan hanya tim-tim dari dalam negeri saja yang akan memperebutkan hadiah hingga Rp5,5 miliar di turnamen tersebut, namun juga melibatkan tim-tim dari luar negeri.
Meskipun Oxford United dan Port FC bukanlah kekuatan utama di divisi negara-masing-masing, namun secara kualitas, tim ini memiliki level yang dapat dikatakan lebih baik daripada tim-tim dalam negeri.
Namun sayangnya, ketika kualitas turnamen ini meningkat seiring dengan bergabungnya para kontestan yang tak seperti di edisi-edisi sebelumnya, namun ternyata hal tersebut juga diiringi dengan sebuah ironi yang mendasar terkait tujuan awal dari pengadaan turnamen ini.
Menyadur laman Suara.com, pengadaan Piala Presiden sendiri pada awalnya adalah sebuah turnamen yang diperuntukkan bagi klub-klub Indonesia sebelum mereka mengarungi kerasnya liga-liga di Indonesia pada musim yang sama. Dengan kata lain, Piala Presiden sendiri merupakan sebuah turnamen pramusim yang hendaknya bakal digunakan oleh para klub untuk mengukur kesiapan mereka menjalani kompetisi yang sesungguhnya.
Sehingga pada awalnya, turnamen ini bersifat terbuka dan dapat diikuti oleh klub manapun yang tengah mempersiapkan diri untuk menjalani liga. Bahkan tak jarang, pada awalnya turnamen ini dipergunakan oleh mereka untuk menyeleksi calon pemain baru yang bergabung. Sehingga ketika penampilan pemain tersebut dinilai tak memuaskan, pihak klub bisa saja langsung melepaskan para pemain karena memang belum mengikat kontrak.
Sehingga tak mengherankan jika di awal-awal penyelenggaraan, selain klub yang berlaga di Liga 1 Indonesia, juga terdapat nama-nama klub level di bawahnya seperti PSGC Ciamis dan Persegres Gresik United sebagai peserta turnamen. Karena memang, pada awalnya turnamen ini lebih diperuntukkan bagi para peserta kompetisi liga sepak bola di Indonesia sebagai sebuah persiapan sebelum bertarung di liga yang sesugguhnya.
Namun sayangnya, seiring dengan bergulirnya format baru yang ditetapkan oleh PSSI, tujuan utama dari digelarnya turnamen ini justru seolah tertepikan. Turnamen yang dulunya dibentuk untuk mewadahi persiapan para klub peserta Liga Indonesia berbagai level untuk membentuk tim terbaik, kini justru beralih menjadi sebuah turnamen yang berorientasi pada pencapaian maksimal setiap pesertanya.
Memang, di gelaran edisi-edisi sebelumnya, menggapai titel terbaik di Piala Presiden juga merupakan sebuah hal yang ditargetkan, namun dalam bungkus mempersiapkan tim terbaik, menjadi juara di turnamen pramusim itu pun merupakan sebuah bonus tersendiri bagi setiap tim yang ikut serta.
Namun di turnamen kali ini, semuanya sudah tak lagi sama. Piala Presiden yang dulunya terbuka untuk siapapun pesertanya, kini beralih menjadi turnamen yang terkesan ekslusif dan ditentukan pesertanya. Bahkan, di antara mereka juga hadir karena mendapatkan undangan dari pihak penyelenggara.
Nah, jika seperti ini, sepertinya tujuan utama dari Piala Presiden di awal-awal penyelenggaraannya dulu sudah tak lagi ada ya. Lantas, apakah tim-tim non-peserta Piala Presiden perlu untuk menginisiasi adanya turnamen baru sebagai persiapan sebelum menjalani kompetisi?