The Power of Korea

Tri Apriyani | Siti
The Power of Korea
Namsan Tower, Seoul (sumber : unsplash.com)

Sudah tidak asing lagi di telinga tentang hal-hal yang berbau Korea di Indonesia. Bisa dibilang banyak dari masyarakat Indonesia terutama  dari kalangan remaja yang sangat menggemarinya. Entah itu musik, makanan, bahasa serta acara hiburan.

Tak terkecuali saya yang sudah menyukai Korea sejak 11 tahun yang lalu. Kala itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar dan drama Korea "Boys Before Flowers” sedang tayang di salah satu stasiun televisi Indonesia. Drama itu membawa kesuksesan besar karena menghantarkan banyak orang mulai tertarik dengan Korea.

Saya ingat sekali saat itu setiap sore saya dan kakak akan bersiap di depan televisi agar tidak ketinggalan menonton drama. Mulai dari situ, lagu Korea atau yang sering disebut KPOP mulai dikenal. Pada tahun tersebut Super Junior dan Girls Generation merupakan grup yang paling diminati.

Kesukaan saya pada Korea tidak berhenti sampai disitu. Ketika saya berada di bangku SMP, saya mulai mengenal variety show Korea yang bernama Running Man. Saya juga mulai mendengarkan musik Korea selain Super Junior dan Girls Generation. Tidak hanya itu, saya terkadang menonton drama Korea di waktu senggang.

Drama Korea tidak hanya menghibur karena pemain-pemainnya yang memiliki wajah rupawan, tetapi juga karena alur cerita yang menarik dan ending yang sulit ditebak. Karena ketertarikan itu, saya mulai belajar huruf Korea yang disebut dengan Hangul.

Saya ingat sekali saat itu saya belajar bermodalkan video pembelajaran dari sebuah channel Youtube. Di situ saya belajar huruf Korea dan beberapa kata hingga akhirnya saya bisa membaca Hangul dengan lancar. Sembari belajar bahasa Korea, saya menemukan sebuah channel Youtube yang menunjukkan tempat-tempat terkenal di Korea setiap minggunya. Saya menjadi sangat tertarik dengan Korea dan bercita-cita untuk ke Korea suatu saat nanti.

Saat saya kelas 3 SMP, kami pernah diminta untuk membuat presentasi Powerpoint bertemakan bebas oleh guru bahasa Inggris. Di situ saya membuat presentasi tentang tempat-tempat terkenal di Korea bermodalkan video yang pernah saya tonton.

Beberapa tempat di antaranya yaitu Namsan Tower, Ehwa Women University dan Nami Island. Saya menjelaskan dengan penuh percaya diri seolah-olah saya pernah berkunjung 2-3 kali kesana. Ketertarikan saya pada destinasi wisata di Korea menghantarkan saya untuk membeli beberapa buku tentang tempat wisata Korea yang terkenal dan wajib dikunjungi. Saat saya memilih beberapa buku tentang Korea tak sengaja saya menemukan novel fiksi terbitan penulis Indonesia yang berlatarkan Korea. Hal itu mengantarkan saya untuk memiliki hobi membaca sejak SMP.

Ketika menginjak usia 20-an bisa dibilang saya mulai mengalami berbagai macam permasalahan hidup dan tantangan. Dari situ saya mulai memikirkan bagaimana caranya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Saya memutuskan untuk mulai membaca buku bertemakan Self Improvement atau pengembangan diri. Dari hasil pencarian, ternyata banyak sekali buku terbitan Korea yang bertemakan Self Improvement

Lagi dan lagi, saya terbantu oleh Korean Wave dalam bentuk lain yaitu literasi. Saya mulai membaca berbagai buku-buku Self Improvement terbitan Korea seperti “Time of Your Life” “I Want To Die but I Want To Eat Tteokpokki” serta “The Power Of Language” dan menemukan bahwa diri saya merasakan sangat terbantu.

Meskipun buku-buku tersebut merupakan buku terjemahan tetapi tidak mengurangi esensi dari hal-hal yang ingin disampaikan. Saya belajar banyak hal dan pikiran saya menjadi lebih terbuka. Saya juga merasa sering mendapatkan rasa ‘nyaman’ ketika membacanya karena seakan-akan saya sedang dinasehati dan didengarkan.

Saat ini saya memang tidak seaktif dahulu dalam mengikuti hal-hal tentang Korea. Tetapi sesekali saya masih menonton drama dan acara hiburan Korea serta mendengarkan lagu yang enak didengar. Bisa dibilang mendengarkan lagu Korea merupakan hal yang sangat menakjubkan.

Pertama, bahasa Korea bukanlah bahasa utama kita akan tapi kita tetap bisa mendengarkan lagunya dengan nyaman dan jika suatu lagu bertemakan sedih kita akan tetap merasa sedih dan jika lagu itu ceria kita akan merasa ceria pula dan terkadang ingin menari.

Tak jarang saya mendapati diri saya menangis sesenggukan karena sebuah lagu Korea yang sangat sedih dan sesuai dengan isi hati saya. Menurut saya ini merupakan hal yang sangat menarik bahwa ternyata bahasa bukanlah penghalang untuk suatu musik sampai di hati kita para pendengarnya.

Saya juga belajar banyak dari acara hiburan Korea. Disitu para selebriti diberikan tantangan-tantangan baru yang harus mereka hadapi dan selesaikan. Melihat hal itu hati saya tergugah untuk menjadi orang yang lebih berani dan tidak takut menghadapi suatu hal baru karena akan selalu ada momen pertama kali untuk segala hal dan tidak apa-apa jika sesekali kita gagal dan tidak sempurna.

Bisa dibilang dari menyukai Korea, saya mendapatkan banyak sekali dampak positif yang membentuk saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Saya belajar bahasa baru diluar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, saya juga belajar menjadi orang yang pemberani dan tidak takut menghadapi hal-hal baru, saya jadi memiliki hobi membaca dan dari buku yang saya baca saya belajar untuk mencintai diri sendiri dan menjadi orang yang lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak.

Menyukai Korea bukanlah hal buruk seperti yang dipikirkan oleh segelintir orang di luar sana. Dengan menyukai kebudayaan lain di luar kebudayaan kita bukan berarti kita melupakan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Dengan memilah mana hal baik dan mana hal buruk kita akan mampu mendapatkan banyak manfaat positif serta memperluas wawasan dan cara pandang kita terhadap sesuatu.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak