Di masa depan, Indonesia diprediksi akan mengalami laju pertumbuhan penduduk produktif yang tinggi. Dilansir data menurut Bank Dunia yang rilis pada akhir tahun 2018, daya saing SDM Indonesia jika diukur dari Indeks Modal Manusia (Human Capital Indec) sebesar 0,53, artinya, Indonesia dapat menempati posisi 87 dari 15 negara dalam sektor SDM. Hal tersebut akan mencapai potensi 53% produktivitas manusia usia muda.
Selanjutnya pernyataan ini diperkuat oleh data yang dikeluarkan BPS tahun 2012, bahwa struktur penduduk Indonesia akan didominasi oleh penduduk dewasa dan produktif dari rentang umur 25-64 tahun yang mencapai 52,63 persen, sedangkan di usia anak sekolah dalam lembaga pendidikan berumur 10-24 tahun akan mencapai 29,39 persen.
Pertumbuhan penduduk usia produktif memberikan petunjuk bahwa di masa depan para generasi muda akan menjalani era kontestasi besar-besaran melalui berbagai skill dan modal yang dimiliki baik dalam segi modal pendidikan, ekonomi, relasi sosial dan modal lainnya. Surplusnya, tenaga muda yang melanda Indonesia pada dasarnya memberikan satu titik terang bagi negara untuk memaksimalkan SDM yang unggul, berkualitas, dan mampu bersaing di era revolusi indutsri masa kini.
Ada pepatah mengatakan untuk menciptakan manusia unggul perlu peran langsung pendidikan dalam mendorong visi tersebut. Sama halnya ketika Jepang mengalami peristiwa pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki dikala masa PD II, hal yang pertama kali dievakuasi pasca bencana tersebut ialah jumlah guru dan tenaga pengajar yang masih tersisa.
Berkaca dari peristiwa tersebut pendidikan merupakan hal utama yang dapat mendorong perubahan suatu bangsa. Negara yang maju pasti terdapat sektor pendidikan yang baik pula dibelakangnya. Sama halnya seperti Indonesia, peluang untuk memajukan peradaban negeri dengan pemanfaatan kapabilitas SDM produktif di 2045 memberikan dilema problematis apabila akses pendidikan masih menjadi eksklusifitas dan hal mewah bagi masyarakat kelas bawah.
Perlunya sektor pendidikan yang dapat di akses oleh tiap lapisan masyarakat menjadi hal utama untuk mewujudkan generasi emas Indonesia yang unggul dan siap bertahan melewati tantangan sustainability development. Untuk memberikan pencerdasan kehidupan bangsa dan pendidikan yang berkeadilan sosial menurut pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dibawah pimpinan Menteri Nadiem Makarim mencetuskan adanya program “Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam arena Perguruan Tinggi”.
Hal tersebut merupakan respons kebutuhan pendidikan melalui universitas terhadap era Revolusi Industri 4.0. Eksistensi program MBKM ini diharapkan dapat menjadi wadah mahasiswa untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skill maupun hard skill agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman.Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Baharuddin, 2021; Fatmawati, 2020; Tohir, 2020 bahwa kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bersertifikat adalah untuk mendorong mahasiswa menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga siap bersaing dalam dunia industri global.
Oleh karena itu menurut laman website resmi Kampusmerdeka.go.id, harapan dari implementasi program MBKM yang dicanangkan dalam PERMENDIKBUD Nomor 3 Tahun 2020 ini dapat memberi jawaban bagi universitas untuk menghasilkan mahasiswa menjadi lulusan yang mampu beradaptasi pada perkembangan zaman, kemajuan IPTEK dimasa kini, tuntutan link&match antara dunia usaha dan dunia industri, maupun dinamika masyarakat berkembang.
Dalam perjalananya, Program MBKM dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Kampus Mengajar, Magang, dan Studi Independen. Feedback yang ditawarkan dari program ini pun cukup menggiurkan mahasiswa, diantaranya terdapat pemotongan UKT sebesar Rp 2,4 juta, uang saku sebesar Rp 1,2 juta perbulan, serta sertifikat nasional.
Alokasi dana tersebut dalam sosialisainya juga akan diberikan langsung oleh Pemerintah bersama pihak Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) kepada universitas untuk disalurkan bagi mahasiswa peserta MBKM. Dalam hal ini, yang perlu kita garis bawahi adalah sertifikat nasional yang di keluarkan oleh pihak pengelola kampus merdeka sebagai suatu modal simbolik yang dimiliki mahasiswa sebagai penjamin skill kompetensi mereka bagi dunia kerja nantinya.
Inilah yang dimaksud oleh Bourdieu (dalam Ritzer: 2011),bahwa terdapat field sebagai arena publik yang menjadi pasar kontestasi kepentingan dari aktor-aktor kapital. Nilai kapital tersebut diantaranya berupa kapital budaya, kapital simbolik, dan kapital sosial yang berwujud pendidikan, pengalaman, relasi kerja.
Dalam hal ini, Sertifikat Nasional yang diberikan oleh pihak MBKM merupakan kapital simbolik yang akan menjamin kemampuan individu untuk berkontestasi dalam dunia kerja nantinya. Oleh karenanya eksistensi program kampus merdeka ini secara implisit telah menjadi wadah reproduksi nilai kapital individu yang dikonversi dan dipertukarkan dalam sektor arena publik.
Tiap-tiap lulusan dari universitas di masa kini akan dicetak menjadi aset tenaga kerja intelektual baru yang dapat menopang mesin pertumbuhan ekonomi dimasa depan. Pendidikan tetap menjadi pemenuhan kebutuhan pasar keja. Tiap individu mulai berkontestasi dan berlomba dengan kapital-kapital terbaiknya untuk bertahan dalam arena pasar publik.
Bagi mereka yang tidak dapat beradaptasi dan bertahan dalam kompetensi dari aturan yang ada, maka akan mudah bagi mereka untuk tersingkirkan dalam arena kontestasi publik. Realitasnya proses belajar dalam universitas dimasa kini kerap kali bergeser fungsionalitasnya dan cenderung berorientasi pada dunia Industri guna mencapai penyesuaian kompetensi di era Revolusi Industri 4.0.
Melalui eksistensi program magang yang dicanangkan dalam kampus merdeka tersebut telah merepresentasikan pendidikan dalam belenggu kapitalisme diera modern ini. Pendidikan dan universitas tidak lagi menjadi wadah untuk memberi pencerdasan manusia sesuai hakikat dalam pembukaan Undang-Undang 1945, tetapi telah menjadi budak kapitalisme yang di reproduksi pemilik modal untuk mecetak lulusan murid-muridnya menjadi sumber daya intelektual yang berkualitas untuk di investasikan dalam sektor arena publik.