Romantisme Mudik Lebaran yang Dirindukan

Candra Kartiko | Ika Susanti
Romantisme Mudik Lebaran yang Dirindukan
Ilustrasi maaf-maafan saat lebaran. (Shutterstock)

Setelah dua setengah tahun mengurangi mobilitas karena pandemi, akhirnya tahun ini pemerintah mengijinkan masyarakat untuk mudik lebaran dengan berbagai persyaratan. Hal ini tak lepas dari capaian target vaksinasi dosis dua sebesar 70,38%  per Maret 2022, dari total target vaksinasi nasional sebesar 208.265.720 penduduk.

Efektivitas vaksinasi juga semakin tinggi untuk mencegah gejala berat hingga kematian, yang dibuktikan dengan turunnya jumlah pasien Covid-19 di rumah sakit secara nasional hingga ke level 31%.

Kebijakan pemerintah ini pastinya disambut gembira oleh masyarakat, utamanya bagi masyarakat yang hidup di perantauan dan sudah sangat merindukan kampung halaman. Tidak menutup kemungkinan selama masa pandemi masyarakat tetap memanfaatkan kesempatan  mudik dengan berbagai cara dan alasan.

Namun demikian, mudik lebaran yang bisa dilakukan secara serentak, tetap menjadi momen yang ditunggu-tunggu sebagai ajang silaturahmi keluarga dan handai taulan.

Bagi saya dan keluarga, mudik lebaran telah menjadi agenda rutin selama bertahun-tahun sebelum terjadi pandemi. Sebagai pejuang mudik, perjalanan darat lintas provinsi yang penuh tantangan, selalu menjadi cerita seru bak kisah petualangan.

Momen kumpul keluarga dengan segala kekhasan kampung halaman,  menjadi pembenaran untuk tidak gentar berjibaku dalam kemacetan. Dan pada akhirnya, selalu ada alasan yang menjadikan momen mudik lebaran menjadi romantisme yang dirindukan. 

1.  Perjalanan Penuh Tantangan

Sebelum ada Tol Trans Jawa, menelusuri jalur arteri Pantura saat mudik lebaran menjadi momen yang penuh tantangan. Kemacetan parah sering terjadi di banyak titik persimpangan dan perlintasan kereta. Tak jarang kami diarahkan ke jalur alternatif Selatan atau tengah, melewati hutan dan perkebunan yang sepi.

Kemacetan paling parah yang pernah kami alami selama 39 jam dari waktu normal 12-16 jam perjalanan. Tidur di parkiran SPBU, kesulitan sanitasi dan air bersih, serta antrian toilet yang mengular sudah biasa kami alami. 

Bersyukur saat ini telah ada Tol Trans Jawa yang menghubungkan Jawa Barat hingga Jawa Timur tanpa putus. Kami sudah mencobanya saat Natal tahun lalu, dan hanya membutuhkan waktu tempuh 9-10 jam untuk sampai kampung halaman.

Fasilitas rest area di Tol Trans Jawa sudah cukup memadai.  Kebutuhan istirahat, sholat, makan, BBM, sanitasi dan air bersih dapat tercukupi dengan baik. Sungguh berkah luar biasa bagi para pejuang mudik, perjalanan menjadi jauh lebih cepat dan menyenangkan tanpa kemacetan yang berarti. 

2.  Menikmati Kuliner Khas Daerah

Perjalanan mudik lebaran tidak akan seru tanpa menikmati makanan khas di daerah-daerah yang dilewati. Empal Genthong dan Nasi Lengko khas Cirebon, Sate Kambing Muda dan Teh Poci khas Tegal, Tahu Gimbal dan Soto Bangkong khas Semarang, Nasi Liwet dan Tengkleng khas Solo.

Belum lagi jajanan seperti telur asin Brebes, Lumpia, Bandeng Presto, Wingko Babat dan Tahu Bakso Semarang, Serabi dan Roti Lapis Mandarin Solo.

Saat ini makanan khas daerah ini telah banyak ditemui di rest area, sehingga tidak perlu repot-repot keluar ke jalur arteri untuk mendapatkannya.

Kuliner khas kampung halaman tak kalah menariknya. Makanan-makanan khas Jawa Timur seperti Nasi Pecel, Rujak Cingur, Gado-gado Siram, Tahu Tek, Tahu Tepo, serta wedang Cemoe dan Ronde yang menghangatkan.

Belum lagi masakan khas ibunda yang sedap tiada duanya. Tak lupa oleh-oleh jajanan Brem, Sambal Pecel, Roti Bluder, Lempeng dan Emping. Lupakan sejenak segala bentuk diet, karena dijamin gagal melawan sajian kuliner yang sangat menggoda.

3.  Kesempatan Kumpul Keluarga dan Teman-Teman Lama

Libur lebaran merupakan waktu terbaik untuk berkumpul, ketika hampir semua orang bisa terbebas dari kesibukan dan rutinitasnya secara bersamaan.

Bertemu orang tua, saudara dan kerabat yang tinggal berjauhan satu sama lain, hanya mungkin terjadi saat lebaran. Tak ketinggalan acara reuni SD, SMP atau SMA, baik reuni besar maupun reuni tipis-tipis. 

Bertemu dengan saudara dan teman-teman lama yang sudah mulai menua, dengan profesi dan kehidupannya masing-masing. Kumpul-kumpul sambil ngobrol, makan dan foto-foto bareng menjadi momen yang selalu dirindukan.

Saling bercerita masa lalu yang lucu-lucu dan pengalaman masa muda yang seru-seru. Tanpa peduli kondisi yang berbeda-beda saat ini dan tidak menyurutkan tali silaturahmi. 

4.  Menikmati Wisata dan Belanja 

Selepas kota Solo, kami lebih suka melewati jalur Karanganyar Tawangmangu untuk menikmati indahnya pemandangan dan sejuknya udara pegunungan.

Pemandangan yang jarang-jarang kami temui di Jakarta, kecuali kami mau bermacet ria di jalur Puncak. Bakso Penthol hangat dan Sate Kelinci banyak dijumpai di daerah ini.

Selain itu wisata outbound dan petik strawberry juga dapat menjadi alternatif bagi  pejuang mudik untuk sekedar mampir sambil beristirahat.

Yogyakarta menjadi destinasi wisata belanja favorit kami. Kami hampir selalu mampir dan bermalam di daerah Malioboro, saat perjalanan balik ke Jakarta. Naik becak atau Andhong keliling Keraton dan Alun-alun Yogya selalu kami sempatkan.

Belanja kaos, batik, kerajinan dan jajanan khas Bakpia Pathok. Nongkrong di Bakmi Jawa dan Kopi Joss Tugu, tak lupa pula menikmati sajian lezatnya Gudeg Yogya. 

5.  Momen Lebaran Unik Lainnya

Rombongan bocah dengan baju warna warni keliling kampung dari rumah ke rumah, menjadi momen unik lebaran lainnya.

Tuan rumah yang didatangi harus siap dengan sajian kue-kue dan lembaran uang receh untuk dibagi-bagi. Rombongan takbir keliling dengan jalan kaki sambil membawa obor atau naik truk tidak kalah serunya.Kunjungan antar kerabat dan tetangga wajib masuk ke dalam daftar acara keluarga.

Sholat Idul Fitri bersama keluarga dan handai taulan di lapangan depan masjid kampung kami, membawa suasana lebaran begitu menyejukkan.Dan momen sungkeman dengan orang tua dan maaf-maafan dengan saudara-saudara yang selalu mengharukan.

Romantisme mudik lebaran selalu dirindukan. Setelah dua kali lebaran kemaren harus puas dengan silaturahmi via video call. Dan menikmati suasana lebaran di rumah yang sepi-sepi saja, tanpa kunjungan sanak saudara dan kerabat.

Lebaran tahun ini semoga lebih meriah, walaupun tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Dan tak lupa harapan agar pandemi ini segera berlalu, agar tradisi mudik lebaran kembali normal seperti dahulu. (IkS)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak