Politik Inggris memulai babak baru, di mana mantan Menteri Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris, Mary Elizabeth Truss atau lebih dikenal dengan Liz Truss terpilih sebagai perdana menteri Inggris yang baru setelah berhasil memenangkan putaran terakhir pemilihan ketua Partai Konservatif yang berlangsung pada Selasa, 6 September 2022. Beberapa kebijakan yang diperkenalkan olehnya mirip dengan kebijakan Margaret Thatcher, Perdana Menteri perempuan pertama Inggris yang berkuasa pada era 1980-an.
BBC News melansir, Liz Truss resmi dilantik sebagai perdana menteri Inggris yang baru menggantikan PM sebelumnya, Boris Johnson, yang tersandung skandal politik dan kesalahan administrasi dalam mengeluarkan kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19. Selama masa pemilihan perdana menteri Inggris, perjuangan perempuan yang lahir di Oxford, Inggris, pada tanggal 26 Juli 1975 tersebut tidaklah mudah karena dirinya harus berhadapan dengan delapan orang kandidat, di mana dua di antaranya merupakan lawan politik terkuatnya, yakni mantan Menteri Perdagangan Internasional, Penny Mordaunt, dan mantan Menteri Keuangan, Rishi Sunak.
Pada putaran terakhir pemilihan, berkat dukungan suara dari Mordaunt yang harus puas dengan meraih posisi runner-up dua atau juara ketiga karena kekurangan suara, Truss berhasil keluar sebagai pemenang dengan total jumlah suara sebanyak 81.326 suara, mengalahkan Sunak yang hanya memperoleh 60.339 suara.
Pernah menjadi aktivis Partai Demokrat Liberal saat kuliah di Merton College
Dikutip dari Merton College, Liz Truss tercatat sebagai alumnus Fakultas Filsafat, Ekonomi, dan Politik (Philosophy, Political, and Economy (PPE)) Merton College, Oxford. Resmi menjadi mahasiswi Merton sejak tahun 1993, kemahiran Truss dalam bidang akademik, keaktifan tinggi di dalam organisasi kemahasiswaan, serta pemikiran politik liberal yang dianutnya membuatnya dipercaya menjabat sebagai Presiden Perkumpulan Mahasiswa Demokrat Liberal, sebuah organisasi sayap bentukan Partai Demokrat Liberal yang bertujuan untuk mensosialisasikan program kerja partai dan merekrut lulusan baru dari Merton College sebagai kader partai.
Truss berhasil menamatkan pendidikan tinggi dari Merton College pada tahun 1996. Meski telah dibesarkan oleh Partai Demokrat Liberal, Truss memilih mengubah haluan politik dengan menjadi kader Partai Konservatif.
Memiliki keahlian mumpuni di bidang manajemen akuntansi dan kebijakan publik
Berhasil menyandang gelar sarjana politik tidak lantas membuat Truss langsung menjajaki karier sebagai politisi. Britannica melansir, setelah lulus, Truss mengawali perjalanan kariernya dengan menjadi akuntan Shell, perusahaan minyak dan gas alam Belanda yang bermarkas di Den Haag, Belanda, dan London, Inggris, di mana ia mengemban jabatan tersebut sampai dengan tahun 1999.
Setelah berkarier di Shell selama tiga tahun, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan bekerja di Cable & Wireless, perusahaan telekomunikasi Inggris. Jabatan terakhir yang diembannya di perusahaan tersebut adalah Direktur Ekonomi. Truss mengundurkan diri dari Cable & Wireless pada tahun 2005 untuk bekerja sebagai peneliti Reform, organisasi wadah pemikir atau think-thank yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) melakukan penelitian kebijakan publik Inggris di bidang ekonomi, perpajakan, kesejahteraan sosial, serta reformasi birokrasi. Keahlian yang mumpuni dalam bidang riset kebijakan publik dan manajemen pemerintahan memudahkan langkahnya meraih posisi Wakil Direktur, sebelum akhirnya mengundurkan diri dari institusi tersebut pada tahun 2010.
Meraih jabatan menteri pertama di usia 41 tahun
Dikutip dari UK Government, Truss diberi kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu politik yang telah ia pelajari dan kuasai selama kuliah dengan menjadi anggota parlemen (Member of Parliament (MP)) dari daerah pemilihan South West Norfolk pada tahun 2010. Pada September 2012, Truss dipercaya menduduki jabatan Wakil Menteri Pendidikan, di mana ia ditugaskan untuk membantu pekerjaan Menteri Pendidikan saat itu, Michael Gove.
Dua tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2014, Truss berhasil mendapat jabatan tinggi pertamanya di Partai Konservatif, di mana Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron, menugaskannya sebagai Menteri Lingkungan Hidup, Pangan, dan Urusan Desa. Jabatan yang dipegangnya selama dua tahun tersebut menjadikannya sebagai wanita pertama yang berhasil meraih jabatan menteri di usia yang sangat muda, yaitu 41 tahun.
Loyalitas tinggi terhadap Boris Johnson memudahkan langkahnya memperoleh jabatan prestise
Elizabeth Truss melansir, karier politik Truss mulai menanjak tatkala Perdana Menteri Inggris saat itu, Boris Johnson, menunjuknya sebagai Menteri Perdagangan Internasional, di mana Truss efektif menjabat sejak Juli 2019. Saat itu, Truss dipercaya oleh Johnson untuk menangani sejumlah perjanjian dan kerja sama perdagangan Inggris dengan negara sahabat, baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Pada September 2019, Johnson juga mempercayakan Truss untuk mengemban jabatan Menteri Urusan Wanita dan Kesetaraan, di mana ia diamanatkan untuk merancang undang-undang dan program kerja lintas kementerian yang dapat meningkatkan kesetaraan kerja masyarakat Inggris.
Pandemi Covid-19 yang telah mencekik ekonomi Inggris sejak tahun 2020 mendorong Johnson untuk melakukan reshuffle kabinet pada tahun 2021. Keberhasilan Truss dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional yang lebih menguntungkan Inggris, khususnya dengan negara anggota Uni Eropa, melatarbelakangi alasan Johnson menghadiahi Truss dengan jabatan Menteri Urusan Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Internasional yang mulai efektif berjalan sejak September 2021.
Selama menjadi Menteri Luar Negeri, Truss dipercaya menjadi ketua negosiator (chief negotiator) urusan pasca-Brexit mengenai Protokol Irlandia Utara (Northern Ireland Protocol). Dikutip dari European Commission, Protokol Irlandia Utara adalah perjanjian perdagangan dan imigrasi antara Inggris dengan Uni Eropa yang mulai dirancang dan dibahas sejak tahun 2019. Perjanjian tersebut bertujuan untuk menghilangkan hambatan perdagangan antara Republik Irlandia yang merupakan negara anggota Uni Eropa dengan Irlandia Utara yang merupakan bagian wilayah Inggris dan memastikan tetap berlakunya kebijakan Satu Pasar Uni Eropa (EU Single Market) yang menekankan pada kelancaran distribusi barang dan jasa antara Inggris dengan negara anggota Uni Eropa melalui Irlandia Utara.
Gaya berpakaian atau outfit yang meniru gaya modis Margaret Thatcher
Di antara kalangan pejabat elit Partai Konservatif, Liz Truss dianggap sebagai Thatcherite, yaitu julukan yang disematkan kepada setiap orang, terutama orang Inggris, yang menganut ideologi ekonomi liberal yang diperkenalkan oleh Perdana Menteri perempuan pertama Inggris yang berkuasa pada tahun 1979 – 1990, Margaret Thatcher.
Pada masa kampanye sebagai perdana menteri, Truss gencar mensosialisasikan berbagai program kerjanya, di mana ada beberapa yang dianggap meniru kebijakan perdana menteri yang mendapat julukan sebagai The Iron Lady pada era 1980-an tersebut. Tidak hanya meniru model kebijakan, Truss juga meniru gaya berpakaian atau outfit Thatcher yang dikenal sangat modis ketika melaksanakan tugas sebagai pejabat tinggi negara.
Huffington Post melansir, Truss mengenakan blazer hitam dengan blus putih yang diikat oleh pita putih ketika acara debat calon perdana menteri yang berlangsung di salah satu televisi swasta Inggris, Channel 4. Outfit yang digunakan Truss tersebut disinyalir sama dengan pakaian yang digunakan oleh Thatcher dalam debat calon perdana menteri yang disiarkan secara langsung oleh televisi pada tahun 1979.
Tidak hanya di dalam negeri, Truss juga terlihat menyamakan outfit yang digunakannya dengan outfit yang digunakan oleh Thatcher ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam kunjungan kenegaraan ke Rusia pada Februari yang lalu, Truss memakai mantel bulu cokelat dengan topi bulu hitam, di mana Thatcher mengenakan mantel cokelat dan topi bulu cokelat ketika berkunjung ke negara yang saat itu dikenal dengan nama resmi Republik Sosialis Uni Soviet tersebut pada tahun 1987.
Model pengambilan kebijakan ekonomi Truss mengadopsi pemikiran ekonomi Margaret Thatcher
Dari sisi model pengambilan kebijakan, Truss mengadopsi pemikiran ekonomi Margaret Thatcher yang menekankan pada pajak rendah, pasar bebas, dan privatisasi. Selama masa kampanye, Truss memperkenalkan berbagai program kerja yang akan dilakukannya, apabila terpilih sebagai perdana menteri, di antaranya adalah pemotongan pajak untuk perbankan, konglomerat, dan perusahaan swasta secara besar-besaran, menggalakkan deregulasi atau pelonggaran terhadap aturan bagi pengusaha yang bergerak di sektor industri keuangan, melakukan privatisasi terhadap aset perusahaan milik negara atau BUMN, memeratakan kesempatan kepemilikan rumah bagi masyarakat Inggris dengan menyederhanakan birokrasi dan melibatkan masyarakat lokal, serta menggaungkan semangat energi hijau dengan menjanjikan Inggris dapat mencapai target bebas emisi gas rumah kaca (net zero emission) pada tahun 2050.
BBC News melansir, Truss memprioritaskan pemotongan pajak pendapatan untuk mengatasi kenaikan biaya polis asuransi nasional (National Insurance), yaitu program pemerintah berupa jaminan sosial bagi para pekerja dan keluarga mereka yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan hari tua, biaya persalinan bagi ibu hamil, dan jaminan kehilangan pekerjaan. Skema pemotongan pajak yang ditawarkan oleh Truss dapat memberikan uang lebih banyak kepada masyarakat kelas atas yang cenderung memperoleh pendapatan besar, di mana mereka akan memperoleh rata-rata pendapatan bersih lebih dari 1.800 pound sterling Inggris atau sekitar Rp30.901 juta setiap tahunnya.
Berbeda nasib dengan masyarakat kelas menengah ke bawah dan masyarakat miskin, di mana mereka hanya memperoleh rata-rata pendapatan bersih sebesar 7.66 pound sterling Inggris atau sekitar Rp120.171 ribu (kurs Rp17.165). Meski begitu, Truss mengatakan bahwa ini merupakan skema perhitungan yang adil karena lebih cepat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Inggris yang selama 20 tahun terakhir hanya mencatatkan rata-rata pertumbuhan sebesar 1%. Menurut Truss, rezim pemerintahan Inggris sebelumnya salah dalam merancang skema pemerataan pendapatan yang hanya menekankan pada redistribusi pendapatan, sehingga berakibat pada rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional Inggris.
Itulah ulasan tentang Liz Truss, Perdana Menteri Inggris saat ini. Terlepas Truss merupakan seorang Thatcherite, masyarakat Inggris dan dunia tetap menunggu racikan tangan dingin Truss beserta tim kabinetnya dalam memformulasi kebijakan yang mampu mengatasi tantangan berat Inggris yang dipicu oleh tingginya angka inflasi sebagai akibat dari pandemi Covid-19, krisis energi, serta krisis pangan akibat Perang Rusia – Ukraina.