Konsumerisme Global dan Korean Wave di Indonesia

Hernawan | Alya Fitriani Sajida
Konsumerisme Global dan Korean Wave di Indonesia
Ilustrasi bendera Korea Selatan.[Unsplash/Stephanie Nakagawa]

Pada era globalisasi sekarang, komunikasi dan pertukaran informasi menjadi lebih mudah dilakukan. Sosial media dipenuhi oleh informasi-informasi dari belahan dunia mana saja, sehingga kita bisa mengetahui berbagai macam peristiwa di mana saja dengan cepat walaupun tidak berada di lokasi. Salah satu contohnya adalah Korean Wave dari negeri Gingseng, Korea Selatan, yang sangat digemari oleh masyarakat kita di Indonesia, terutama para remaja.

Korean Wave atau Hallyu merujuk pada fenomena perkembangan dan penyebaran budaya populer Korea. Mulai dari drama, film, K-Pop, makanan, hingga fashion dari Korea Selatan menjadi salah satu yang digemari oleh banyak pemuda di Indonesia. Korea Selatan pun menjadi salah satu negara yang berhasil mengekspor budayanya ke seluruh dunia dan menggunakannya sebagai soft power mereka. Menggunakan ini, Korea Selatan memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan berbagai negara, khususnya Indonesia, yang akhirnya akan membantu mendorong perekonomian kedua negara.

Dengan mendunianya budaya Korea, terutama di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang tertarik dengan budaya Korea tersebut. Mereka lebih sering disebut sebagai K-popers, yang artinya seseorang yang menikmati K-pop.

Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah K-popers terbanyak. Berdasarkan laporan Twitter pada Januari 2022 juga menyebutkan bahwa Indonesia memiliki jumlah K-popers terbesar di dunia maya. Hal ini menunjukan bahwa Korea telah berhasil mempromosikan budayanya di negara Indonesia. 

Namun di satu sisi lain, Korean Wave sudah bisa disebut sebagai salah satu kasus konsumerisme global. Perilaku konsumtif sendiri adalah perilaku dimana timbulnya keinginan untuk membeli barang-barang atau menggunakan jasa hanya untuk memenuhi kepuasan pribadi semata tanpa memandang manfaat atau urgensi dari barang maupun jasa tersebut.

Perilaku ini tentu akan membuat pengeluaran individu lebih banyak. Sementara yang dimaksud konsumerisme sendiri adalah suatu tatanan ekonomi dan sosial yang mendorong agar orang-orang membeli barang dan jasa dalam jumlah yang semakin besar. 

K-popers di Indonesia sendiri sangat hobby mengoleksi barang-barang K-pop idol favoritnya. Seperti album, photocard, kaos, lightstick, photocard, dan masih banyak lagi. Harga barang-barang ini tidaklah murah. Harga satu album K-pop saja bisa mencapai Rp300.000-, di pasar online. Dan harga satu lightstick Kpop yang termurah adalah Rp900.000-. Tidak hanya itu, photocard yang hanya merupakan foto sang idol, harganya bisa mencapai Rp300.000-, di pasar online, tergantung dengan tingkat kelangkaan photocard tersebut.

Seorang penggemar grup idola SEVENTEEN mengatakan pernah menyisihkan uang sekitar Rp5.000.000-, untuk 10 album "Attacca", mini album kesembilan grup demi berkesempatan mengikuti fansign. Agar bisa mendapatkan kesempatan lebih besar mengikutinya, seorang penggemar diharuskan membeli album idola tertentu sebanyak mungkin. 

Apa yang mendorong para K-popers ini untuk mengoleksi barang-barang tersebut? Ada beberapa faktor mengapa seorang K-popers bersedia menghabiskan uang lebih banyak untuk mengoleksi barang-barang K-pop idol kesukaannya. 

  1. Faktor Sosial
     Faktor sosial adalah faktor yang dipengaruhi oleh kelompok referensi, keluarga serta peran dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil yang mempunyai pengaruh langsung. Bergabung dalam komunitas dimana mereka menyukai dan mengidolakan hal yang sama, menjadi salah satu alasan mengapa para K-popers terus mengoleksi merchandise K-pop.
  2. Faktor pribadi
    Faktor pribadi adalah karakteristik pribadi yang mempengaruhi keputusan pembelian, meliputi usia dan tahap dalam siklus pembelian, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai. Banyak K-popers terus mengkonsumsi barang kpop itu demi kepentingan emosional sebagai penggemar
  3.  Faktor Psikologis 
    Pilihan atau keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama yaitu: motivasi, persepsi, sikap dan pembelajaran. Sebuah hasil wawancara menyimpulkan bahwa ketertarikan pada penampilan fisik dan gerakan tari para penyanyi idol memotivasi mereka untuk mengekspresikan perasaan kasih sayang mereka melalui pembelian merchandise K-pop yang berkaitan dengan idolanya dan untuk memperkuat identitas mereka sebagai penggemar.

Era globalisasi saat ini memungkinkan komunikasi yang lebih cepat dan mudah melalui ponsel pintar dan sosial media. Fenomena Korean Wave atau Hallyu dari Korea Selatan menjadi contoh bagaimana teknologi memfasilitasi penyebaran budaya populer secara global, termasuk di Indonesia.

Namun, ada sisi lain dari dampak Korean Wave, yaitu konsumerisme global. Para penggemar K-pop cenderung mengoleksi berbagai barang terkait idolanya, bahkan dengan harga yang tinggi. Hal ini mencerminkan perilaku konsumtif yang dapat menghabiskan banyak pengeluaran individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena konsumerisme ini mencakup aspek sosial, pribadi, dan psikologis. Bergabung dalam komunitas penggemar, motivasi emosional, dan identitas sebagai penggemar K-pop menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian. 

Dengan demikian, fenomena Korean Wave di Indonesia mencerminkan bagaimana teknologi mempengaruhi budaya dan perilaku konsumen, baik dalam hal kemudahan akses informasi maupun dalam perilaku konsumtif.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak