Suatu waktu, aku tiba-tiba dapat undangan pelatihan menulis ke Jogjakarta. Aku dinyatakan lolos setelah ikut menulis lomba artikel dan mendapatkan hadiah ke Jogja. Tapi, aku hanya membawa sedikit uang saku. Di akhir kegiatan, aku bersama teman-teman ke tempat oleh-oleh dan tentu saja, bakpia menjadi andalan oleh-oleh dari Jogja. Akan tetapi, aku cuma bisa membeli 1 kotak saja bakpia kukus tugu Jogja dan 2 kotak bakpia kering dikarenakan uang sakuku menipis.
Aku tidak mau berutang dan tak pula ingin merepotkan emak untuk mentransfer uang untuk membelinya. Karena aku tahu, kami juga harus berhemat untuk biaya kehidupan di Ibu Kota Sumatera Utara, Medan. Lagipula, uang saku yang kupegang itu untuk keperluan transportasi di Jogja, makan dan laundry baju, untuk hal-hal itu sudahlah membuat uang sakuku menipis, ditambah pula oleh-oleh tas dan baju untuk abang serta adikku.
Akhirnya, aku kembali pulang ke Kota domisili, di mana aku membanting tulang untuk biaya hidup keluargaku. Sekembalinya aku ke rumah, Ibuku langsung melihat oleh-oleh bakpia yang kubawa. Lalu, dia mencoba bakpia kukus tugu Jogja itu, dia berkata bakpianya sangat enak, dan ingin memakannya lagi. Namun, 2 kotak bakpia kering lainnya untuk kuberikan ke rekan-rekan kerja. Sedangkan, emakku lebih menyukai bakpia kukus tugu Jogja.
Sekalipun aku mendapatkan undangan ke Jogja, tiket pesawatnya sudah dibayarkan oleh pihak penyelenggara. Aku bahkan tak pernah membayangkan bisa ke Jogja dengan uangku sendiri. Karena gajiku sangat pas-pasan untuk kehidupan dan pendidikan. Tapi, Alhamdulillah Allah tahu hamba-Nya yang sudah bekerja keras untuk keluarganya, dan memberikan hadiah tak disangka-sangka. Meskipun banyak rintangan sebelum dan setelah dari Jogja, tapi semuanya bisa aku lewati juga.
Andai aku dapat THR, uangnya bisa untuk beli bakpia dari kukus tugu Jogja melalui online setelah lebaran ini. Nantinya, aku ingin membelikannya untuk dimakan bersama emak, adik dan abangku. Kemudian, sisa uangnya untuk memberi THR kepada sepupu-sepupuku yang masih kecil di Kampung Halaman, Sibolga.
Sebab, ketika emakku video call dengan sepupu-sepupu di Sibolga, mereka meminta THR kepadaku. Sejak aku bekerja, aku memang memberikan THR kepada mereka. Namun, akhir-akhir ini rezekiku tidak seberlimpah dibandingkan dengan tahun lalu. Apalagi, abangku ingin meminjam uangku untuk ongkos perjalanannya dengan naik pesawat dari Medan ke Palembang, Kota di mana dia ditempatkan untuk bekerja, setelah sekian lama menganggur.
Alhasil, aku pun harus super hemat untuk kebutuhan hidup dan pendidikanku, tak terkecuali perkara THR. Andai aku dapat THR dari Yoursay, alangkah lapangnya pikiranku untuk sekadar berbagi rezeki kepada keluarga dan juga sepupuku. Oleh karena itu, aku menuliskan kisah ini untuk membagikan ceritaku kepada orang-orang bahwa keikhlasan akan berbuah rezeki yang tak terpikirkan oleh manusia, namun penuh kejutan dari Tuhan.