Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, atensi terhadap penyandang disabilitas semakin meningkat, dengan penekanan pada pengembangan kebijakan publik yang inklusif dan ramah disabilitas. Pemerintah berkomitmen guna mendesain lingkungan yang mensupport partisipasi semua warga negara, termasuk mereka yang mempunyai kebutuhan khusus.
Jauh sebelumnya, Indonesia telah menunjukkan keseriusannya dalam melindungi kedudukan hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas. Sebagai salah satu negara penandatangan Konvensi tentang Convention on The Rights of Persons with Disabilities, Indonesia mengesahkan UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan konvensi tersebut.
Beragam harapan muncul dan disampaikan masyarakat kepada pemerintahan Presiden Prabowo, termasuk dari kelompok disabilitas yang memerlukan perhatian khusus. Mereka juga berharap adanya perhatian yang lebih terhadap kaum yang terpinggirkan, terutama penyandang disabilitas, agar dapat memperoleh akses yang layak dan setara di bidang pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan usaha.
Sayangnya, penyandang disabilitas kerap menghadapi segala bentuk diskriminasi di masyarakat, termasuk di tempat kerja. Padahal, mereka mempunyai hak untuk mendapatkan akses yang sama guna memperoleh pekerjaan formal maupun informal.
Penyandang disabilitas merupakan kelompok rentan yang masih menerima perhatian minim dari pemerintah maupun masyarakat. Kendati telah tersedia sejumlah inisiatif untuk meningkatkan inklusi dan aksesibilitas, banyak hambatan yang masih memblokade partisipasi mereka dalam beragam lini kehidupan.
Keterbatasan akses fisik dan transportasi, kurangnya pendidikan dan pelatihan kerja yang relevan, serta rendahnya kesadaran akan hak-hak mereka adalah tantangan yang harus segera dibenahi. Demikian, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang ramah ban berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Namun, dalam sektor pelayan publik, masih nampak sejumlah masalah. Ketentuan yang mengatur pelayanan publik bagi penyandang disabilitas belum bisa diaplikasikan secara optimal, karena banyak masih bersifat prinsip umum dan belum diterjemahkan menjadi aturan teknis.
Keterbatasan pemahaman terkait cara melayani penyandang disabilitas juga menjadi kendala, terutama pasca terbitnya UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menggeser isu disabilitas dari perspektif sosial menjadi berbasis hak asasi manusia.
Hal ini belum sepenuhnya dipahami oleh birokrat dan penyelenggara pelayanan publik, sehingga banyak layanan yang tidak ramah disabilitas dan tidak memperhatikan hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam berinteraksi dengan penyedia layanan.
Masalah lain yang harus menjadi prioritas terkait dengan pelayanan publik adalah rendahnya partisipasi penyandang disabilitas dalam penyusunan kebijakan dan pelayanan publik, baik sebagai penerima maupun penyedia layanan. Selain itu, Unit Layanan Disabilitas yang seharusnya menjadi kewajiban Kementerian dan Pemerintah Daerah juga belum terbentuk.
Peningkatan Perhatian terhadap Penyandang Disabilitas di Indonesia
Merujuk pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2021 mengungkapkan bahwa terdapat 7,04 juta pekerja disabilitas di Indonesia, yang setara dengan 5,37% dari total penduduk.
Selama masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya memaksimalkan kesetaraan dan akses bagi penyandang disabilitas dalam pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan infrastruktur ramah disabilitas.
Oleh karena itu, semua pihak mempunyai andil dan tanggung jawab guna memastikan bahwa kebijakan yang tersedia dapat diimplementasikan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi penyandang disabilitas. Dalam konteks ini, Komisi Nasional Disabilitas, yang terbentuk melalui Perpres Nomor 68 Tahun 2020 mempunyai peran strategis dalam mempercepat pelaksanaan visi besar Indonesia terkait penyandang disabilitas.
Selama masa kampanye, Presiden Prabowo juga pernah menegaskan komitmennya untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas, dengan menjelaskan program kesejahteraan yang melingkupi aspek kesehatan, lapangan kerja, dan pengembangan olahraga.
Aktualisasinya, dalam 8 misi Prabowo-Gibran, salah satu yang menjadi isu utama adalah memperkuat pembangunan sumber daya manusia, termasuk pendidikan, kesehatan dan penguatan peran perempuan serta penyandang disabilitas. Isu disabilitas juga tercakup dalam 17 Program Prioritas Presiden Prabowo, yang bertujuan untuk memperkuat kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan, anak serta penyandang disabilitas.
Guna mendesain masyarakat yang adil dan inklusif, negara perlu mempunyai andil utama dalam memperkuat kesetaraan dan perlindungan hak-hak tersebut. Dengan mendorong kebijakan yang melindungi hak-hak pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik penyandang disabilitas, pemerintah dapat meminimalisir terjadi praktek diskriminasi dan mendukung kontribusi mereka secara penuh.
Upaya pemerintah guna mewujudkan Indonesia ramah disabilitas tidak akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat. Menghentikan diskriminasi dan menghilangkan stigma negatif merupakan langkah penting guna mendorong kemajuan penyandang disabilitas. Disabilitas bukanlah aih yang harus disembunyikan, dan mereka tidak memerlukan belas kasihan yang berlebihan. Mereka hanya membutuhkan dorongan untuk terus maju dan berkembang.
Mewujudkan Kebijakan Inklusif untuk Penyandang Disabilitas
Diperlukan sejumlah upaya guna mengembangkan metode pendataan yang komprehensif, inklusif dan partisipatif. Ini mengakomodasi andil semua instansi teknis agar proses pendataan dapat dilakukan secara efektif dan bermanfaat bagi semua pihak.
Keterlibatan penyandang disabilitas dalam setiap perencanaan kebijakan dan program terkait bertujuan untuk mengurangi stigma yang ada. Dengan perencanaan yang matang, penganggaran untuk disabilitas pun dapat diarahkan dengan tepat.
Sejalan dengan hal tersebut, tanggung jawab negara terhadap penyandang disabilitas semestinya terefleksikan dalam tata kelola pemerintahan yang responsif dan adaptif terhadap paradigma berbasis hak. Oleh karena itu, pelayanan publik yang inklusif menjadi hal esensial dan tidak dapat dihindari.
Presiden Prabowo sebelumnya juga telah menekankan pentingnya partisipasi penyandang disabilitas dalam pengambilan keputusan. Melalui forum konsultasi yang melibatkan sejumlah organisasi penyandang disabilitas, pemerintah dapat mendengar langsung aspirasi dan kebutuhan mereka. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan mutu kualitas kebijakan, tetapi juga menciptakan rasa kepemilikan di kalangan komunitas disabilitas.
Berbagai pendekatan alternatif kebijakan dapat mengatasi kompleksnya permasalahan yang ada, seperti meningkatkan inklusivitas di sektor pendidikan, memperluas kuota ketenagakerjaan, menyediakan pelatihan khusus, dan memastikan partisipasi penyandang disabilitas dalam perumusan kebijakan.
Masyarakat yang lebih inklusif dan adil bagi penyandang disabilitas di Indonesia dapat diwujudkan melalui upaya dan komitmen dari berbagai pihak. Dengan implementasi kebijakan alternatif yang telah diuraikan, pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta dapat berkolaborasi menciptakan lingkungan yang lebih ramah disabilitas, menghilangkan hambatan dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Dengan sejumlah langkah konkret ini, publik berharap Presiden Prabowo Subianto dapat serius bertekad untuk menciptakan masyarakat yang adil dan setara. Dengan atensi yang serius terhadap penyandang disabilitas, diharapkan mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik serta menikmati hak-hak mereka sebagai warga negara.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.