Yang Terhormat Bapak Jokowi. Saya yakin Bapak mengetahui hasil pertandingan timnas sepakbola Indonesia beberapa waktu yang lalu. Sedih, ya, Pak, Indonesia kalah 2-1 dari China, padahal permainan kita sudah bagus.
Meski demikian, tak pernah terbayangkan, timnas Indonesia bisa sampai pada fase ini, ronde tiga kualifikasi Piala Dunia untuk wilayah Asia. Kita menjadi satu-satunya wakil dari ASEAN, Pak.
Saya bukan pencinta olahraga sejati, tetapi bila ada event menarik, saya kerap mencari tahu infonya di berbagai media sosial dan mengikuti segala serba-serbi di luar lapangan. Apalagi kini, timnas Indonesia mencuri perhatian dengan para pemain keturunannya.
Hal ini masih menjadi perdebatan. Ada yang mendukung, ada pula yang merundung. Namun, tentunya pro dan kontra itu adalah suatu keniscayaan. Kita tidak perlu saling ngotot-ngototan dan gontok-gontokkan.
Bagaimanapun itu, kita tidak bisa memungkiri bahwa pencapaian timnas era Coach Shin Tae Yong seakan menjadi obat untuk luka para pencinta bola tanah air di tahun 2010. Saya yang pemerhati musiman saja tahu bahwa kekalahan Indonesia dari Malaysia di final AFF 2010 merupakan patah hati nasional.
Patah hati makin menyiksa kala rumor pengaturan skor merebak. Dari kaca mata orang awam, saya bisa melihat ada kejanggalan di sini. Tim Garuda berada di atas angin karena pada fase grup mampu membantai Harimau Malaya 5-1.
Kemudian tidak ada angin, tidak ada hujan di final leg pertama, Indonesia justru mengalami kekalahan telak 3-0 dari Malaysia. Kecurigaan adanya kecurangan itu didukung dengan performa pemain timnas Indonesia yang malah seperti memberikan kesempatan pada tim lawan untuk mencetak gol.
Dari sini saja, seharusnya kita menyadari menjadi Indonesia tulen bukan jaminan atas tingginya rasa nasionalisme seorang atlet. Apalagi kini bersama para pemain diaspora, tim Garuda terus menunjukkan grafik prestasi yang terus menanjak.
Menurut saya tidak masalah para pemain tidak 100% berdarah Indonesia, selama mereka mencintai negara kita, mereka pun berhak membelanya. Bahkan Maarten Paes yang menjadi WNI "hanya" karena sang nenek lahir dan pernah tinggal di Kediri pun begitu antusias menjadi pemain Indonesia. Dalam laga terakhir itu, dia menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan begitu lantang.
Pak Jokowi, saya sangat berterima kasih karena tahun lalu Bapak telah mengizinkan Pak Erick Thohir maju sebagai calon ketua PSSI periode 2023-2027. Bagaimanapun kedudukan Pak Erick sebagai Menteri BUMN tentunya menimbulkan perdebatan kala itu karena berpotensi merangkap jabatan.
Akan tetapi, semua pasti setuju untuk sekarang tidak ada yang lebih layak untuk mengemban tugas ketum PSSI selain Pak Erick. Pengalamannya mengelola beberapa klub olahraga luar negeri menjadi salah satu indikator kapabilitasnya.
Pak Jokowi, pernahkah Bapak membaca komentar netizen perihal timnas bola? Betapa mereka sangat excited. "Inikah rasanya punya timnas jago"? Kalimat tersebut kerap berseliweran sebagai wujud bahagia dan haru atas pencapaian timnas.
Dunia pun mulai memperhitungkan negara kita dan di klub mana pun para pemain Indonesia bermain pasti pendukung Garuda turut meramaikan. Tengok saja akun klub-klub tersebut yang selalu fyp. Hal ini tentu meningkatkan engagement-nya.
Kekuatan netizen Indonesia memang tidak bisa diremehkan. Thom Haye telah membuktikan kebenarannya. Dalam waktu beberapa bulan saja akun Instagram sang profesor yang tadinya hanya mempunyai 20.000 follower kini melesat hampir menyentuh angka 2 juta.
Tentu perjalanan kita masih panjang, masih banyak yang perlu dibenahi dan ditingkatkan. Namun, setidaknya kini asa kita untuk menggapai Piala Dunia terasa bukan hal yang mustahil lagi seperti sebelumnya.
Di akhir masa jabatan Bapak, timnas Garuda mulai menguatkan kuda-kuda. Di bawah masa kepemimpinan presiden baru, semoga Garuda mampu mengepakkan sayap menuju langit biru. Terima kasih, Pak. Selamat menikmati masa purnabakti.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.