Setelah satu dekade masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo telah menghadapi beragam dinamika cara kerja kekuasaan yang kompleks dan tak mudah.
Banyak pencapaian dan program yang berhasil ia jalankan, kendati masih terdapat sejumlah catatan dan target yang perlu diselesaikan hingga menggulirkan tongkat estafet kepemimpinan selanjutnya ke tangan Presiden Prabowo Subianto.
Penting bagi Prabowo untuk mengambil pelajaran dari rekam dan sepak terjang perjalanan kepemimpinan sebelumnya guna merancang strategi yang mampu membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Bagaimanapun jejak pencapaian harus dijadikan sebagai kisi-kisi, motivasi dan jarum kompas petunjuk bagi Presiden Prabowo Subianto dalam penyusunan kabinet dan merancang strategi yang akan diambil oleh dengan harap dapat memaksimalkan hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya.
Segudang Pencapaian
Jika berkaca ke belakang, Presiden Joko Widodo telah berhasil menciptakan sejumlah program unggulan yang langsung menyasar masyarakat seperti pengembangan ekonomi digital, padat karya, reformasi ketenagakerjaan, dan pelatihan (bootcamp) melalui program Kartu Prakerja telah memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan pelatihan, sertifikasi serta insentif finansial.
Secara tak langsung, kegiatan ini cukup berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan, bahkan di tengah tantangan pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu.
Jika melihat sejumlah laporan yang termuat di media massa, pencapaian di atas sangat tampak dari penurunan angka pengangguran yang turun dari 7,07% pada 2020 menjadi 4,8% pada awal 2024. Penurunan ini juga berdampak pada angka kemiskinan yang perlahan berkurang dari 10,14% pada 2021 menjadi 9,03% pada 2024.
Salah satu sektor yang patut diapresiasi adalah fokus Jokowi pada pemerataan pembangunan infrastruktur. Selama satu dekade memimpin, infrastruktur telah menjadi topik penting melingkupi layanan dasar, konektivitas, pangan dan energi.
Proyek seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara yang telah memperbaiki konektivitas di seluruh wilayah Indonesia, menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain infrastruktur, Jokowi juga memberi perhatian serius pada sektor pendidikan dan kesehatan. Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Sembako menjadi contoh nyata upaya pemerintah untuk membantu masyarakat kurang mampu, memberikan kesempatan lebih banyak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan makanan yang cukup.
Sehingga cukup beralasan dalam beberapa hari terakhir, lembaga survei Indikator Politik merilis hasil survei kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, menunjukkan tingkat kepuasan yang mencapai 75% menjelang akhir masa jabatan.
Keberhasilan Jokowi juga tercermin dari stabilitas politik dan ekonomi yang berhasil dijaga, meskipun banyak tantangan yang muncul di dunia politik.
Catatan Kusam Keruntuhan Demokrasi dan Pudarnya Negara Hukum
Tubuh demokrasi tidak dapat hancur dalam semalam. Kemunduran menuju kematian demokrasi terjadi akibat praktik pelucutan beragam elemen fundamental yang menjadi fondasi bangunan demokrasi berdiri.
Supremasi hukum dan kebebasan sipil menjadi dua komponen vital yang kerap dirampas oleh perilaku kepemimpinan yang tiran.
Sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo mencerminkan kondisi demikian: degradasi kualitas demokrasi, penyempitan ruang kebebasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi serta nihilnya keberadaan partai oposisi membuat kekuasaan lebih mudah terkonsolidasi tanpa ada pengawasan yang konfrontasi narasi dalam setiap pengambilan kebijakan.
Gambaran negara hukum yang demokratis seperti yang termuat dalam konstitusi perlahan hancur akibat manuver dan gaya kepemimpinan Joko Widodo yang cenderung otokratis, oligarkis dan represif tanpa mempertimbangkan prinsip demokrasi dan hukum, serta pemenuhan terhadap kedudukan hak asasi manusia selama ia menjabat.
Bingkai harapan yang disusun dalam agenda Reformasi 1998 telah tereduksi secara drastis oleh sejumlah praktik pemerintah yang serampangan.
Memori kolektif civil society masih menyimpan bagaimana rezim Jokowi secara aktif melakukan praktik autocratic legalism dengan mengesahkan undang-undang yang otoriter, minim partisipasi, grasak-grusuk dan syarat kepentingan kelompok tertentu seperti UU Cipta Kerja, UU KPK, UU Minerba, KUHP UU MK dan UU IKN. Semua produk legislasi ini dilakukan tanpa perencanaan yang demokratis, transparan dan nihil partisipasi publik.
Selain itu, dalam cengkeraman kepemimpinannya, Jokowi juga berhasil melemahkan lembaga-lembaga negara yang semestinya dapat merawat cita-cita reformasi.
Misalnya, melemahkan lembaga anti-rasuah melalui pengesahan Revisi UU KPK hingga kontroversi pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah, yang berdampak pada melemahnya agresivitas KPK dalam memberantas korupsi.
Kemudian, menyoal polemik putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka andil dalam kontestasi Pilpres 2024 menuai kecaman akibat keterlibatan sang paman yang andil mengambil keputusan.
Implikasinya, politik dinasti menjadi salah satu wajah kelam dari sepuluh tahun kepemimpinan Jokowi, di tengah tindakan destruktifnya yang menghancurkan prinsip negara hukum dan demokrasi, seperti konflik agraria, perampasan tanah adat, hingga kriminalisasi melalui perangkat hukum (UU ITE) yang telah berhasil menjerat sejumlah pihak yang kontra dengan narasi kekuasaan.
Dengan demikian, jejak rezim Joko Widodo adalah kombinasi antara prestasi dan kompleksitas. Evaluasi akhir tentang kepemimpinannya akan terus menjadi bahan diskursus dan analisa yang mendalam, dengan beragam perspektif yang perlu dipertimbangkan.
Bagaimanapun selama pemerintahannya, Jokowi telah mencapai sejumlah pencapaian cukup signifikan, namun masih menghadapi tantangan yang belum sepenuhnya teratasi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS