Refleksi Hari Pahlawan: Ketika Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Kian Sekarat

Hayuning Ratri Hapsari | Suhendrik Nur
Refleksi Hari Pahlawan: Ketika Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Kian Sekarat
Ilustrasi hari pahlawan (Pixabay)

Hari Pahlawan yang kita peringati setiap 10 November seolah menjadi waktu khusus untuk mengenang jasa-jasa besar para pejuang bangsa yang rela berkorban demi kemerdekaan dan martabat negeri.

Namun, di balik upacara dan seruan nasionalisme yang membahana, ada satu kelompok pahlawan yang semakin sering terlupakan—pahlawan tanpa tanda jasa, yang kini semakin ‘sekarat’ dalam arti yang paling ironis.

Mereka adalah para guru, tenaga medis di pelosok, relawan sosial, dan pekerja sektor publik yang terlibat langsung dalam pembentukan generasi penerus bangsa.

Ketika berbicara soal pahlawan tanpa tanda jasa, guru menjadi sosok pertama yang terlintas. Mereka mungkin tidak memegang senjata atau terjun ke medan perang, namun mereka ada di garis depan perjuangan intelektual dan moral anak-anak bangsa.

Mirisnya, penghargaan terhadap guru semakin hari semakin menurun. Penghasilan yang rendah, beban kerja yang berat, dan kondisi kerja yang sering tidak memadai menciptakan situasi yang membuat profesi guru tidak lagi menarik.

Banyak generasi muda yang enggan menjadi guru, apalagi guru di daerah terpencil yang kerap harus berjuang melawan keterbatasan fasilitas.

Kita perlu merefleksikan seberapa besar peran mereka, bukan hanya di Hari Pahlawan, namun setiap harinya. Ironisnya, tuntutan terhadap mereka semakin tinggi, sementara dukungan yang mereka terima semakin minim. 

Para guru tidak hanya diharapkan mengajar, tetapi juga mendidik dengan nilai-nilai moral dan etika, sementara mereka sendiri kadang harus berhadapan dengan kondisi sosial ekonomi yang sulit.

Inilah yang membuat banyak guru ‘sekarat’ secara perlahan—tidak dalam arti fisik, tetapi mental dan emosional. Beban mereka berat, namun jarang yang benar-benar melihat atau peduli.

Tidak hanya guru, pahlawan tanpa tanda jasa lainnya juga menghadapi situasi serupa. Tenaga kesehatan di pelosok, misalnya, harus berjuang keras dengan fasilitas yang terbatas.

Mereka mengorbankan waktu dan tenaga untuk memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, bahkan di tengah keterbatasan alat medis dan obat-obatan.

Begitu pula dengan para pekerja sosial dan relawan yang menjalankan berbagai program kemanusiaan, terkadang tanpa penghargaan yang memadai.

Pada akhirnya, refleksi Hari Pahlawan ini tidak hanya sekedar mengingat perjuangan para pejuang masa lalu, tetapi juga merenungkan apa yang sudah kita berikan untuk menghargai pahlawan masa kini.

Karena pada dasarnya, pahlawan tanpa tanda jasa ini adalah mereka yang setiap hari mempertaruhkan hidup mereka untuk orang lain tanpa harapan akan balas jasa. Mereka tidak mengejar popularitas atau kekayaan, tetapi hanya ingin memberikan manfaat bagi orang banyak.

Jadi, mari kita tanyakan pada diri kita sendiri, sudahkah kita memberi apresiasi yang cukup untuk para pahlawan tanpa tanda jasa di sekitar kita?

Jika belum, mungkin sudah saatnya kita memperlakukan mereka dengan lebih baik, memberikan penghargaan yang layak, dan tidak hanya menunggu momen seperti Hari Pahlawan untuk mengenang jasa mereka.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak