Sistem Zonasi Sekolah: Antara Pemerataan dan Tantangan yang Ada

Hayuning Ratri Hapsari | Sabit Dyuta
Sistem Zonasi Sekolah: Antara Pemerataan dan Tantangan yang Ada
Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming melakukan kunjungan ke SDN 1 Langkai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada Senin (4/11/2024). (BPMI Setwapres)

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini mengajukan usulan untuk mengevaluasi kembali sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

"Kalau kita bicara generasi emas, Indonesia 2045, ini kuncinya ada di pendidikan, kuncinya ini ada di anak-anak muda. Makanya kemarin pas rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, sistem zonasi harus dihilangkan," kata Gibran saat sambutan dalam acara Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).

Gibran mengakui bahwa sistem ini dirancang untuk memberikan pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia, tetapi ia juga mengungkapkan bahwa dalam praktiknya, zonasi justru menimbulkan berbagai masalah yang perlu diperbaiki.

Salah satu permasalahan utama yang ia soroti adalah ketidakmerataan distribusi tenaga pendidik di berbagai daerah. Beberapa wilayah mengalami kelebihan guru, sementara daerah lain yang lebih terpencil justru kekurangan tenaga pendidik yang berkualitas.

Kondisi ini berimbas pada ketidaksetaraan kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa, yang sangat bergantung pada ketersediaan guru yang memadai.

Di Solo, ketika masih menjabat sebagai Wali Kota, Gibran mengungkapkan kalau ia sering menerima keluhan dari orang tua siswa terkait kesulitan mereka dalam mengikuti sistem zonasi.

Banyak orang tua merasa bahwa kebijakan tersebut menghalangi anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi mereka. Keterbatasan ini semakin terasa di daerah-daerah dengan fasilitas pendidikan yang kurang memadai.

Sistem zonasi, meskipun bertujuan untuk menyamaratakan kesempatan, ternyata tidak mampu menjangkau semua wilayah secara adil.

Dalam beberapa kasus, siswa yang tinggal di area dengan kualitas pendidikan rendah tidak memiliki akses yang memadai ke sekolah-sekolah dengan fasilitas dan pengajaran yang lebih baik.

Pernyataan Gibran untuk mengevaluasi sistem zonasi ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan para pemangku kepentingan pendidikan.

Banyak yang mendukung ide tersebut karena mereka melihat adanya ketidakadilan yang timbul akibat ketimpangan kualitas pendidikan yang dihasilkan oleh sistem zonasi.

Namun, ada juga pihak yang menilai bahwa zonasi adalah langkah yang diperlukan untuk mengurangi praktik diskriminatif dalam PPDB, seperti penerimaan siswa berdasarkan status ekonomi atau kedekatan dengan sekolah tertentu.

Oleh karena itu, meskipun usulan ini mengundang kontroversi, menurut saya ini adalah hal penting untuk menjadi bahan diskusi lebih lanjut tentang bagaimana sistem pendidikan di Indonesia bisa diperbaiki.

Dalam konteks ini, permintaan Gibran untuk melakukan kajian ulang terhadap sistem zonasi bisa dilihat sebagai langkah positif untuk menghadirkan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan merata.

Usulan ini tidak hanya mengundang perhatian dari masyarakat dan media, tetapi juga menguji keberlanjutan dari kebijakan-kebijakan pendidikan yang telah diterapkan selama ini.

Di tengah ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih mencolok di berbagai daerah, kebijakan pendidikan harus terus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat yang beragam.

Adanya evaluasi terhadap sistem zonasi, saya harap akan ada solusi yang lebih tepat guna untuk menciptakan kesempatan pendidikan yang lebih adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa mengabaikan kualitas pengajaran yang menjadi kunci utama dalam menciptakan generasi yang unggul.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak