Sejak resmi menjabat sebagai Presiden Indonesia, Prabowo Subianto langsung mengambil langkah tegas dalam mengelola keuangan negara. Salah satu kebijakan penting yang ia canangkan adalah efisiensi anggaran, dengan memangkas belanja pemerintah hingga Rp 306,7 triliun melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Langkah ini bertujuan untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat dan tidak terbuang sia-sia.
Namun, kebijakan sebesar ini tentu tidak mudah dijalankan. Tantangan demi tantangan sudah mulai terlihat, mulai dari resistensi di dalam birokrasi hingga kekhawatiran akan dampaknya terhadap program sosial dan pembangunan infrastruktur. Meski begitu, di balik tantangan ini, ada juga peluang besar untuk membangun sistem keuangan negara yang lebih sehat dan transparan.
Lalu, bagaimana sebenarnya implementasi efisiensi anggaran ini? Akankah kebijakan ini menjadi terobosan yang membawa perubahan, atau justru menghadapi hambatan besar di lapangan? Mari kita kupas lebih dalam.
Menghadapi "Raja Kecil" dan Kekhawatiran Publik
Salah satu hambatan terbesar dalam pelaksanaan efisiensi anggaran adalah resistensi dari dalam birokrasi sendiri. Presiden Prabowo pernah menyinggung soal keberadaan "Raja Kecil" di kementerian dan lembaga yang kerap mempertahankan anggaran besar mereka. Bagi sebagian pejabat, anggaran yang besar sering kali dianggap sebagai simbol kekuasaan dan keleluasaan dalam menjalankan program.
Ketika efisiensi mulai diterapkan, resistensi pun muncul. Tidak sedikit pihak yang merasa kebijakan ini mengancam kenyamanan mereka, terutama dalam hal perjalanan dinas, pengadaan barang, atau berbagai acara seremonial yang selama ini menjadi rutinitas.
Selain itu, ada juga kekhawatiran dari masyarakat mengenai dampak kebijakan ini terhadap program sosial dan pembangunan. Salah satu program unggulan Prabowo, yaitu makan siang gratis untuk pelajar, membutuhkan anggaran besar. Jika pemangkasan anggaran tidak dilakukan dengan cermat, bisa saja program ini mengalami kendala dalam implementasinya.
Di sisi lain, sektor infrastruktur juga menjadi perhatian. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor konstruksi menyumbang 10,09% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2024. Jika anggaran infrastruktur dipangkas secara berlebihan, ada kemungkinan proyek-proyek penting akan melambat, yang tentu bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Reformasi Birokrasi dan Alokasi Anggaran yang Lebih Cerdas
Di balik tantangan, ada peluang besar yang bisa dimanfaatkan jika kebijakan ini dijalankan dengan baik. Salah satunya adalah mendorong digitalisasi dalam pengelolaan anggaran. Dengan sistem yang lebih transparan dan berbasis teknologi, pemerintah dapat lebih mudah mengawasi setiap pengeluaran, mengurangi potensi penyimpangan, serta memastikan anggaran digunakan secara optimal.
Selain itu, efisiensi anggaran juga membuka kesempatan bagi pemerintah untuk lebih cermat dalam mengalokasikan dana. Bukan sekadar memangkas anggaran, tetapi lebih kepada memastikan bahwa uang negara benar-benar digunakan di sektor-sektor yang memberikan dampak besar bagi masyarakat. Misalnya, investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan sektor industri yang bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Kebijakan ini juga bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Jika masyarakat melihat bahwa anggaran negara dikelola dengan transparan dan tanpa pemborosan, maka mereka akan semakin yakin bahwa pemerintahan Prabowo benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat.
Menatap Masa Depan dengan Efisiensi yang Berkelanjutan
Langkah efisiensi anggaran ini sebenarnya bukan hanya tentang mengurangi pengeluaran, tetapi juga bagaimana membangun sistem yang lebih berkelanjutan. Jika kebijakan ini berhasil, Indonesia bisa memiliki ruang fiskal yang lebih luas untuk membiayai program-program jangka panjang yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana implementasinya di lapangan. Pemerintah harus tegas dalam mengatasi hambatan birokrasi, tetap memprioritaskan kesejahteraan rakyat, dan memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak mengorbankan layanan publik yang penting.
Jika dijalankan dengan strategi yang matang, kebijakan ini bisa menjadi fondasi bagi pemerintahan yang lebih efisien, transparan, dan bertanggung jawab. Bukan tidak mungkin, Indonesia akan semakin kuat secara ekonomi, dengan anggaran yang benar-benar digunakan untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyatnya.
Pada akhirnya, efisiensi anggaran bukan hanya soal menghemat uang negara. Ini tentang bagaimana kita memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi Indonesia. Jika dilakukan dengan benar, kebijakan ini bisa menjadi warisan besar bagi generasi mendatang yaitu sebuah sistem keuangan yang lebih sehat, pemerintahan yang lebih akuntabel, dan masa depan yang lebih cerah untuk kita semua.
Ciptaning Yodya Dian Pratiwi, Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi D.I. Yogyakarta